Untuk Menjaga Warisan tak Jatuh ke Pihak Lain Warga Kabupaten Kerinci Lestarikan Perkawinan Sedarah

Tradisi perkawinan sedarah memicu kasus stunting tinggi di Kabupaten Kerinci. Sebagian besar masyarakat Kerinci menganggap perkawinan sedarah adalah t

Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUN NETWORK
Ilustrasi pernikahan 

TRIBUNKALTIM.CO, JAMBI - Kondisi perkawinan sedarah yang terjadi di Kabupaten Kerinci juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia, namun tak "separah" tradisi di Kerinci itu. Tujuannya pun tak sama.

Peran pemerintah melalui berbagai institusi diharapkan memberikan edukasi agar masyarakat berubah pola pikirnya, lebih maju dan sehat. Perkawinan sedarah mungkin juga berpengaruh ke sektor lain, termasuk kesehatan dan kecerdasan.

Tradisi perkawinan sedarah memicu kasus stunting tinggi di Kabupaten Kerinci. Sebagian besar masyarakat Kerinci menganggap perkawinan sedarah adalah tradisi leluhur yang harus dilestarikan.

Hasil Pemantauan Status Gizi ( PSG ) Provinsi Jambi 2015-2017, Kerinci adalah kabupaten dengan prevalensi tertinggi kejadian stunting. Prevalensi kasus stunting di Kerinci pada 2015 sebesar 33,2 persen, pada 2016 sebanyak 36,1 persen dan pada 2017 sebesar 35,0 persen.

Menurut Ahli Epidemiologi Universitas Jambi, Ummu Kalsum, kasus stunting di Kerinci ini unik, perkawinan sedarah pemicu utama resiko stunting pada balita. Baru kemudian, ditambah faktor lain seperti ibu yang pendek, pengetahuan ibu dan pemberian ASI.

Baca juga; Bertemu DPRD Kaltim, DPRD Kaltara Bahas Gapura Perbatasan Kaltim-Kaltara yang Kurang Bagus

Baca juga; Di Depan Nagita, Raffi Ahmad Doakan Laudya Cyhnthia Bella dan Minta Ditelepon, Gigi Sontak Melotot

Hasil penelitian kita, kata Kalsum, menemukan di antara orang yang menikah sedarah, 77,6 persen balitanya stunting. Sedangkan orangtua yang tidak menikah sedarah, 42,9 persen balitanya stunting.

“Selisih risikonya adalah 34,7 persen. Jadi, Risiko stunting dalam perkawinan sedarah adalah sebesar 35 persen,” kata Kalsum saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).

Proporsi kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan, sambung Kalsum, yang ditemukan di Puskesmas Semurup, Kabupaten Kerinci, sebesar 57,6 persen. Dari angka itu, tambah Kalsum, orangtua yang melaksanakan perkawinan sedarah 42,4 persen.

Distribusi perkawinan sedarah, kata Kalsum, dibagi tiga, yaitu menikah dengan saudara sepupu tingkat I (dari kakek/nenek) sebesar 13,9 persen, saudara sepupu tingkat II (dari buyut) sebesar 14,6 persen, dan saudara sepupu tingkat III (dari orangtua buyut) sebesar 13,9 persen.

Orangtua yang menikah sedarah di Kerinci memiliki risiko 3,45 kali lebih besar, kata Kalsum, apabila dibandingkan dengan orangtua yang tidak melakukan perkawinan sedarah.

“Kita sarankan agar masyarakat Kerinci tidak lagi melakukan perkawinan sedarah dan memperbaiki status gizi anak perempuan. Ya, karena dia kan calon ibu,” kata Kalsum menjelaskan.

Baca juga; Bila Proyek Kilang Minyak Bontang Batal, Ini 3 Sektor Investasi Alternatif di Masa Depan

Baca juga; Berikut Nilai Gizi dan Manfaat Beras Merah Bagi Kesehatan Tubuh, Salah Satunya Mengontrol Diabetes

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved