Gagal PPDB DKI Jakarta 2020? Orangtua Jangan Langsung Panik, Bisa Lakukan Ini Mencegah Siswa Depresi
Polemik dalam proses penerimaan peserta didik baru atau PPDB DKI Jakarta 2020 via jalur zonasi masih belum selesai.
TRIBUNKALTIM.CO - Sejumlah orangtua menyiapkan strategi cadangan bila anak mereka tak diterima di sekolah negeri melalui jalur Penerimaan Peserta Didik atau Baru PPDB DKI Jakarta 2020.
Ada juga yang memilih bersekolah di sekolah swasta bila gagal PPDB Jakarta 2020 .
Sebagian yang gagal PPDB DKI Jakarta 2020 lebih untuk menunggu jadwal PPDB DKI Jakarta 2021 selanjutnya.
Lidya W, orangtua seorang calon murid, mengatakan akan menunggu satu tahun jika anaknya tak lolos di sekolah negeri melalui jalout PPDB DKI Jakarta 2020.
• PPDB Jalur Reguler Buka Sampai 2 Juli, SMKN 1 Samarinda Siapkan Posko Pengaduan, Kuota 346 Kursi
• Dinas Pendidikan Kutai Kartanegara Bantah Website Pendaftaran PPDB Online Gangguan
• PPDB Online Penajam Paser Utara, Kecamatan Sepaku Paling Lancar Jaringannya
• hasil PPDB Bandung 2020 Terbaru Login ppdb.bandung.go.id, Simak Pengumuman Penting Soal Daftar Ulang
Sejauh ini, anaknya sudah tak diterima di PPDB Jakarta 2020 jalur zonasi.
"Di dalam planning hidup saya, tak ada rencana sekolah di swasta. Swasta yang bagus, itu mahal. Saya tak sanggup biayanya mahal," kata Lidya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Seorang anak Lidya sudah mencoba lewat jalur zonasi di sekolah-sekolah pilihannya yaitu SMA 8, SMA 26, SMA 54, SMA 3, SMA 55, dan SMA 100 tetapi tidak lolos.
Anaknya berumur 15 tahun 5 hari dan tinggal di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Syahreza PG , orangtua lainnya sudah menyiapkan pilihan dua sekolah swasta di Jakarta jika anaknya tak lolos PPDB DKI 2020 jenjang SMA.
Hari ini, anaknya tengah menjalani ujian online untuk masuk sekolah swasta.
"Baru daftar dua sekolah swasta," kata Syahreza atau Reza. Ia sudah berancang-ancang mendaftarkan anaknya ke swasta di tengah PPDB DKI Jakarta 2020.
Reza mengatakan, anaknya belum mengikuti PPDB DKI Jakarta 2020 jalur prestasi.
• Berita Terbaru Gaji 13 PNS TNI Polri dan Pensiunan, Kemenkeu Minta Maaf, Kapan Sebenarnya Dicairkan?
• ILC TV One Tadi Malam Sujiwo Tejo Merasa Aneh, Kok Video Jokowi Ngambek ke Anak Buah Dipublish?
"Belum daftar ke mana-mana. Saya bisa lihat daftar SMA yang masih bisa terima anak saya," kata laki-laki yang bekerja di bindang IT itu.
Ia memilihkan anaknya sekolah swasta yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya.
Reza sendiri tinggal di bilangan Otista, Jakarta Timur.
"Dalam kota saja. Saya mau yang tak jauh (dari rumah)," ujarnya. PPDB DKI Jakarta 2020 kini memasuki tahap seleksi via jalur prestasi.
Sebelumnya, DKI Jakarta telah melakukan PPDB jalur afirmasi, zonasi, inklusi, dan prestasi non-akademik.
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 jalur zonasi menyisakan kesedihan dan kekecewaan untuk anak-anak. Anak-anak menangis dan mudah marah karena tersingkir dari sekolah pilihan meskipun dekat dari rumah.
Polemik PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi, Siswa Menangis Berhari-hari hingga Banyak Diam
Linda Widyasari, orangtua dari peserta PPBD DKI Jakarta 2020 jenjang SMA, mengatakan, anaknya tidak diterima di sekolah di sekitar rumahnya. Ia tinggal di daerah Bukit Duri Selatan, Tebet, Jakarta Selatan.

