Dengar Jeritan, Kakak Beradik Ini Tak Ragu Terjun ke Arus Deras Sungai Sempor, 20 Anak Diselamatkan

Dengar jeritan, kakak beradik ini tak ragu terjun ke arus deras Sungai Sempor, 20 Anak diselamatkan

Editor: Rafan Arif Dwinanto
dok BNPB
SUSUR SUNGAI SLEMAN - Proses evakuasi para siswa SMP Negeri 1 Turi Sleman, Yogyakarta, yang hanyut di Sungai Sempor saat melakukan kegiatan Pramuka susur sungai. 

TRIBUNKALTIM.CO - Dengar jeritan, kakak beradik ini tak ragu terjun ke arus deras Sungai Sempor, 20 Anak diselamatkan.

Cerita hanyutnya lebih dari 200 Siswa SMP yang sedang mengikuti kegiatan Pramuka susur Sungai Sempor, masih jadi perbincangan.

Setidaknya 10 Siswa dan siswi SMP tewas dalam aksi susur Sungai Sempor itu.

Diketahui, saat aksi susur berlangsung, Sungai Sempor tiba-tiba meluap dan menghanyutkan ratusan Siswa dan siswi SMP.

Musibah Jumat (21/2/2020) sore di Sungai Sempor, Donokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta merenggut nyawa 10 siswa SMPN 1 Turi.

Saat mereka tengah menyusuri sungai mendadak banjir datang.

Bermula dari Banjir, Ketua DPRD Marah Temukan Hal Mengejutkan di Bawah Proyek Trotoar Anies Baswedan

 1 Rajab 1441 H Jatuh 25 Februari 2020, Simak Niat Puasa & Doa Bulan Rajab Lengkap Beserta Artinya

 Pamer Wajah Baru Jakarta di Twitter, Anies Baswedan Langsung Kena Bully Warganet Saat Banjir Besar

 Derita Ayah Korban Tewas Susur Sungai, Anak Dimakamkan Berdampingan, Nekat Pakai Motor dari Surabaya

Anak-anak berseragam Pramuka itu menjerit ketakutan.

Mendengar jeritan minta tolong bersahutan, seorang warga Kembangarum Wetan Kali, Donotirto, Turi, Darwanto (37) langsung bergegas mencari sumber suara.

Saat itu, pria yang akrab disapa Kodir itu tengah dalam perjalanan menuju sungai untuk memancing ikan.

Berada di tebing setinggi tiga meter, Kodir melihat anak-anak itu berjuang untuk bertahan dari gempuran arus.

Ada yang pegangan kayu, batu, dan tidak sedikit yang terseret.

Kodir memutuskan untuk melompat dan meraih satu per satu anak.

Ia bawa mereka ke pinggir sungai.

Wartawan Tribunjogja.com , Hendy Kurniawan dan Sigit Widya mendapat kesempatan wawancara khusus dengan Kodir.

Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana ceritanya hingga Anda datang menolong anak-anak itu?

Sore itu, saat akan memancing bersama adik saya sekitar pukul 14.30 WIB, saya mendengar teriakan bocah-bocah dari arah sungai.

Saya spontan membuang joran, lalu berlari ke sumber suara.

Dari tebing saya melihat puluhan anak berada di dasar sungai.

Sebagian berada di pinggir sambil memegang tebing, sebagian lagi berada di tengah sungai sambil memegangi batu.

Kondisi air masih sangat deras.

Apa yang kemudian Anda lakukan?

Saya seketika loncat dari ketinggian tiga meter.

Saya tak perlu pikir panjang, apalagi saya sudah hafal betul kondisi sungai di sekitar situ.

Setelah nyebur di air, saya segera mengevakuasi anak-anak yang memegangi batu di tengah sungai.

Saya bawa mereka satu per satu ke pinggiran yang bisa dinaiki.

Ada yang saya bawa ke kiri sungai, ada yang ke kanan sungai. Saya bawa mereka naik.

Bagaimana kondisi siswa yang berada di pinggir sungai sambil memegangi tebing?

Adik saya ikut turun.

Adik saya yang mengevakuasi mereka.

Saya fokus menolong anak-anak yang berada di tengah, adik saya mengevakuasi yang berada di pinggir.

Selama mengevakuasi anak-anak, saya tak melihat ada siswa maupun siswi hanyut terbawa arus.

