Isu BUMN dalam Revisi Standar Layanan Informasi Publik
SAAT ini Komisi Informasi Pusat (KIP) sedang melakukan uji publik terkait revisi Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan
Pembentukan PPID pada BUMN, yang kemudian menyamakan struktur dan organisasinya dengan PPID pada Kementerian/Lembaga, seolah-olah merupakan upaya untuk menutup mata bahwa instansi pemerintah itu secara tata kelola berbeda dengan tata kelola BUMN.
Hal inilah yang telah diluruskan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 62/PUU-XI/2013 tentang judicial review UU Keuangan Negara dan UU BPK. Putusan hakim Mahkamah Konstitusi tersebut berusaha untuk mendudukkan posisi korporatisasi BUMN tersebut.
Pertimbangan putusan hakim Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain menyatakan bahwa BUMN (atau BUMD) berbeda dengan organ penyelenggara negara yang tidak menyelenggarakan usaha, seperti lembaga negara dan kementerian atau badan. Selanjutnya, fungsi BUMN (atau BUMD) disebut sebagai kepanjangan tangan dari Negara, yang dilaksanakan berdasarkan paradigma bisnis (Business Judgment Rules/BJR) yang sungguh-sungguh berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan paradigma pemerintahan (Government Judgement Rules/GJR).
Tidak perlu struktur baru
Dalam UU keterbukaan Informasi Publik, BUMN diwajibkan untuk menyediakan 14 informasi yang secara umum merupakan item informasi yang lazim diungkap oleh perusahaan yang sudah go public.
Informasi tersebut, antara lain mengenai nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis, kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, permodalan, nama lengkap pemegang saham, anggota direksi dan anggota dewan komisaris perseroan, laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit.
Untuk mengelola permohonan informasi terkait dengan 14 item tersebut, semestinya tata kelolanya juga sama dengan tata kelola perusahaan go public yang juga membuka item informasi korporasi tersebut. Lazimnya korporasi, hal-hal seperti itu biasanya ditangani oleh Corporate Communication atau Costumer Relationship.
Jadi, tidak perlu membentuk struktur baru bernama PPID di BUMN, yang kesannya sangat birokrat dan jauh dari nuansa korporasi. Pengakuan BUMN sebagai korporasi adalah hal yang penting. Itu adalah tugas kita bersama. Hal tersebut tentunya juga akan menumbuhkan budaya tertentu yang khas dalam perusahaan.
Bilamana yang dipaksakan harus hadir adalah sebuah PPID dengan segala ketentuannya yang tata kelolanya sama dengan PPID di Kementerian/Lembaga, itu sama dengan menularkan budaya birokrasi dalam sebuah korporasi. Sungguh-sungguh itu perlu dihindarkan, khususnya melalui penyusunan aturan Perki Slip ini.(antara)
Oleh: Rudi Rusli,
- Pengendali Fungsi Humas Kementerian BUMN
- Kandidat Doktor Stratejik Manajemen Universitas Trisakti