5 Kejanggalan Kasus Penyerangan Novel Baswedan Versi Pukat UGM, Dugaan Ada Aktor Intelektual Menguat

Salah satu yang dinilai sangat janggal adalah tuntutan 1 tahun hukuman oleh jaksa kepada pelaku kasus penyiraman Novel Baswedan.

Editor: Doan Pardede
Tribunnews/Herudin
KEJANGGALAN KASUS NOVEL - Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan memasuki babak lanjutan penanganan perkara tersebut. Setelah pelaku penyiraman air keras hanya dituntut 1 tahun penjara, begini sindiran Novel Baswedan pada Jokowi yang ditulis di Twitternya 

Alil-alih mengambil pilihan itu, jaksa justru menuntut hukuman hanya satu tahun penjara.

Hal ini dinilai Pukat mencederai keadilan karena bertentangan dengan adagium hukum restitutio in integrum, yaitu hukum seharusnya menjadi instrumen untuk memulihkan kekacauan di masyarakat.

Tuntutan ringan dalam kasus penyerangan terhadap aparat penegak hukum yang menangani kasus-kasu antikorupsi dapat menimbulkan ketakutan kepada aparat penegak hukum lain yang berusaha menegakkan keadilan.

Pihaknya menilai, tuntutan jaksa pada kasus Novel tersebut tergolong sangat ringan dibandingkan kasus penyiraman air keras lain.

Dalam kasus Lamaji yang menyiram air keras ke pemandu lagu di Mojokerto pada 2017, misalnya, dakwaan JPU menggunakan alternatif gabungan dengan tuntutan 15 tahun penjara.

5. Aktor intelektual dan motif tidak diungkap

Seperti diketahui, terdakwa menyatakan bahwa tindakannya dilandasi rasa tidak suka terhadap Novel karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.

Menurut Zaenur, motif tersebut tidak kuat.

Sebab, terdakwa tidak memiliki hubungan dan tidak pernah bertemu dengan Novel.

Di sisi lain, Novel pun tak pernah menangani kasus yang melibatkan terdakwa.

Atas dasar itu, muncul dugaan adanya aktor intelektual di belakang kasus ini, mengingat jejak Novel sebagai penyidik KPK dalam menangani kasus-kasus besar.

"Berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta setidaknya terdapat enam kasus yang dinilai berpotensi menimbulkan balas dendam terhadap Novel. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berhasil diungkapkan dalam proses persidangan," kata Zaenur.

Melihat tuntutan jaksa tersebut, pihaknya menganggap bahwa harapan terakhir untuk memperoleh keadilan dalam kasus Novel sepenuhnya terletak pada Majelis Hakim.

Tuntutan jaksa yang dibalut dengan berbagai kejanggalan itu tidak tepat jika dijadikan satu-satunya rujukan dalam menjatuhkan putusan.

Zaenur pun berharap agar hakim mampu melihat kasus ini secara keseluruhan dan mempertimbangkannya secara obyektif.

"Selain itu, hakim juga diharapkan memberi putusan yang seadil-adilnya tak hanya bagi korban, tetapi juga bagi rasa keadilan masyarakat," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Kejanggalan dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Pukat UGM"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved