Jatam Kaltim Paparkan Deretan Pasal Kontroversi Undang-undang Minerba yang Baru Disahkan
Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur ( Jatam Kaltim ) memaparkan sejumlah pasal kontroversi Undang-undang (UU Minerba)
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur ( Jatam Kaltim ) memaparkan sejumlah pasal kontroversi Undang-undang ( UU Minerba ) yang belum lama ini disahkan DPR RI.
Aktivis lingkungan mengaku geram, padahal, koalisi masyarakat bolak-balik mengkritik revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 ini karena memuat banyak pasal bermasalah.
“Pemerintah secara sadar memberikan bentuk jaminan (bailout) untuk melindungi keselamatan elite korporasi, tetap tidak bagi lingkungan hidup dan rakyat. Koalisi masyarakat sipil tengah menimbang langkah yang akan diambil setelah UU itu resmi disahkan,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, melalui keterangan tertulis.
Baca Juga: Cara Konsultasi Psikologi Gratis Persembahan Puspa Kalimantan Utara, Cocok Bagi Terdampak Corona
Baca Juga: Polri Beber 106 Napi Asimilasi Corona Berbuat Kriminal Lagi, Ini 3 Polda dengan Kasus Tertinggi
Rupang memaparkan, ada sejumlah pasal kontroversial dalam aturan soal mineral dan batubara serta pasal-pasal penting yang dihapus dari UU lama.
Berikut daftarnya:
1. Pasal 1 ayat (13a)
Ada ketentuan baru bernama Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), yakni izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
“Pasal ini dinilai membuka ruang rente baru,” kata Pradarma.
2. Pasal 1 ayat 28a
Pasal ini mengatur bahwa Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.
“Definisi yang baru ada di UU anyar ini mengancam ruang hidup masyarakat karena seluruh kegiatan, mulai dari penyelidikan hingga pertambangan masuk dalam ruang hidup masyarakat,” kata Pradarma.
3. Pasal 4 ayat 2
Pasal ini mengatur bahwa penguasaan mineral dan batu bara diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Dalam UU lama, pasal itu juga memberikan kewenangan untuk pemerintah daerah.
“UU Minerba baru ini mengatur semua kewenangan perizinan tak lagi ada di pemerintah daerah, melainkan ditarik ke pusat. Sentralisasi ini dinilai bertentangan dengan semangat otonomi daerah,” kata Pradarma.
4. Pasal 22