DPRD Kota Tarakan Sepakat Tolak RUU Omnibus Law, Bakal Surati DPR RI
Tuntutan serikat buruh dan aliansi mahasiswa terkait penolakan atas RUU Omnibus Law diterima anggota DPRD kota Tarakan, Kalimantan Utara.
"Mereka keluhkan itu kaum buruh dirugikan karena tak dilibatkan dalam konsep draftnya itu menurut mereka dan anailsa tentang pembentukan draft ini dirasa sangat kurang termasuk analisa dampak lingkungan," tambahnya.
Selanjutnya DPRD kota Tarakan akan berusat ke DPR RI untuk memperhatikan beberapa kekurangan draf RUU Omnibus Law yang ditolak oleh para demonstran.
"Maka dari itu secara garis besar kami tadi menyatakan menolak Omnibus Law dengan catatan,
yakni hal-hal yang kurang itu akan diperbaiki karena kalau diterbitkan secara gamblang itu ada beberapa bagian yang tidak diakomodir bagi masyarakat," paparnya.
Surat yang akan dilayangkan ke DPR RI nantinya akan ditandantangi oleh pimpinan DPRD Tarakan bersama perwakilan aliansi buruh dan mahasiswa.
"Kita membuat konsepnya dulu, kemudian surat itu ditandangi ketiga pimpinan DPRD dan perwakilan aliansi dan akan kita kirim segera ke pusat," tutupnya.
Suara Buruh
Seratusan buruh kota Tarakan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) ikut bergabung dalam aliansi bersama mahasiswa menyuarakan penolakan RUU Omnibus Law.
Mereka ikut turun aksi yang berlangsung di gedung DPRD kota Tarakan, Jl Jenderal Sudirman, Selasa (3/3/2020).
Keterlibatan para buruh ini dalam penolakan RUU Omnibus Law lantaran menjadi pihak yang dianggap paling dirugikan.
Salah satu perwakilan buruh Tarakan, Mariani, misalnya menyebut bahwa dirinya bersama rekan-rekannya di Kahutindo bersepakat menolak secara keseluruhan draft RUU Omnibus Law.
Hal ini dikarenakan mayoritas pasalnya lebih menguntungkan pihak investor ketimbang hak-hak para buruh.
"Semisal pesangon itu sebagai tunjangan hari tua yang akan dihilangkan, cuti yang akan dihilangkan juga jadi kita sepakat menolak secara keseluruhan Omnibus Law karena tidak ada yang diuntungkan selain investor saja," tegasnya.
Tak hanya itu Mariani juga menyebut Pemerintah terlalu terburu-buru ingin mengesahkan RUU Omnibus Law tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu sejumlah tuntutan buruh
Seperti tuntutan perbaikan atau revisi sejumlah Pasal di pada Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dianggap masih merugikan para buruh.