Semua bertahan, dengan cara memegangi apapun yang ada di sungai.

Berapa anak yang Anda evakuasi?

Total anak yang saya evakuasi lebih dari 20 orang. Enam anak dalam kondisi lemas. Banyak perempuannya.

Selain Anda dan adik, siapa lagi yang menolong anak-anak?

Di tempat lain di sungai, saya juga melihat beberapa warga mengevakuasi siswa-siswi yang berada di pinggir sungai sambil memegangi bebatuan.

Mereka membantu pakai tali

Berapa lama Anda melakukan evakuasi itu?

Setelah semua terevakuasi dan berada di atas tebing, saya coba mencari tangga bambu.

Gunanya untuk menyeberangkan mereka ke jalur yang memungkinkan untuk dilalui.

Proses evakuasi yang saya lakukan berlangsung lebih kurang tiga jam dari pukul 14.30 sampai 17.30.

Setelah menolong, saya pulang.

Habis maghrib saya balik lagi, nyari lagi.

Nengok di lembah Sempor, sampai pukul 21.30, terus ada yang ketemu satu lagi itu. Iya meninggal. 

Suraji Turun ke Sungai Sempor

Ayah Yasinta, Suraji (61) berusaha tegar saat jenazah Yasinta dimakamkan.

Diketahui, Yasinta merupakan anak semata wayang Suraji.

Ia sempat mencari keberadaan sang anak di sungai, sebelum jenazah Yasinta ditemukan.

“Saya gelisah.

Pas habis Subuh, saya langsung ke dekat posko itu. Turun lewat jembatan."

"Saya nyusur sendiri, sampai saya keram di sana, hampir enggak gerak. Untung ternyata ada keluarga yang ikut juga,” ungkap Suraji, dikutip dari TribunJogja.com, Minggu.

Ia mengungkapkan, telah mencari keberadaan Yasinta dari sekolahnya hingga ke Puskesmas.

Namun, Yasinta baru bisa ditemukan pada Minggu pagi, saat penutupan operasi pencarian.

“Mulai Jumat sore itu, saya sudah tidak sabar.

Saya cari infonya di mana- mana, sekolah saya datang, ke SWA (klinik), posko SAR, Puskesmas, semua lah."

"Setiap ada kabar ada korban ketemu, saya datang, ternyata bukan anak saya."

"Ada lagi korban di Puskesmas, 3 kali saya bolak-balik, terakhir jam 2 malam, katanya ada yang mau dicocokin, ternyata bukan anak saya.

Makanya saya turun subuh subuh itu,” jelas Suraji.

 Bermula dari Banjir, Ketua DPRD Marah Temukan Hal Mengejutkan di Bawah Proyek Trotoar Anies Baswedan

 1 Rajab 1441 H Jatuh 25 Februari 2020, Simak Niat Puasa & Doa Bulan Rajab Lengkap Beserta Artinya

 Pamer Wajah Baru Jakarta di Twitter, Anies Baswedan Langsung Kena Bully Warganet Saat Banjir Besar

 Derita Ayah Korban Tewas Susur Sungai, Anak Dimakamkan Berdampingan, Nekat Pakai Motor dari Surabaya

Kenangan Terakhir

Ia mengatakan, Yasinta meminta uang jajan dua kali lipat daripada biasanya saat berpamitan untuk berangkat pramuka.

“Tumben, hari itu dia minta uang jajan dobel sambil merengek ke saya."

"Tapi bukan dia suka maksa lho, biasa itu manja-manja dia kalau sama saya, sambil ketawa-tawa kok kalau merengek itu, sama Ibunya juga,” ungkap Suraji.

Ia juga mengungkapkan, persiapan yang dilakukan oleh Yasinta sebelum berangkat pramuka.

“Pas berangkat, dia pakai jilbab, terus ditutup topi Pramuka. Sudah lama dia enggak pakai anting-anting, dia copotin titip ke ibunya."

"Sebelah sepatunya bolong bekas terbakar waktu kegiatan minggu lalunya, tapi masih dipakai dulu,” tambahnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Perjuangan Pemancing Selamatkan Nyawa Puluhan Siswa SMPN 1 Turi, https://www.tribunnews.com/regional/2020/02/24/kisah-perjuangan-pemancing-selamatkan-nyawa-puluhan-siswa-smpn-1-turi?page=all.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved