Djoko Tjandra Ditangkap
Kapolri Idham Azis Diperintah Jokowi Tangkap Djoko Tjandra di Malaysia, Listyo Sigit Beri Penjelasan
Kapolri Idham Azis diperintah Presiden Jokowi tangkap Djoko Tjandra di Malaysia, Listyo Sigit Prabowo beri penjelasan, Polri jawab keraguan.
TRIBUNKALTIM.CO - Kapolri Idham Azis diperintah Presiden Jokowi tangkap Djoko Tjandra di Malaysia, Listyo Sigit Prabowo beri penjelasan, Polri jawab keraguan.
Buron kelas kakap sejakigus terpidana kasus pengalihan utang atau cessie Bank Balim Djoko Tjandra berhasil dicokok Polri.
Penangkapan Djoko Tjandra itu sekaligus mengakhiri pelarian 11 tahun setelah kabur ke luar negeri sejak 2009.
• Setelah Anita Kolopaking Tersangka, Polri Tangkap Djoko Tjandra, Listyo Sigit Jemput ke Malaysia
• Anita Kolopaking Tersangka, Ini Profil & Nasibnya Akibat Kasus Djoko Tjandra, Gelarnya tak Main-main
• Mata Najwa Ungkap Editor Metro TV Yodi Prabowo Sempat Edit Berita Djoko Tjandra Sebelum Tewas
Bareskrim Polri berhasil menangkap buronan korupsi Djoko Sugiarto Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Kamis (30/7/2020).
Di balik penangkapan itu, ada perintah langsung dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) kepada Kapolri Jenderal Idham Azis.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra menjadi biang kerok dari problem yang menimpa institusi Polri belakangan ini.
Pasalnya kasus pelarian DJoko Tjandra hingga sempat berada di Indonesia, turut menyeret sejumlah Perwira polisi berstatus Jenderal.
Tak ingin institusinya tercoreng dan terus mendapat sorotan kritik, Kapolri Idham Azis bergerak cepat setelah mendapat perintah dari Presiden Jokowi untuk menangkap Djoko Tjandra.
Hal ini diungkapkan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo yang turut menjemput Djoko Tjandra di Malaysia.
"Bapak Presiden memerintahkan untuk mencari keberadaan Djoko Tjandra dimana untuk dituntaskan.
Atas perintah tersebut, Bapak Kapolri lalu membentuk timsus dan kemudian secara intensif mencari keberadaan Djoko Tjandra," kata Listyo Sigit Prabowo di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Setelah diselidiki Bareskrim, jajaran Listyo Sigit Prabowo itu kemudian mengetahui keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia.
"Kapolri mengirim surat ke polisi Diraja Malaysia untuk bersama-sama mencari.
Tadi siang didapat info yang bersangkutan, target bisa diketahui," ungkap Listyo Sigit Prabowo.
Tim khusus tersebut kemudian menjemput Djoko Tjandra di Malaysia pada Kamis sore, dan kembali ke Jakarta pada malamnya.
"Alhamdulillah berkat kerja sama kami dengan polisi Diraja Malaysia, terpidana Djoko Tjandra berhasil diamankan," katanya.
Taj cuma itu, setelah Djoko Tjandra berhasil ditangkap dan dikirim ke Indonesia, Listyo Sigit Prabowo berjanji akan melakukan seluruh proses secara transparan dan objektif.
"Tentunya ke depan kasus tersebut akan kita proses lebih lanjut sebagaimaba yang kita sampaikan kita transparan objektif untuk mengusut tuntas apa yang terjadi," pungkasnya.
Sementara itu, Listyo Sigit Prabowo juga menegaskan, penangkapan Djoko Tjandra merupakan komitmen Polri dalam melakukan penegakkan hukum,
Ini juga sekaligus untuk menjawab keraguan publik setelah mantan anggotanya, Brigjen Pol Prastijo Utomo terbukti membantu pelarian Djoko Tjandra.
"Tentunya ini untuk menjawab keraguan publik selama ini, apakah Polri bisa menangkap yang bersangkutan?
Dan hari ini kita menunjukkan komitmen kita, bahwa Djoko Tjandra bisa kita amankan dan kita tangkap," kata Listyo Sigit Prabowo yang juga mantan ajudan Presiden Jokowi ini.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra merupakan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini.
Sebelumnya, Djoko Tjandra pada Agustus 2000, didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.
Namun, majelis hakim memutuskan Djoko Tjandra lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.
Djoko Tjandra mendaftarkan PK pada 8 Juni atas vonis dua tahun penjara yang harus dijalaninya.

Berikut catatan kronologis kasus hukum Djoko Tjandra:
27 September 1999
Perkara korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra mulai diusut oleh Kejaksaan Agung sesuai laporan dari Bismar Mannu, Direktur Tindak Pidana Korupsi kepada Jaksa Agung.
29 September 1999-8 November 1999
Djoko ditahan oleh Kejaksaan.
9 November 1999-13 Januari 2000
Djoko Tjandra menjadi tahanan kota kejaksaan.
14 Januari 2000-10 Februari 2000
Djoko kembali ditahan oleh kejaksaan.
9 Februari 2000
Kasus cessie skandal Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
10 Februari 2000 - 10 Maret 2000
Berdasarkan ketetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djoko Tjandra kembali menjadi tahanan kota.
