Pasien DBD Meninggal di Depannya, Bupati Belu Sebut Lebih Berbahaya dari Corona, Ini yang Dilakukan
Tak disadari kartu BPJS Kesehatan malah membuat warga terutama warga miskin merasa makin terpinggirkan. Mereka enggan berobat ke RS atau puskesmas
TRIBUNKALTIM.CO - Tak disadari kartu BPJS Kesehatan malah membuat warga terutama warga miskin merasa makin terpinggirkan. Mereka enggan berobat ke RS atau puskesmas karena tak punya BPJS Kesehatan.
Maka pemerintah daerah setempat wajib mensosialisasikan BPJS ini kepada warga dan menjamin dan bertanggung jawab atas kesehatan warganya.
Maria warga Kabupaten Belu menghembuskan napas terakhir di depan mata Bupati Belu Willy Lay pada Kamis (12/3/2020) di RSUD Atambua.
Saat itu Bupati Belu Willy Lay sedang menjenguk dan memantau kondisi warganya yang terkena deman berdarah dengue ( DBD ).
Maria adalah pasien yang ke-5 yang meninggal karena serangan DBD. Kematian Maria di depan mata sangat membekas bagi Willy Lay.
Sebagai pimpinan daerah, ia merasakan kepedihan yang mendalam saat tahu warganya meninggal karena DBD di depan matanya sendiri.
• Bukan Corona, di Indonesia DBD Sudah Renggut 100 Nyawa dalam 3 Bulan, Menkes Sebut Lebih Mematikan
Setelah kematian Maria, Willy Lay segera membuat surat edaran ke seluruh kepala desa, lurah, camat, dan instansi lainnya.
Ia memerintahkan agar warga yang demam dan berobat ke puskesmas atau rumah sakit tidak perlu dipungut biaya.
Willy Lay bercerita ia telah menemukan benang merah penyebab banyaknya korban DBD. Salah satunya adalah warga takut ke rumah sakit karena tak punya BPJS.
Ia menyebut sebagian besar pasien yang meninggal berasal dari keluarga ekonomi lemah. Selain itu lima pasien DBD yang meninggal berusia di bahwa 10 tahun.
"Semua pasien yang datang berobat tidak usah bayar. Gratis dulu, supaya mereka tidak takut datang. Ada BPJS atau pun tidak, tetap harus ditangani," ungkapnya.
• Tahukah Anda, Ini Cara Sederhana Membedakan Bintik Merah Akibat Gigitan Nyamuk atau Pendarahan DBD
Mereka yang terkena DBD biasanya baru dibawa ke rumah sakit setelah kondisinya kritisa hinga nyawanya tak bisa diselamatkan.
"Saya sudah cek langsung, ternyata masyarakat takut datang ke rumah sakit karena tidak punya BPJS," ungkap Willy Lay.
Sejak Januari hingga pertengahan Maret 2020 ada 355 pasien DBD yang dirawat di RSUD Atambua. Sementara di NTT ada 3.222 pasien DBD yang dirawat dan 38 orang meninggal dunia karena DBD. Mereka tersebar di 21 kota dan kabupten di NTT.
• Jangan Anggap Remeh, Ini 5 Gejala Demam Berdarah yang Jarang Disadari, Waspada DBD di Musim Hujan
"Sudah puluhan orang di NTT yang meninggal akibat DBD. Makanya ini lebih bahaya dari Virus Corona," kata Willy Lay.
Willy Lay menjelaskan, kasus DBD di Belu sebenarnya sudah bisa ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa ( KLB ). Namun penetapan belum diberlakukan lantaran pemerintah daerah masih berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan NTT.
"Saya lebih senang KLB sehingga penanganannya lebih cepat dan terkendali dan bisa meminta bantuan pemerintah pusat," katanya.