Dibully Tiap Hari Soal Kasus Novel Baswedan, Jokowi Curhat ke Mahfud MD, Tanya Potensi Vonis Berat
Dibully tiap hari soal kasus Novel Baswedan, Jokowi curhat ke Mahfud MD, tanya potensi vonis berat
TRIBUNKALTIM.CO - Dibully tiap hari soal kasus Novel Baswedan, Jokowi curhat ke Mahfud MD, tanya potensi vonis berat.
Pengadilan telah menjatuhkan vonis 2 tahun dan 1,5 tahun penjara kepada dua pelaku penyerang penyidik KPK, Novel Baswedan.
Sebelumnya, publik dihebohkan dengan tuntutan Jaksa yang hanya menuntut pelaku 1 tahun kurungan penjara.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun tak luput dari kekesalan berbagai pihak yang tak puas atas tuntuan Jaksa kepada penyerang Novel Baswedan.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan ( Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengusutan kasus penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mahfud menceritakan, saat itu Presiden Jokowi melontakan pertanyaan kepada dirinya terkiat kasus Novel.
• MAKI Bongkar Cara Djoko Tjandra Masuk Indonesia, Dikawal Jenderal dan Lewat Jalur Tikus Kalimantan
• Catat, 15 Pelanggaran yang Diincar Polisi dan 6 Tips Hindari Tilang Saat Operasi Patuh 23 Juli 2020
• Maklumat Habib Rizieq Shihab, Tiba-tiba Minta MPR Gelar Sidang Pemakzulan Jokowi, Alasan Mengejutkan
• Daftar Kode Redeem Free Fire Terbaru Juli 2020, Ada Hadiah, Bukan Bundle Plague Doctor, Bisa Dicoba
"Saya ditanya oleh Pak Jokowi, 'Pak Mahfud bagaimana itu Pak Novel Baswedan? Saya loh yang di-bully sama orang-orang, seakan-akan saya. Padahal saya ini ga tahu urusan tuntut menuntut gitu,' itu kata presiden gitu," kata Mahfud.
Hal itu diungkapkan Mahfud dalam sesi wawancara bertajuk 'Djoko Tjandra dan Mafia Hukum Kita' bersama media Tempo, Sabtu (18/7/2020).
Saat itu, jaksa baru saja menuntut dua terdakwa penyerangan Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dengan vonis 2 tahun penjara.
Mahfud menambahkan, Presiden menegaskan bahwa tak bisa ikut campur dalam urusan tersebut.
Namun, Jokowi, kata Mahfud, memahami rasa keadilan dalam tuntutan ringan tersebut tak terpenuhi. Ia pun diminta Jokowi untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Jadi bapak presiden betul-betul tanya itu. Kenapa Pak Novel hanya dituntut satu tahun. Saya bilang ya pak nanti saya tanya, itu ada alasan hukum yang tentu diajukan oleh jaksa," ungkap Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan, Jokowi menanyakan kemungkinan vonis hakim dapat lebih berat dari tuntutan jaksa.
Mahfud pun menjawab, bahwa vonis lebih berat dari tuntutan sering terjadi, seperti yang biasa dijatuhkan oleh Hakim Artidjo Alkostar.
"Kalau dibilang tak ditemukan unsur pidana, justru dari yang bilang itu harus dicari, mungkin di situ unsur mafianya bisa diurai. Karena tak sulit menemukan unsur pidana kalau sudah terjadi hal yang seperti itu," jelas Mahfud.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada kedua terdakwa penganiayaan penyidik Novel Baswedan.
Sidang beragenda pembacaan putusan digelar di ruang sidang PN Jakarta Utara, pada Kamis (16/7/2020). Sidang pembacaan putusan digelar sekitar 8 jam.
Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette, selaku pelaku penyiram air keras kepada Novel divonis selama 2 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa selama 2 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto membacakan amar putusan di PN Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).
Rahmat Kadir terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terencana kepada Novel. Rahmat terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada saat melakukan tindak pidana, Rahmat dibantu Ronny Bugis yang mengendarai sepeda motor. Untuk Ronny Bugis, majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Hukuman itu lebih tinggi dari tuntuan Jaksa Penuntut Umum. Untuk diketahui, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete, dua terdakwa penganiayaan penyidik KPK Novel Baswedan dituntut pidana penjara selama 1 tahun.
Mereka masing-masing dituntut melakukan tindak pidana penganiayaan dengan rencana lebih dahulu yang mengakibatkan luka-luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.
Reaksi Najwa Shihab
Pembawa acara Mata Najwa, Najwa Shihab bereaksi keras terkait keputusan vonis terhadap terdakwa penyiram air keras ke Novel Baswedan.
Terdapat dua terdakwa di kasus ini, yakni terdakwa Rahmat Kadir divonis 2 tahun penjara sementara Ronny Bugis divonis 1,5 tahun penjara.
• Polri Bongkar Satu Lagi Jenderal Polisi Teledor Soal Djoko Tjandra, Lebih Parah dari Prasetijo Utomo
• Daftar Kode Redeem Free Fire Terbaru Juli 2020, Ada Hadiah, Bukan Bundle Plague Doctor, Bisa Dicoba
• Resmi Dicopot Kapolri Berikut Profil Brigjen Prasetijo Utomo, Seangkatan Kabareskrim & Krishna Murti
• BURUAN! Ini kode Redeem Free Fire Juli 2020 dan Cara Daftar Free Fire Advance Server, Waktu Terbatas
Rahmat, terdakwa divonis dua tahun penjara karena melakukan penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan dengan menyiramkan air keras.
"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa Rahmat Kadir Maulente terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat."
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama 2 tahun," papar hakim ketua Djuyamto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Petojo Utara, Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).
Rahmat diyakini bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, jaksa menuntut Rahmat Kadir dengan hukuman 1 tahun penjara.
Jaksa menilai Rahmat terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan dengan menyiramkan air keras.
Adanya keputusan ini menuai pro kontra di masyarakat.
Najwa Shihab bahkan turut buka suara terkait keputusan vonis tersebut.
Dilansir dari kanal YouTubenya pada Jumat (17/7), Najwa Shihab menuturkan, keputusan tersebut tergolong ringan namun terdengar seperti hukuman seumur hidup bagi pemberantasan korupsi.
"3 tahun lebih bergulir dan berbagai pihak melakukan pengusutan serta pemburuan pelaku.
Pemerintah sampai membentuk tim ad hoc pencari fakta, namun semuanya berakhir dengan pemberian keputusan tanpa efek jera," ucap Najwa Shihab.
Najwa menilai, tuntutan dan perlawanan membongkar aktor intelektual di balik kasus ini setelah adanya vonis maka akan dimentahkan begitu saja.
"Tuntutan dan perlawanan membongkar aktor intelektual akan dimentahkan begitu saja. Dengan dalil sudah diproses secara hukum. Novel hanya satu dari sekian penegak hukum di Indonesia tetapi kita tahu kasusnya tak berdiri sendiri."
"Dia menjadi bagian dari rentetan gejala kasat mata, sejarah tak mengenal pengandaian tetapi pengandaian merupakan metode pemerluas perspektif kita," terang Najwa Shihab.
Lebih lanjut, Najwa menjelaskan dengan adanya perspektif maka setiap masyarakat bisa menghadapi dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi di masa depan.
"Itulah kemungkinan kita harus membayangkan kondisi 10 tahun mendatang, gejalanya jelas ada. Indikasinya juga nyata. Mungkin ada yang menganggapnya berlebihan tapi apa yang salah dengan kecemasan?"
• Bukan Ibrahimovic, Jimat Keberuntungan AC Milan Ada Pada Pemain Ini
• Kekasih Dilamar Orang, BG Terancam Masuk Bui, Ini Sebabnya
"Cemas tanda kita khawatir akan masa depan dan mencegahnya selagi masih mampu. Kecemasan dan pengharapan seperti dua sisi mata uang niscaya membayangi usaha memperbaiki Negeri ini. Semoga Indonesia akan baik-baik aja hari ini dan sampai kapanpun," tegas Najwa Shihab.
Tak hanya itu, Najwa Shihab meminta agar masyarakat bisa membayangkan kondisi Indonesia saat 10 tahun mendatang.
"Bayangkan wajah hukum yang makin mirip sandiwara, persidangan bergaya opera yang dituntun bukan oleh kitab undang-undang tetapi oleh skenario yang bisa dirancang siapa saja. Apakah KPK masih ada pada 2030?" papar Najwa Shihab.
Najwa tampak begitu mengkritisi kondisi hukum saat ini lantaran vonis terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan hanya dua tahun.
"Masihkah kita melihat gedung merah putih yang sama, yang mampu menjulangkan harapan seperti dulu? Beberapa orang termasuk saya, mungkin kalian hanya melihat gedung kusam, berdebu. Yang sama tak menariknya dengan gedung seniornya."
"Aktivis dan pegiat hati-hati membangun barisan karena ancaman, peretasan, serangan pribadi dan penganiayaan telah menjadi rutin. Bahkan sekadar peduli juga dibayangkan ketakutan. Kalimat lawan korupsi itu hanya bisik-bisik, bukan lantang," papar Najwa Shihab.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Curhat ke Mahfud MD Soal Kasus Novel Baswedan, ''Saya Loh yang Di-bully Sama Orang-orang'', https://www.tribunnews.com/nasional/2020/07/18/jokowi-curhat-ke-mahfud-md-soal-kasus-novel-baswedan-saya-loh-yang-di-bully-sama-orang-orang?page=all.