6 Maret 2000
Putusan sela hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan dakwaan jaksa terhadap kasus Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Djoko Tjandra dilepaskan dari tahanan kota. Jaksa mengajukan permohonan perlawanan ke Pengadilan Tinggi.
31 Maret 2000
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan perlawanan ke Pengadilan Tinggi. Memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra.
19 April 2000
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunjuk Soedarto (hakim ketua majelis), Muchtar Ritonga dan Sultan Mangun (hakim anggota) sebagai hakim yang memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra.
April 2000–Agustus 2000
Upaya perlawanan jaksa berhasil. Proses persidangan Djoko Tjandra selaku Direktur Utama PT Era Giat Prima mulai bergulir. Djoko Tjandra didakwa jaksa penuntut umum (JPU) Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.
Fakta-fakta menunjukkan, pemindahbukuan dari rekening bendaharawan negara ke Bank Bali berdasarkan penjaminan transaksi PT BDNI terhadap Bank Bali menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 904.642.428.369.
Djoko Tjandra pun dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan atau 18 bulan penjara. Djoko juga dituntut membayar denda sebesar Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan, serta harus membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500.
Sedang uang sebesar Rp 546 miliar milik PT Era Giat Prima yang berada di escrow account Bank Bali agar dikembalikan pada negara.
28 Agustus 2000
Majelis hakim memutuskan Djoko S Tjandra lepas dari segala tuntutan (onslag). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, sebenarnya dakwaan JPU terhadap perbuatan Djoko Tjandra terbukti secara hukum.
Namun perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Djoko Tjandra pun lepas dari segala tuntutan hukum.
21 September 2000
Antasari Azhar , selaku JPU, mengajukan kasasi.
26 Juni 2001
Majelis hakim Agung MA melepaskan Djoko Tjandra dari segala tuntutan. Putusan itu diambil mekanisme voting dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap dengan hakim Artidjo Alkotsar mengenai permohonan kasasi Djoko Tjandra yang diajukan oleh JPU.
12 Juni 2003
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengirim surat kepada direksi Bank Permata agar menyerahkan barang bukti berupa uang Rp 546,4 miliar. Pada hari yang sama, direksi Bank Permata mengirim surat ke BPPN untuk meminta petunjuk. Permintaan ini akhirnya tak terwujud dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan BPPN.
17 Juni 2003
Direksi Bank Permata meminta fatwa MA atas permintaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di atas.
19 Juni 2003
BPPN meminta fatwa MA dan penundaan eksekusi keputusan MA (Juni 2001) yang memperkuat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Djoko Tjandra. Alasannya, ada dua keputusan MA yang bertentangan.
25 Juni 2003
Fatwa MA untuk direksi Bank Permata keluar. Isinya menyatakan MA tidak dapat ikut campur atas eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
1 Juli 2003
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Antasari Azhar menyatakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dinilai menghambat proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kejaksaan Agung selaku pihak eksekutor.
2 Maret 2004
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan memanggil Direktur Utama PT Bank Permata Tbk, Agus Martowardojo. Pemanggilan ini terkait dengan rencana eksekusi pencairan dana senilai Rp 546 miliar untuk PT Era Giat Prima (EGP) milik Djoko Tjandra dan politikus Partai Golkar Setya Novanto.
Oktober 2008
Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi cessie Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.
11 Juni 2009
Djoko Sarwoko, Ketua Majelis Peninjauan Kembali MA dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa.
Djoko Tjandra dihukum dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
Selain itu, Imigrasi mencekal Djoko Tjandra. Pencekalan ini berlaku bagi terpidana kasus cessie Bank Bali lainnya, Syahril Sabirin. Mantan Gubernur BI ini divonis 2 tahun penjara.
16 Juni 2009
Kejaksaan memanggil Djoko Tjandra untuk dieksekusi, namun yang bersangkutan mangkir. Djoko diberikan kesempatan 1 kali panggilan ulang, namun kembali tidak menghadiri panggilan Kejaksaan, sehingga Djoko dinyatakan sebagai buron.
Djoko diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua New Guinea, menggunakan pesawat carteran sejak 10 juni 2009 atau sehari sebelum vonis dibacakan oleh MA.
Juli 2012
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan otoritas pemerintah Papua New Guinea telah memberikan kewarganegraan kepada Djoko Tjandra, sehingga eksekusi terhadapnya mengalami kesulitan.
• Resmi Pengadilan Tolak PK Djoko Tjandra Dilanjut ke MA, Dasar Penolakan Hakim Sudah Diprediksi
Sementara dalam catatan Tribunnews disebutkan:
11 Juni 2020
Djoko Tjandra hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang menimpanya.
Juli 2020
Djoko Tjandra terbang ke Pontianak dikabarkan bersama oknum pejabat Polri Prasetijo Utomo. Dari Pontianak, Djoko langsung menyeberang ke Malaysia melalui jalur darat.
30 Juli 2020
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking menjadi tersangka kasus surat jalan Djoko Tjandra.
Di tempat lain, Djoko Tjandra juga dikabarkan tertangkap di Malaysia, pada Kamis (30/7/2020) malam saat ini sedang dijemput di Bandara Halim Perdana Kusuma.
(*)
(*)