Korea Utara & Amerika Serikat Memburuk, Anak Buah Kim Jong Un Sindir Pertemuan dengan Donald Trump
Hubungan Korea Utara & Amerika Serikat memburuk, anak buah Kim Jong Un sindir pertemuan dengan Donald Trump tak membuahkan hasil
Penulis: Cornel Dimas Satrio | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Hubungan Korea Utara & Amerika Serikat memburuk, anak buah Kim Jong Un sindir pertemuan dengan Donald Trump tak membuahkan hasil.
Kecaman terhadap Amerika Serikat kembali dilontarkan Korea Utara lantaran pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong Un dua tahun lalu tak ada hasil memuaskan.
Kecaman sekaligus sindiran Korea Utara ini dilontarkan anak buah Kim Jong Un, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Son Gwon.
• Facebook dan Twitter Hapus Video Kampanye Donald Trump Soal Kasus George Floyd, Kena Gugat Hak Cipta
• Korea Utara Ancam Amerika Serikat, Jangan Ikut Campur Urusan AntarKorea Jika Ingin Pilpres Lancar
• Kim Jong Un Tertangkap Kamera Lempar Senyum Lebar, Muncul Pimpin Rapat Partai Buruh Korea Utara
Serangan itu merupakan penghinaan bagi Presiden Amerika Serikat, yang selalu menggemborkan hubungannya dengan Pyongyang sebagai kunci sukses pemerintahannya.
Baik Donald Trump dan Kim Jong Un pertama kali bertemu di Singapura pada Juni 2018, dengan total mereka sudah melangsungkan tiga pertemuan.
Namun seperti dilansir BBC Jumat (12/6/2020), hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat belum mengalami peningkatan sejak pertemuan terakhir di desa perbatasan Panmunjom.
Dalam peringatan dua tahun, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Son Gwon, menyatakan mereka sempat berharap besar saat dua pemimpin bertemu.
"Namun, harapa yang membubung tinggi seiring dengan perhatian dunia dua tahun lalu, kini tenggelam dalam keputusasaan," keluh Ri Son Gwon.
Bahkan, ujar dia dikutip KCNA, sinar tipis optimisme akan kemakmuran di Semenanjung Korea memudar dalam mimpi buruk yang kelam.
Korea Utara menekankan, mereka tidak akan memberikan lagi agenda apa pun kepada presiden ke-45 Amerika Serikat selama tidak ada balasan yang setimpal.
"Pertanyaannya adalah apakah tetap dibutuhkan jabat tangan seperti yang terjadi di Singapura," jelas Ri, yang menambahkan tak ada peningkatan dalam relasi personal dua pemimpin.
Sang menteri luar negeri menyatakan, mereka akan membangun kekuatan militer mumpuni "untuk membendung ancaman yang sudah lama dilakukan Amerika Serikat".
• Misteri Keberadaan Pemimpin Korea Utara, Video Detik-detik Kim Jong Un Bicara pada Tubuh Pengganti
Tak ada kemungkinan
Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un, dipandang sebagai terobosan terbesar dalam sejarah dua negara, terjadi dengan keduanya sepakat melakukan denuklirisasi.
Dalam pertemuan kedua di Hanoi Februari 2019 berakhir tanpa kesepakatan, karena kedua pihak tak sepakat mengenai proses denuklirisasi.
Ketidaksepakatan itu muncul karena Washington menolak mencabut sanksi, dan bersikeras baru melakukannya jika Korea Utara menyerahkan seluruh senjatanya.
Setelah itu, hubungan kedua negara memburuk.
Korea Utara bahkan memutuskan menghilangkan komunikasi dengan Korea Selatan.
Negara komunis tersebut melanjutkan uji coba senjata pasca-kolapsnya perundingan, dengan pakar memandangnya sebagai tekanan bagi Amerika Serikat.
Dalam perkembangan terbaru, Pyongyang memutuskan mencabut seluruh jalur komunikasi dengan Korsel, termasuk hotline antara Kim Jong Un dan Presiden Moon Jae-in.
Ancam Amerika Serikat
Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat pada Kamis (11/6/2020) yang ikut mengkritisi keputusannya memutus saluran komunikasi dengan Korea Selatan.
Dilansir AFP, Pyongyang memperingatkan Washington agar tidak ikut campur dalam hubungan Korea Utara- Korea Selatan jika ingin pemilu presiden Amerika Serolat berjalan lancar.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kantor berita KCNA, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengecam sikap Amerika Serikat.
Menurut laporan tersebut sikap Amerika Serikat kerap 'merugikan pihak Korea Utara dari belakang' sebagai sikap yang 'menjijikkan'.
Washington diperingatkan untuk 'tidak bicara dan ikut campur lebih dahulu dalam hubungan internal antar Korea' ungkap Kwon Jong Gun, Direktur Jenderal dari Departemen Humas Amerika Serikat.
Hal ini disampaikan guna mengancam keberlangsungan pemilu presiden Amerika Serikat pada November mendatang.
Ancaman implisit itu disampaikan satu hari sebelum peringatan dua tahun pertemuan antara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura.
Seelumnya pada pertemuan dua tahun lalu, Kim Jong Un dan Donald Trump tampak bertatap dan berjabat tangan untuk pertama kalinya.
Negosiasi tentang program nuklir Korea Utara telah menemui jalan buntu sejak gagalnya pertemuan kedua Trump dan Kim di Hanoi tahun lalu.
Pakar analis menyebutkan pihak Pyongyang tidak mengambil langkah-langkah substantif untuk menyerahkan senjata tapi kebuntuan itu membuat mereka frustrasi atas kurangnya konsesi.
Ditambah dengan adanya aktivitas pembelot dan aktivis di perbatasan Korea Selatan-Korea Utara yang menyebar pesan propaganda anti-Kim atau anti Pyongyang.
Hal itu mengubah kemarahan Korea Utara terhadap Korea Selatan daripada Amerika Serikat, dengan sikap negara Kim Jong Un yang melakukan serangkaian tes senjata dalam beberapa bulan terakhir.
• Memanas! Indonesia Pasti Kena Imbasnya, Jika Amerika Serikat dan China Perang di Laut China Selatan
• Eks Kepala BAIS Beber Dampak Bagi Indonesia Jika Amerika vs China Tempur di Laut China Selatan
Sejak pekan lalu, hal itu telah menjadi serangkaian isu pedas dengan Korea Selatan dan pada Selasa kemarin pihak Korea Utara mengumumkan pemutusan semua saluran komunikasinya dengan tetangganya itu.
Keputusan itu direspons oleh AS sebagai keputusan yang 'mengecewakan'.
Seoul dan Washington sendiri memang merupakan sekutu dalam keamanan dan Amerika Serikat sendiri menempatkan 28.500 tentaranya di perbatasan Korea Selatan untuk melindungi negara itu dari tetangganya.
Pyongyang dikenai beberapa sanksi dari Dewan Keamanan PBB atas program senjata yang dilarang tapi justru malah melakukan serangan uji senjata pada beberapa bulan terakhir.
Uji senjata Pyongyang dikatakan pihak mereka sendiri sebagai sistem peluncuran roket ganda meski Jepang dan Amerika Serikat menyebut senjata itu sebagai rudal balistik.
(*)