"Sekarang anak pasrah. Waktu pengumuman lewat usia ya menangis berhari-hari," kata Linda saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Anaknya, Naira Callista Maheswaril, ikut PPDB DKI Jakarta 2020 jalur zonasi ke SMA 8, 26, dan 54.
Nilai rapor Naira di SMP 115 pada semester I-V rata-rata 9.
• Edaran Walikota Balikpapan Soal Pendatang Wajib Swab tak Diperpanjang, Diganti Instruksi Gubernur
• Polisi Ganteng AKP Priyo Tolak Laporan Anak yang akan Penjarakan Ibu Kandung, Kini Dapat Penghargaan
"Ke SMA 8 jarak dari rumah ke sekolah 1,3 kilometer. Tapi, anak saya terpental ke sekolah di zona mana pun yang ada di zonasi saya," lanjut Lindya yang berusia 15 tahun 5 hari pada hari ini.
Naira bercerita, ia menangis sejak awal pendaftaran PPDB DKI Jakarta 2020.
Ia memilih SMA 8, 26, dan 54 lantaran dekat dari rumah dan memiliki kualitas yang bagus.
"Saya enggak mungkin jauh dari rumah saya. Saya sudah berharap banget, yang dekat dan lumayan kualitasnya. Umur saya masih muda," ujar Naira saat berbincang dengan Kompas.com.
Naira mengatakan sudah lelah belajar untuk mempersiapkan PPDB DKI 2020. Menurut dia, kesempatan sekolah di dekat rumah adalah haknya.
"Jangan usia yang diduluin. Kan zonasi, jadi harusnya pakai jarak," tambahnya.
Orangtua siswa lainnya, Syahreza Pahlevi Ginting, mengatakan, anaknya terlihat ada perubahan setelah PPBD DKI 2020 jalur zonasi.
Anaknya terlihat banyak diam dan merasa kecewa.
"Dan yang pasti seperti tak ada semangat. Sebelumnya, ada semangat dan pejuanglah saya lihat," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Ia mengatakan, anaknya juga terlihat gampang marah dan tak bersuara jelas saat diajak berbincang.
Anaknya yang berumur 14 tahun 11 bulan ini kini sulit diatur.
Biasanya bila ditegur Reza, anaknya menurut.
Reza tinggal di bilangan Otista, Jakarta Timur. Pilihan SMA-nya yaitu SMA 8 dan 26.
"Dia (anaknya) yakin. Tapi saat di zonasi, semua SMA yang ia lihat tak ada satu pun yang masuk," tambahnya.
Zonasi tuai polemik PPDB DKI 2020 jalur zonasi menuai polemik.
Orangtua para calon peserta didik baru (CPDB) melayangkan protes bertubi-tubi lantaran jalur zonasi dianggap memprioritaskan siswa berusia tua.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana sebelumnya menjelaskan, kriteria pertama seleksi dalam jalur zonasi adalah tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
"Hal ini dilatarberlakangi oleh fakta di lapangan bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat yang mampu.
Oleh karena itu, kebijakan baru diterapkan, yaitu usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi," kata Nahdiana dalam keterangannya, Senin (15/6/2020).
"Usia yang lebih tua akan didahulukan. Sistem sekolah pun dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Karena itu, disarankan agar anak-anak tidak terlalu muda ketika masuk suatu jenjang sekolah," lanjutnya.
Ini yang Sebaiknya Dilakukan Orang Tua Saat Siswa Depresi akibat Polemik PPDB
Polemik dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) via jalur zonasi di DKI Jakarta masih belum selesai.
Di sisi lain, sejumlah siswa disebut-sebut mulai merasa depresi lantaran belum juga mendapat sekolah untuk tahun ajaran baru.
Bahkan, Komnas Perlindungan Anak (PA) menerima laporan dari orangtua siswa bahwa terjadi sejumlah upaya percobaan bunuh diri yang dilakukan para siswa yang tertekan akibat tidak juga mendapatkan sekolah.
Kecemasan tentu tidak hanya mendera para siswa, namun juga orangtua.
Aksi protes mereka lakukan mulai dari mendatangi Komisi X DPR RI hingga kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jakarta.
Dalam audiensi di Komisi X DPR RI, Selasa (30/6/2020), seorang calon siswi SMA menangis di depan para anggota DPR RI.
