Virus Corona
Kasus Virus Corona di Wilayah Risma dan Khofifah Meningkat, Tapi Ada Kabar Baik Soal Ini
Kasus Virus Corona di wilayah Tri Rismaharini alias Risma, Surabaya dan Khofifah, Jawa Timur meningkat, tapi ada kabar baik pasien sembuh
TRIBUNKALTIM.CO - Kasus Virus Corona di wilayah Tri Rismaharini alias Risma, Surabaya dan Khofifah, Jawa Timur meningkat, tapi ada kabar baik pasien sembuh.
Kasus Virus Corona atau covid-19 di Surabaya dan Jawa Timur hari ini, Minggu 14 Juni 2020 mengalami peningkatan.
Kendati demikian, ada kabar baik yang terjadi di wilayah Risma dan Khofifah terkait update Virus Corona.
Terjadi peningkatan sebanyak 86 kasus positif covid-19.
• Satu Karyawan Perusahaan di Paser Positif Covid-19, Pernah Cuti Tiga Bulan di Surabaya
• Perwali Risma Kurang Greget, Pakar Epidemiologi: Banyak Warga Surabaya Gagal Paham Arti New Normal
• Wilayah Khofifah Penyumbang Angka Kematian Covid-19 Tertinggi Lewati Jakarta, Pakar Bongkar Sebabnya
Sehingga total kasus positif Virus Corona di Surabaya hari ini adalah 3918 kasus.
Kabar baiknya, jumlah pasien sembuh juga ikut mengalami kenaikan meski tak terlalu tinggi.
Jumlah pasien sembuh covid-19 hari ini meningkat 3,4 persen, totalnya kini 1228 orang sembuh dari Virus Corona.
Untuk korban meninggal karena Virus Corona di Kota Surabaya hari ini tak ada penambahan.
Berikut tabel kasus Virus Corona atau covid-19 di Surabaya hari ini, Minggu 14 Juni 2020.
Lalu, untuk update Virus Corona di Jatim juga masih menunjukkan peningkatan.
Melansir dari infocovid19.jatimprov.go.id, kasus Virus Corona di Jawa Timur bertambah 240 kasus.
Sehingga, total jumlah kasus Virus Corona di Jawa Timur saat ini mencapai 7570 kasus.
Dari 7570 kasus, 4641 pasien sedang menjalani masa perawatan, terdapat 2192 pasien yang telah dinyatakan sembuh, sedangkan 601 pasien telah dinyatakan meninggal dunia.
Penambahan 240 kasus Virus Corona di Jatim ini berasal dari wilayah : +9 KAB. BANGKALAN,+7 KAB. BANYUWANGI,+1 KAB. BLITAR,+6 KAB. BOJONEGORO,+17 KAB. GRESIK,+4 KAB. JEMBER,+22 KAB. JOMBANG,+11 KAB. MALANG,+7 KAB. MOJOKERTO,+8 KAB. PASURUAN,+2 KAB. PROBOLINGGO,+6 KAB. SAMPANG,+14 KAB. SIDOARJO,+2 KAB. SITUBONDO,+2 KAB. SUMENEP,+27 KAB. TULUNGAGUNG,+1 KOTA KEDIRI,+5 KOTA MALANG,+3 KOTA MOJOKERTO,+86 KOTA SURABAYA
• Alasan Risma tak Tiru Anies, Pilih PSBB Surabaya Diakhiri, Ada yang Lebih Penting dari Status Zona
Penyebab Jawa Timur jadi Penyumbang Pasien covid-19 Meninggal Tertinggi
Pakar Epidemiologi Unair (Universitas Airlangga) Surabaya mengungkapkan penyebab utama Jawa Timur menyumbang pasien covid-19 ( Virus Corona) meninggal dunia tertinggi.
Pakar Epidemiologi Unair adalah dr Windhu Purnomo. Saat diwawancarai SURYA.co.id, dr Windhu Purnomo memberikan dua analisa penyebab kematian pasien covid-19 di Jawa Timur tinggi.
Sekadar diketahui, angka kematian pasien positif covid-19 di Jawa Timur tertinggi di Indonesia.
Jumlahnya sudah mencapai 553 orang atau 7,78 persen per hari Kamis (11/6/2020).
Menurut dr Windhu Purnomo, penyebab pertama proporsi di Jatim tertinggi dibanding provinsi lain.
