Pertamina Berencana Hapuskan Bensin Premium dan Pertalite dari Daftar Jual di SPBU
Pertamina berencana untuk menghapuskan bensin premium dan Pertalite di SPBU. Rencana ini diambil seiring dengan keinginan untuk mengurangi emisi
TRIBUNKALTIM.CO - Pertamina berencana untuk menghapuskan bensin premium dan Pertalite di SPBU.
Rencana ini diambil seiring dengan keinginan untuk mengurangi emisi gas karbon.
Serta menghapus bahan bakar yang tidak ramah lingkungan
Hal ini dikatakan oleh Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.
Rencananya Pertamina yang akan menghapus bensin atau bahan bakar minyak ( BBM ) yang tidak ramah lingkungan agar sejalan dengan kesepakatan pemerintah untuk mengurangi emisi gas karbon.
Kesepakatan itu ada di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2017 mengenai batasan Research Octane Number (RON).
• Mahfud MD Beberkan Sikap Jokowi Soal RUU HIP dan Tap MPRS 25 Tahun 1966 Tentang Komunis dan Marxisme
• Puan Maharani Soroti Kebijakan Nadiem Makarim Buka Sekolah di Zona Hijau, Singgung Peran Orangtua
"Jadi ada regulasi KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang menetapkan bahwa untuk menjaga emisi karbon itu, menjaga polusi udara ada batasan di RON berapa gitu, di kadar emisi berapa," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Senin (15/6/2020).
Berdasarkan Peraturan KLHK Nomor P.20 Tahun 2017, Indonesia sudah harus mengadopsi kendaraan BBM berstandar Euro 4 sejak 10 Maret 2017.
BBM yang memenuhi standar Euro 4 adalah bensin dengan Research Octane Number (RON) di atas 91 dan kadar sulfur maksimal 50 ppm.
Sementara itu, bensin Pertamina yang berada di bawah RON 91 ada Pertalite dengan RON 90 dan Premium RON 88.
Jika berpatokan pada aturan tersebut, Premium dan Pertalite tidak sesuai standar karena masih di bawah aturan Euro 4.
• Anies Baswedan Beber Indikator Epidemiologi Covid-19 di Masa Transisi, Bakal Kembali ke PSBB Lama?
Wacana bensin Premium dihapus sebetulnya bukan usulan baru.
KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel) mengusulkan bensin Premium 88 dihapus karena tidak sesuai teknologi otomotif sekarang.
"Masa kita menggunakan BBM yang kualitasnya zaman 50 tahun yang lalu? Mending dihapus sekalian karena kalau digunakan, kendaraan kita akan cepat rusak," ungkap Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di Gedung Sarinah, Jakarta, 2018 lalu.
Lebih dari tiga tahun lalu, tepatnya pada 23 Desember 2014, Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri pernah merekomendasikan agar impor BBM jenis RON 88 atau Premium dihentikan.
"Sesuai rekomendasi Tim, intinya premium RON 88 itu dihapus, hilang, tidak lagi dijual di SPBU. Buat apa? Di market hanya ada RON 92 ke atas," tegas Faisal.
Alasannya, sudah hampir tak ada lagi negara di dunia ini yang memproduksi bensin RON 88.
Selama ini, Pertamina mengimpor bensin RON 92 untuk diturunkan kualitasnya jadi RON 88.
Caranya mencampur bensin RON 92 dengan naphta sehingga jadi RON 88 namun membuat harga Premium jadi tinggi.
Sebelum tahun 2015, Premium termasuk BBM bersubsidi, tetapi harga tinggi membuat biaya subsidi menjadi tinggi.
Maka, Tim Reformasi Migas ketika itu merekomendasikan agar bensin Premium diubah jadi RON 92 alias Pertamax.
Namun, Pertamina belum bisa menghapus Premium karena kilang-kilang Pertamina belum siap mengganti Premium dengan Pertamax.
Premium baru bisa dihapus setelah Pertamina menyelesaikan 4 proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan 2 kilang baru (Grass Root Refinery/GRR).
Alasan Pertamina tidak menurunkan harga BBM meski harga minyak mentah dunia turun
Turunnya harga minyak mentah dunia tak kunjung buat harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia ikut goyah.
PT Pertamina sendiri masih belum memberikan kabar gembira terkait penurunan harga bbm meskipun harga minyak mentah dunia telah berada di angka minus.
• Commitment Fee Program Andalan Anies Baswedan Naik 10 Persen Tiap Tahun, Tertunda Virus Corona
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, harga BBM bisa saja diturunkan dengan memilih biaya produksi yang lebih rendah, yakni meningkatkan impor minyak murah dan memangkas produksi, atau bahkan menutup sektor hulu migas.
"Tapi, kemudian kalau hulu migas ditutup, kilang-kilang ditutup, kita akan kembali lagi ke zaman dulu, tergantung dengan impor," katanya dalam sebuah diskusi virtual, Senin (15/6/2020).
