Jaksa Agung ST Burhanuddin Luruskan Kabar Hubungannya dengan Jaksa Pinangki dan Sempat Video Call
Tak tinggal diam dituding pernah video call dan dekat dengan Jaksa Pinangki dalam kasus Djoko Tjandra, Jaksa Agung ST Burhanuddin bereaksi.
TRIBUNKALTIM.CO - Tak tinggal diam dituding pernah video call dan dekat dengan Jaksa Pinangki dalam kasus Djoko Tjandra, Jaksa Agung ST Burhanuddin bereaksi.
Kabar tak sedap menghampiri Jaksa Agung ST Burhanuddin di tengah penanganan kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki.
Disebut-sebut Jaksa Agung ST Burhanuddin punya hubungan kedekatan khusus dengan Jaksa Pinangki.
Bahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dikabarkan sempat video call dengan Jaksa Pinangki saat bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia beberapa waktu lalu.
Melansir Kompas.tv, sejumlah petinggi Kejaksaan Agung mengungkap adanya kedekatan antara Jaksa Pinangki dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
• Klarifikasi Jaksa Agung, Disebut Simpan Nomor Djoko Tjandra dan Hubungan Spesial dengan Pinangki
• Jaksa Agung ST Burhanuddin Punya Hubungan Khusus dengan Jaksa Pinangki? Ini Reaksi Kejaksaan Agung
• Buntut Kebakaran Kejaksaan Agung, Jaksa Agung ST Burhanuddin Terpaksa Mengungsi Pindah Kantor
Kabar ini seperti tertuang dalam laporan khusus Tempo yang menyebutkan keduanya memiliki kedekatan.
Bukan tanpa sebab Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jaksa Pinangki punya kedekatan, lantaran keduanya pernah bertugas di Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2012.
Karena kedekatan itulah, dikabarkan, kepergian Jaksa Pinangki ke Singapura untuk menemui Djoko Tjandra sepengetahuan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Disebut-sebut Jaksa Pinangki lah yang memberi tahu ke Jaksa Agung mengenai kepergiannya.
Hal itu, kabarnya, diungkap Jaksa Agung Pinangki dalam serangkaian pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
Pemeriksaan itu juga mengungkap, Jaksa Pinangki sempat menggelar video call dengan ST Burhanuddin setelah Djoko Tjandra sepakat membayar USD100 juta untuk pengurusan fatwa.
Reaksi Kejaksaan Agung
Terkait kabar liar yang berhembus tersebut, Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono membantah.
Menurutnya Jaksa Agung ST Burhanuddin dekat dengan siapapun anak buahnya.
Kendati demikian hubungan Jaksa Agung dengan anak buahnya hanya sebatas profesional, bukan hubungan khusus.
"Jaksa Agung dengan staf sangat dekat. Cara milenial. Tidak jaga jarak," kata Hari.
Apalagi jika sebelumnya pernah bersama dalam hubungan kedinasan.
Menurutnya, Jaksa Agung juga perhatian dengan anak buah.
Karena bagi Jaksa Agung, anak buah merupakan partner kerja.
• ICW Desak Kejagung Cabut Pendampingan Hukum Jaksa Pinangki, Diduga Tersangkut Kasus Djoko Tjandra
Reaksi ST Burhanuddin
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin membantah telah menerima laporan dari Jaksa Pinangki perihal pertemuan Pinangki dengan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Malaysia.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sekaligus membantah pernah melakukan video call dengan Jaksa Pinangki setelah Djoko Tjandra membayar 100 juta dollar Amerika Serikat terkait kepengurusan fatwa.
Informasi tersebut tertuang dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi 22 Agustus 2020, seperti dilansir dari Tempo.co.
"Semua tidak benar dan sudah saya jawab di Tempo. Apalagi soal uang, saya sama sekali enggak tahu," kata ST Burhanuddin ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (25/8/2020).
Sebagai informasi, Jaksa Pinangki sempat bertemu Djoko Tjandra di Malaysia.
Saat pertemuan berlangsung, Djoko Tjandra berstatus buronan Kejaksaan Agung.
Jaksa Pinangki dijatuhi hukuman disiplin karena pergi ke luar negeri sebanyak sembilan kali di tahun 2019.
Selain itu, pemberitaan Tempo juga menuliskan bahwa ST Burhanuddin memberikan nomor Djoko Tjandra kepada Jaksa Agung Muda Intelijen saat itu, Jan S Maringka.
Jaksa Agung ST Burhanuddin pun membantah hal tersebut.
Ia mengatakan, dirinya tidak memiliki nomor Djoko Tjandra.
Menurut ST Burhanuddin, yang pernah ia lakukan adalah memberi instruksi agar Djoko Tjandra segera ditangkap.
"Enggak benar, bahkan enggak punya nomor JC. Kalau nyuruh mencari ( Djoko Tjandra ), temukan dan tangkap, iya," ucap dia.
Dari pemberitaan Tempo, dalam serangkaian pemeriksaan, Jaksa Pinangki mengaku telah memberi tahu Burhanuddin perihal pertemuannya dengan Djoko Tjandra.
Dua sumber mengatakan, Jaksa Pinangki mengaku sempat melakukan video call dengan ST Burhanuddin setelah Djoko Tjandra sepakat membayar 100 juta dollar Amerika Serikat terkait kepengurusan fatwa.
Kemudian, Tempo juga memberitakan, Jan Maringka telah melapor kepada ST Burhanuddin terkait kehadiran Djoko Tjandra di Indonesia empat bulan sebelum rapat di DPR pada akhir Juni.
Hal itu berdasarkan sumber Tempo yang mengetahui proses keluar-masuk Djoko Tjandra ke Indonesia.
Namun, ST Burhanuddin disebut tidak merespons informasi yang diterimanya tersebut.
Lalu, pada akhir Juni saat rapat di DPR, Jaksa Agung sempat mengakui adanya kelemahan pada bidang intelijen sehingga keberadaan Djoko Tjandra di Indonesia tak terdeteksi.
Menurut sumber Tempo tersebut, ST Burhanuddin memberi nomor Djoko Tjandra kepada Jan pada awal Juli setelah polemik tersebut muncul ke publik.
Jan kemudian disebut mengontak Djoko Tjandra dan membujuk narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut menyerahkan diri.
Djoko Tjandra menceritakan banyak hal kepada Jan, termasuk pertemuan dengan Jaksa Pinangki, mantan kuasa hukumnya Anita Kolopaking serta seseorang bernama Rahmat.
Kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pelarian Djoko Tjandra.
• Terkuak Peran Jaksa Pinangki Tak Main-main, hingga Djoko Tjandra Berani Beri Hadiah Rp 7 Miliar
Kasus ini ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung. Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.
Selain ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki ditangkap 11 Agustus 2020 malam.
Selanjutnya, ia ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk 20 hari yang terhitung selama 11-30 Agustus 2020.
Jaksa Pinangki pun disangkakan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.
(*)