Bahas UU Minerba, Sindir Jokowi dan Erick Thohir tak Bela BUMN, Refly Harun Singgung 7 Perusahaan

Menyoal RUU Minerba yang disahkan DPR, Refly Harun sindir Jokowi dan Erick Thohir yang tak membela BUMN, Refly Harun juga singgung 7 perusahaan

Editor: Amalia Husnul A
YouTube Refly Harun
Menyoal RUU Minerba yang disahkan DPR, Refly Harun sindir Jokowi dan Erick Thohir yang tak membela BUMN, Refly Harun juga singgung 7 perusahaan batu bara 

TRIBUNKALTIM.CO - Menyoal RUU Minerba yang baru saja disahkan DPR, Refly Harun sindir Jokowi dan Erick Thohir yang tak membela BUMN, ia juga menyinggung 7 perusahaan batu bara

Diketahui, DPR baru saja meresmikan UU Minerba pada Senin 11 Mei 2020 kemarin, terkait pengesahan UU Minerba ini, Refly Harun mengungkapkan rasa geramnya di channel YouTubenya, Jumat 15 Mei 2020.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyindir Presiden Jokowi dan Menteri BUMN, Erick Thohir, yang justru tidak membela BUMN.

Selain itu, Refly Harun juga menyinggung keberadaan 7 perusahaan batu bara di Indonesia yang disebut sebagai konglomerat tambang

Menurut Refly Harun, UU Minerba yang baru ini justru akan semakin menjatuhkan kiprah BUMN dalam dunia migas.

Terkait hal itu, Refly Harun pun meluapkan kekecewaannya dalam kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (16/5/2020).

Jatam Kaltim Paparkan Deretan Pasal Kontroversi Undang-undang Minerba yang Baru Disahkan

Anggota DPR RI Jelaskan Mengapa RUU Minerba Tetap Digodok, Manfaat & Mudarat Jadi Bahan Pertimbangan

Aktivis Lingkungan di Kaltim Desak Komisi VII DPR RI Hentikan Pembahasan RUU Minerba

Blak-blakan ke Refly Harun, Amien Rais Beber Jokowi - Luhut Bertanggung Jawab Atas Kekacauan Negara

Pada kesempatan itu, mulanya Refly Harun menduga banyaknya penumpang gelap dalam UU Minerba yang baru.

Bahkan, menurut dia para penumpang gelap itu bekerja sama dengan para penguasa untuk memudahkan jalannya mengeruk hasil bumi Indonesia.

"Tapi rupanya kekuasaan sering ditunggangi penumpang-penumpang gelap, oleh mereka yang powerful secara ekonomi," jelas Refly Harun.

"Mereka berkolaborasi dengan penguasa."

Refly Harun mengatakan, ada sejumlah perusahaan besar yang bahkan dekat dengan penguasa.

Perusahaan raksasa itu diduganya berniat menguasai hasil bumi negara demi kepentingan pribadi.

"Tapi kita cek sama-sama, siapa pemilik dari 7 perusahaan raksasa tersebut, itu orang-orang yang terkait dengan kekuasaan," terang Refly.

"Artinya dekat dengan kekuasaan."

Melanjutkan penjelasannya, Refly Harun lantas mempertanyakan upaya pemerintah membantu BUMN menguasai hasil negara.

Terkait hal itu, ia pun menyinggung nama Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dan Menteri BUMN Erick Thohir.

"Pada kesempatan ini saya agak berat mengatakan kenapa negara tidak membela BUMN?," tanya Refly Harun.

"Kenapa presiden tidak membela BUMN? Kenapa Menteri BUMN juga tidak membela BUMN?," sambungnya.

Lebih lanjut, Refly Harun menyebut pemerintah seolah membiarkan tambang batu bara dimiliki swasta.

Padahal, seharusnya BUMN memiliki peluang besar jika bisa menguasai tambang tersebut.

"Ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa penguasaan tambang batu bara ini tetap akan didominasi oleh penambang raksasa tersebut," terangnya.

"Padahal ada peluang negara untuk menguasai kembali melalui BUMN, kenapa dibiarkan?"

Melihat fakta yang terjadi, Refly Harun mengaku tak mampu menahan amarahnya.

Hal itulah yang membuatnya gamblang mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat sendiri.

"Sukar bagi saya untuk kemudian tidak merasa marah rasanya dengan fenomena seperti ini," ujarnya.

"Sama seperti kelompok-kelompok kritis lainnya."

Meski kerap mengkritisi pemerintah, Refly Harun mengaku hanya ingin negara ini menjadi lebih baik.

Tak hanya itu, Refly Harun juga menginginkan kekayaan negara tak hanya dikuasai segelintir orang, namun untuk semua rakyat Indonesia.

"Kita bukan nyinyir, tapi negara ini lebih baik, negara ini dikelola secara baik, negara ini tidak dikuasai segelintir orang," jelas Refly.

"Kita semua inginkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara."

"Dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tandasnya.

Simak video berikut ini menit ke-7.15:

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara ( RUU Minerba) menjadi Undang-Undang.

Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (12/5/2020).

Tindakan DPR itu disayangkan berbagai pihak, termasuk dari kalangan masyarakat sipil.

Sebab, pengesahan RUU tersebut dinilai tergesa-gesa dan tidak berdasarkan aspirasi rakyat.

Apalagi, pembahasan dan pengesahan RUU itu dilakukan di tengah kondisi Indonesia melawan virus corona ( Covid-19 ).

RUU Minerba juga menuai kontroversi di masyarakat karena dianggap hanya pro pada pengusaha tambang.

Bahkan, dalam aksi mahasiswa besar-besaran tahun 2019, RUU ini menjadi salah satu yang ditolak untuk disahkan.

Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pembahasan RUU Minerba.

Namun, pada Februari 2020 RUU tersebut kembali dibahas dan kemudian disahkan pada 12 Mei 2020. Artianya, pembahasan RUU Minerba hanya dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan.

Kekuatan besar 

Melihat hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW ), Egi Primayogha menyayangkan pembahasan dan pengesahan RUU Minerba oleh DPR dan pemerintah terkesan buru-buru dan tidak transparan.

Ia pun menduga ada pihak yang sengaja mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU tersebut.

"Kami menduga ada kekuatan besar di balik ini semua yang bisa menggerakan DPR maupun pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Minerba," kata Egi dalam diskusi online bertajuk "Menyikapi Pengesahan RUU Minerba", Rabu (13/5/2020).

"Dan dugaan kami, mereka adalah elite-elite kaya yang memiliki kepentingan dengan bisnis batu bara," kata dia.

Menurut Egi, industri perusahaan batu bara di Indonesia dikuasai oleh elite kaya raya dan memiliki jabatan di pemerintahan.

Terlebih, kata dia, masa berlaku Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) beberapa perusahaan besar batu bara di Indonesia juga segera habis.

"Saya kira bukan hal aneh ketika Undang-Undang Minerba ini dipaksakan untuk segera disahkan karena nuansa konflik kepentingannya sangat tinggi," ujar dia. 

Egi juga menilai, saat ini industri batu bara telah menjadi bancakan bagi para elite di Indonesia.

Oleh karena itu, ia menilai bukan hal aneh jika ada konflik kepentingan dalam pengesahan RUU Minerba.

"Poin pentingnya apa bahwa dari situ kita sudah melihat bahwa industri batu bara telah menjadi bancakan berbagai pihak dan utamanya mereka adalah elite-elite kaya atau yang biasa disebut oligarki," ucap Egi.

Tak libatkan masyarakat

Dalam acara yang sama, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang ( Jatam ) Merah Johansyah mengatakan bahwa pembahasan UU Minerba tidak melibatkan masyarakat yang berada di sekitar area tambang.

Padahal, kata dia, kegiatan pertambangan berdampak langsung pada masyarakat sekitar.

"Kami belum mencatat ada satupun kelompok masyarakat yang harusnya digolongkan sebagai yang berkepentingan seperti masyarakat adat, warga lingkar tambang, perempuan misalnya, yang diajak bicara dalam proses undang-undang ini," ujar Merah.

"Saya tantang sekarang di mana DPR bisa menyebutkan, masyarakat lingkar tambang mana yang diajak bicara," ujar dia.

Merah mengatakan, UU Minerba hasil revisi juga tidak dibahas berdasarkan masalah pertambangan yang ada di masyarakat, mulai dari masalah izin tambang yang banyak berada di kawasan hutan lindung atau hutan produksi.

Kemudian, konflik antarwarga yang terus meningkat karena aktivitas pertambangan serta masalah tambang yang terhubung langsung dengan kawasan berpotensi menimbulkan bencana.

"Ini tidak berangkat dari masalah yang timbul di lapangan tapi justru berangkat dari titipan oligarki batu bara. Saya kira cukup banyak titipan-titipan pasalnya," ujar dia. 

Oleh karena itu, Merah menilai bahwa UU ini hanya dibuat untuk kepentingan perusahaan tambang meskipun yang paling terkena dampak buruk dari kegiatan pertambangan ini adalah masyarakat setempat dan alam sekitar.

"Kesimpulannya adalah 90 persen isi undang-undang ini tidak mementingkan warga terdampak hanya mewakili atau mengakomodasi pengusaha dan oligarki batu bara belaka," ucap Merah.

Kepentingan oligarki

Senada dengan Merah, Juru Bicara Bidang Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika pun menilai, pengesahan RUU Minerba menjadi undang-undang hanya untuk kepentingan pengusaha batu bara.

"RUU Minerba menjawab keterbutuhan dari kegentingan atau kepentingan perusahaan-perusahaan tambang batubara.

Jadi sama sekali tidak menjawab permasalahan yang ada di lapangan," kata Hindun.

Menurut Hindun, RUU Minerba yang sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah memberikan kelonggaran terhadap perusahaan batubara.

Terlebih, akan ada perusahaan batubara yang akan segera habis masa berlaku PKP2B.

"Mereka sebentar lagi obligasi mereka akan jatuh tempo dan ini yang menjawab pertanyaan besar kenapa RUU Minerba buru-buru, kenapa tergesa-gesa," ujar dia. 

Ia menilai, saat ini pemerintah mengesahkan undang-undang bukan lagi untuk kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan pengusaha.

"Dan di sini kita juga melihat ternyata keberpihakan negara itu setirnya dipegang oleh kepentingan pertambangan batu bara.

Bukan lagi menjawab sebenarnya apa yang terjadi di masyarakat dan apa yang dibutuhkan masyarakat," ucap Hindun.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengesahan UU Minerba, untuk Siapa? ", https://nasional.kompas.com/read/2020/05/14/06215741/pengesahan-uu-minerba-untuk-siapa?page=all#page4.
Penulis : Sania Mashabi
Editor : Icha Rastika

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Tak Mampu Tahan Amarah, Refly Harun Sebut Jokowi dan Erick Thohir Tak Bela BUMN: Kita Bukan Nyinyir, https://wow.tribunnews.com/2020/05/17/tak-mampu-tahan-amarah-refly-harun-sebutjokowi-dan-erick-thohir-tak-bela-bumn-kita-bukan-nyinyir?page=all.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Ananda Putri Octaviani




Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved