Inilah 4 Pertanyaan Seputar Supersemar yang Masih Jadi Kontroversi, Soekarno Menyesali Supersemar?
Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar merupakan salah satu kontroversi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Di tempat itu juga hadir Panglima Kodam Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie. Sempat muncul desas-desus bahwa ada juga jenderal keempat yang hadir, yaitu Wakil Panglima AD, Brigjen Maraden Pangabean.
Ajudan Soekarno, Soekardjo Wilardjito, bahkan menyebut Maraden menodongkan pistol saat meminta dibuatkan surat mandat untuk Soeharto.
Namun, pernyataan Soekardjo telah dibantah Maraden, M Jusuf, juga Soebandrio.
3. Soekarno menyesali Supersemar?
Keberadaan naskah asli dan perbedaan interpretasi mengenai Supersemar menjadi permasalahan ketika itu.
Soekarno menilai bahwa Soeharto tidak berhak melakukan itu, walaupun ia menggenggam Supersemar.
Ia akhirnya mengeluarkan Supertasmar, Surat Perintah 13 Maret 1966.
Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar.
Dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998) karya AM Hanafi, disebutkan bahwa Kelahiran Supertasmar berawal ketika Soekarno marah mendengar kabar bahwa Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Soeharto.
Kekeliruan langkah Soeharto dalam menginterpretasi Supersemar itulah yang memicu Soekarno mengeluarkan Supertasmar.
Supertasmar itu berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik.
Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden.
Namun sampai saat ini, keberadaanya tak jelas.
Supersemar dan Supertasmar yang asli belum bisa diketemukan bahkan pencarian sampai Sekretariat Negara.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam menilai bahwa Supersemar merupakan blunder yang dibuat Soekarno.
'Mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu'. Itu mungkin blunder yang dilakukan Bung Karno, oleh seorang sipil, dengan perintah yang tidak jelas pada seorang tentara," kata Asvi pada 6 Maret 2016.
4. Ada tiga versi Supersemar?
Keraguan keaslian Supersemar yang dipublikasikan secara luas muncul setelah Presiden Soeharto dan Orde Baru (Orba) tumbang pada 1998.
Saat ini, Supersemar yang beredar di tengah masyarakat ada tiga versi.
Ketiga versi itu tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Namun, tiga naskah Supersemar yang disimpan dalam brankas antiapi milik ANRI di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, dipastikan tidak autentik alias palsu.
Kepastian bahwa naskah itu palsu diperoleh setelah dilakukan uji forensik di Laboratorium Polri pada 2012.
Adapun tiga versi itu, pertama adalah Supersemar dari Sekretariat Negara dengan ciri-ciri jumlah halaman dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi, dan di bawahnya tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.
Kedua, Supersemar yang diterima dari Pusat Penerangan TNI AD dengan ciri jumlah halaman satu lembar, berkop Burung Garuda, ketikan tidak serapi versi pertama.
Penulisan ejaan sudah menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku pada saat itu.
Jika pada versi pertama di bawah tanda tangan tertulis nama Sukarno, pada versi kedua tertulis nama Soekarno.
Ketiga, adalah Supersemar yang diterima dari Yayasan Akademi Kebangsaan, dengan ciri jumlah halaman satu lembar, sebagian surat robek sehingga tidak utuh lagi, kop surat tidak jelas, hanya berupa salinan.
Tanda tangan Soekarno pada versi ketiga ini juga berbeda dengan versi pertama dan kedua.
• Survei Sebut Jokowi Lebih Disukai Rakyat Ketimbang Soekarno, Rocky Gerung Meradang: Tak Berbobot
• Pemuda Ini Temukan Emas Satu Kilogram di Kebun Duku, Ada Gambar Burung Garuda dan Soekarno
• Temukan 1 Kg Emas Batangan Soekarno, Pemuda Ini Tak Silau Harta, Pilih Kembalikan ke Bank Indonesia
• Beda Nasib Gibran Rakabuming Putra Jokowi dari PDIP dengan Paundra Cucu Soekarno di Pilkada Solo
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Masih Jadi Kontroversi, Ini 4 Pertanyaan Seputar Supersemar..."