"Pertama kematian terjadi, pertama, mereka yang postif tidak semua punya resiko meninggal.
Jadi satu kemungkinan memang proporsi di Jatim tertinggi dibanding provinsi lain," kata dr Windhu saat dihubungi, Sabtu (13/6/2020).
Menurut dr Windhu Purnomo, peyumbang angka kematian tertinggi adalah lanjut usia (lansia), orang menderita penyakit penyerta selain covid-19 atau komorbid dan anak-anak.
Kedua, kapasitas bed (kasur) isolasi rumah sakit yang tidak sebanding dengan pasien covid-19.
Hal ini lah yang menyebabkan, perawatan tidak berjalan optimal.
"Kedua hilir yang tidak siap.
Hilir itu rumah sakit.
Artinya perawatan tidak optimum karena memang kenyataannya, bed di rumah sakit rujukan itu over capacity," ucapnya.
Celakanya, kenyataan tersebut banyak terjadi di rumah sakit yang ditunjuk menangani pasien penderita Virus Corona.
Bahkan, tak jarang pula pasien bergejala sedang atau pun berat tidak bisa dirawat di rumah sakit karena kapasitas penuh.
"Contoh ada 20 pasien positif (corona) gejala sedang dan berat, tapi tidak bisa masuk rumah sakit.
Lah berarti kan 20 orang ini resiko tinggi meninggal," ucapnya.
• Setelah PSBB Surabaya Berakhir, Protokol Kesehatan Rumah Ibadah dan Mal Jadi Perhatian Risma
Seharusnya, kata dr Windhu, setiap rumah sakit rujukan menyediakan bed isolasi yang jumlahnya melebihi dari pasien yang diperkirakan.
"Di Jatim itu sudah jumlah yang potensial akan dirawat itu sudah melebihi kapasitas nol koma sekian.
Harusnya persediannya 1,2 persen.
Jadi kalau yang akan dirawat 100 orang, bednya harus 120.
Lah ini tidak, yang dirawat 100 orang tapi yang dipunya 80 persen dari itu.
Artinya tidak akan cukup," jelasnya.
"Jadi artinya penularan di Jatim terutama Surabaya terlalu tinggi karena tidak semua pasien tertampung.
Itu yang menyebabkan besarnya kematian," imbuhnya.
Selain itu, dr Windhu Purnomo juga menilai masyarakat masih kurang memahami arti sebenarnya maksud dari masa transisi.
"Itu kalau bahasa Surabaya, saya sebut masa cul-culan. Jadi masa orang lepas bebas.
Masyarakat tidak tahu bedanya transisi dan bukan transisi. Itu kan seharusnya persiapan kita menuju new normal," kata dr Windhu saat dihubungi, Sabtu (13/6/2020).
Dalam masa persiapan berkebiasaan baru, kata dr Windhu, banyak masyarakat yang malah abai terhadap protokol kesehatan dalam pencegahan penularan Virus Corona.
"Di jalanan, di pasar atau di mana pun berapa persen yang pakai masker. Nah jadi itu new normal. Ya sudah normal seperti tidak terjadi apa-apa," ucapnya.
Saat ditanya, penyebab masyarakat tak mengindahkan protokol kesehatan, dr Windhu mengatakan, karena aturan yang diberlakukan pemerintah tidak diimbangi dengan kejelasan sanksi.
Dengan begitu, peraturan tak akan berjalan maksimal jika tidak dibarengi dengan regulasi yang pas.
"Sanksi tidak ada.
Di Surabaya aja loh Perwali yang baru, gak ada gregetnya blas toh. Jadi peraturan itu tidak ada yang greget buat orang patuh," ujarnya.
Seharusnya, kata dr Windhu, jika Surabaya sudah berniat mengakhiri PSBB, tetap diimbangi dengan aturan yang lebih tegas.
"Okelah kalau masyarakat sudah alergi dengan PSBB. Ya ganti sebutannya new normal atau apa, tidak apa-apa.
Tapi aturan yang dibuat harus ada sanksi. Di Sidoarjo, Gresik sudah mulai tegas, pelanggar aturan protokol ada denda. Ini Surabaya malah gak gitu-gitu bingung saya," tutupnya.
(Tony Hermawan/Putra Dewangga/Surya.co.id)
(*)
IKUTI >> Update Virus Corona