Dia mengaku tidak diterima karena kalah dari siswa yang lebih tua usianya.
Dikutip dari Kompas.com (7/1/2020), siswi berusia 14 tahun itu dinyatakan tidak lolos jalur zonasi meskipun tempat tinggalnya dekat dengan lokasi sekolah.
Dirinya merasa diperlakukan tidak adil dengan adanya pertimbangan jalur zonasi berdasarkan usia.
"Saya juga mau sekolah. Saya mau sistem ini diulang. Ini tidak adil bagi saya. Mungkin kami cuma anak-anak, tapi kami punya hak. Buat apa kami belajar tiga tahun, lalu melanjutkan sekolah itu pakai umur?" ujar dia
Anak stres adalah wajar
Melihat fenomena yang terjadi, psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Anava, Maya Savitri menyebut stres atau depresi yang dialami oleh sebagian siswa-siswi di DKI Jakarta merupakan sesuatu yang wajar.
"Sangat wajar anak-anak stres karena tidak mendapat sekolah sesuai harapannya. Karena anak-anak yang mendaftar tersebut jelas punya harapan besar. Misalnya rumah dekat dengan sekolah lewat zonasi tapi ternyata gagal karena faktor usia," kata Maya kepada Kompas.com, Selasa (30/6/2020).
Harapan yang tidak terpenuhi ini menjadi begitu mengecewakan, menurut Maya bisa jadi dipicu oleh minimnya sosialisasi yang diberikan pihak terkait soal syarat usia ini.
Semestinya suatu kebijakan diberitahukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan agar dapat diterima dan dipahami oleh semua pihak, utamanya pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan.
"Karena mungkin sosialisasi yang tidak diberikan jauh sebelum PPDB berlangsung terutama yang berkaitan dengan usia," ujar Maya.
Orangtua harus bagaimana?

Maya menyebut orangtua yang ikut bingung dan stres dengan hal ini juga wajar, karena anak mereka belum mendapatkan sekolah untuk melanjutkan pendidikan.
Namun, menurut Maya yang terpenting adalah orangtua harus bisa membawa diri ketika berada di depan anak-anak mereka yang juga sedang mengalami tekanan tersendiri.
Orangtua atau anggota keluarga terdekat sebaiknya memberikan suntikan semangat kepada buah hati agar tetap optimis.
"Peran orangtua dan lingkungan keluarga saat ini yang penting. Mendampingi anak dan memberikan keyakinan bahwa kunci keberhasilan dan kesuksesan kelak tidak terpaku dari satu sekolah," sebut Maya.
Selain itu, orangtua tidak perlu membicarakan lebih lanjut soal PPDB di hadapan anak yang jelas-jelas tengah mengalami tekanan.
"Segera cari sekolah alternatif lain untuk ananda. Kalau dirasa anak ada perubahan perilaku yang drastis segera hubungi ahlinya untuk membantu menangani kasus ananda," ungkap Maya.
Lalu ketika para orangtua memutuskan untuk turun menyampaikan aspirasinya kepada pihak-pihak terkait, sebisa mungkin semuanya disampaikan secara bijak dan santun. Dan emosi yang diluapkan di luar jangan lagi di bawa ke dalam rumah karena akan menambah tekanan pada anak.
"Tapi ketika di rumah sebisa mungkin kontrol emosi di hadapan anak, agar anak tidak semakin ikut terpancing dengan rasa kecewanya," jelas Maya.
Sementara itu, dihubungi terpisah Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyebut pihaknya telah merespon situasi yang terjadi dengan mengirim surat kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
"Kami telah mengirimkan surat rekomendasi ke Dinas Pendidikan DKI untuk evaluasi terhadap kebijakan PPDB DKI," kata Susanto, Selasa (30/6/2020) malam.
(Sumber: Kompas.com/Ryana Aryadita Umasugi | Editor: Egidius Patnistik)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gagal PPDB DKI Jakarta 2020, Orangtua Pilih Swasta dan Tunda Sekolah", "Polemik PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi, Siswa Menangis Berhari-hari hingga Banyak Diam" dan"Ini yang Sebaiknya Dilakukan Orang Tua Saat Siswa Depresi akibat Polemik PPDB "