Virus Corona
Peneliti Temukan Fakta Baru Soal Corona, Virus Ternyata Bukan Berasal dari Laboratorium yang Bocor
Jika sebelumnya ramai tuduhan virus Corona berasal dari laboratorium yang bocor di China. Penemuan fakta baru ini membantah tuduhan tersebut
Penemuan ini mungkin akan menambah bukti teori bahwa patogen pandemi tersebut berevolusi secara alami.
Studi ini dilakukan oleh para peneliti China dan Australia.
Dalam studi peer-review yang akan diterbitkan dalam jurnal Current Biology, ditemukan bahwa kedua virus memiliki keterkaitan fitur untuk memicu penyakit.
Mengutip South China Morning Post, para peneliti mengatakan bahwa temuan tersebut menunjukkan karakteristik virus yang berkembang secara alami, bukan gen buatan seperti yang dikatakan beberapa orang.
Peneliti menemukan kerabat dekat yang disebut RmYNo2 di antara 227 sampel kelelawar.
Sampel dikumpulkan di Provinsi Yunnan di China barat daya antara Mei dan Oktober tahun lalu.
Seperti Sars-CoV-2, RmYNo2 juga memiliki sisipan asam amino di persimpangan subunit protein lonjakannya.
Sisipan tersebut dianggap dapat meningkatkan kapasitas virus corona untuk menyebabkan penyakit.
Sebelumnya hal ini dianggap tak biasa bahkan dinilai merupakan manipulasi laboratorium.
"Temuan kami menunjukkan bahwa peristiwa penyisipan ini, yang awalnya tampak sangat tidak biasa, dapat, pada kenyataannya, terjadi secara alami pada betacoronavirus hewan," kata Direktur Institutes of Patogen Biology Profesr Shi Weifeng kepada Science Daily.
Weifeng menambahkan, temuan ini jyga menjadi bukti kuat bahwa virus corona tak bocor dari laboratorium.
"Ini memberikan bukti pertentangan kuat bahwa Sars-CoV-2 telah melarikan diri dari laboratorium," katanya.
Para peneliti juga mengonfirmasi bahwa kelelawar tapal kuda Melayu, yang banyak ditemukan di seluruh barat daya China dan Asia Tenggara adalah tuan rumah RmYNo2.
Kelelawar menjadi reservoir alami yang penting untuk coronavirus.
• Kabar Terbaru, Virus Corona di Wilayah Khofifah Beda dengan Wuhan dan Eropa, Perhatikan Gejalanya
Meskipun memiliki fitur penyisipan yang serupa, RmYNo2 tampaknya jauh lebih aman untuk manusia daripada Covid-19.