Dengan ditutupnya kilang, maka tujuan pemerintah untuk menciptakan kemandirian energi tidak akan terealisasi.
"Bayangkan kalau kita hanya mengandalkan impor yang katanya di luar negeri itu murah. Oke kita andalkan impor, enggak usah kita memproduksi sendiri. Kalau ternyata negara tersebut terjadi lockdown enggak bisa mengirimkan BBMnya?" tutur Nicke.
Lebih lanjut, Nicke mengakui, harga minyak produksi dalam negeri sempat jauh lebih mahal ketimbang impor.
Namun, sebut dia, perlu ada perhitungan panjang untuk memutuskan meningkatkan impor demi menciptakan harga BBM yang lebih murah.
"Waktu itu ketika harga minyak naik tiga bulan kita menunggu untuk menaikkan harga, tidak serta-merta," ujarnya.
Oleh karena itu, Nicke menekankan, masyarakat tidak dapat membandingkan secara langsung pergerakan harga BBM nasional dengan tetangga.
"Kecuali kalau kita memang ini trader ya trading company. Trading company mudah sih beli jual beli jual. Tapi, apa kabarnya dengan ketahanan dan kemandirian energi," ucapnya.
• Kabar Terbaru Kemendikbud, Kurikulum Tak Harus Dituntaskan, Guru Diminta Buat Assesment Begini
Respon Dahlan Iskan
Dilansir oleh kompas.com, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan membeberkan sejumlah alasan yang membuat Pertamina masih enggan turunkan harga BBM di SPBU.
Salah satunya terkait regulasi harga BBM dari pemerintah hingga soal operasional kilang dan sumur minyak.
"Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dollar AS/barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp 5.000/liter," kata Dahlan dikutip dari Disway.id, Sabtu (2/5/2020).
Dahlan mengatakan penurunan harga dan jumlah konsumsi yang anjlok tak serta merta bisa membuat Pertamina menghentikan operasi kilang minyaknya.
Hal ini juga sangat terkait dengan bisnis di sektor hulu dan hilir migas.
"Kita harus memahami bahwa Pertamina itu juga memiliki kilang sendiri dan sumur minyak sendiri. Kilang itu memerlukan biaya operasi.
Sumur minyak itu harus dijaga jangan sampai mati. Semua itu perlu biaya. Kita lah yang bisa jadi donaturnya," ujar dia.
Apa yang terjadi pada bisnis hulu dan hilir minyak ini pula yang membuat harga minyak di AS sampai minus.
Ini lantaran pembeli minyak sangat sedikit, di sisi lain tangki-tangki penyimpanan minyak sudah penuh.
"Itulah persoalannya. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu akan meluber ke mana-mana. Mencemari bumi manusia.
Sumur minyaknya sendiri akan terus mengalirkan minyaknya ke tangki. Tidak bisa ditutup. Kalau krannya diputer mati, kran itu akan jebol, kena tekanan," ujar Dahlan.
Pilihan menutup sumur minyak juga bukan opsi menguntungkan.
Menutup sumur agar biaya operasi tak lagi keluar, malah akan mematikan sumur minyak.
Butuh biaya lagi untuk menemukan dan mengebor sumur baru lagi.
"Mematikan sumur itu pun perlu biaya. Kan lebih baik biarlah terus mengalir, dengan harapan masih ada yang mau membeli. Kilang minyak pun harus jalan terus.
Kalau dimatikan biaya mematikannya juga besar. Dan itu bisa membuat kilangnya almarhum," ungkap Dahlan.
"Jadi Pertamina harus tetap mengoperasikan sumur-sumurnya. Dengan biaya dari Anda semua.
Pertamina juga harus tetap menjalankan kilang-kilangnya. Dengan biaya dari Anda semua," kata dia lagi.
Dahlan menganalogikan, harga minyak yang dijual di SPBU Pertamina saat ini ibarat bersedekah.
Ini karena Pertamina perlu menutup biaya yang keluar dari operasionalnya di hulu dan hilir saat harga minyak anjlok.
"Di bulan ramadan ini kita bisa lebih banyak bersedekah. Sedekah terbesar kita ya ke Pertamina itu.
Kita justru harus iba kepada Pertamina. Pendapatannya yang besar itu tidak bisa lebih besar lagi. Kasihan.
Itu akibat yang beli bensin tidak sebanyak sebelum Corona. Turun hampir 50 persen, seperti dikatakan direksinya," jelas dia.
(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Motorplus-online dengan judul "Bensin Premium dan Pertalite Akan Dihapus Ini Alasan Kuatnya"
Berita ini telah tayang di Tribunewswiki dengan judul Pertamina akan Menghapus Bensin Premium dan Pertalite, Ini Alasannya