Virus Corona
Inilah Efek Jika Orangtua Pakai Kekerasan ke Anak yang Susah Belajar via Online Kala Wabah Covid-19
Inilah efek jika orangtua pakai kekerasan ke anak yang susah belajar via online kala wabah covid-19.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKAPAN - Inilah efek jika orangtua pakai kekerasan ke anak yang susah belajar via online kala wabah covid-19.
Konsep Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) kerap menghadirkan sejumlah tantangan, terlebih bagi orangtua yang kini menjadi pendamping utama anak belajar dari rumah.
Kesulitan mengendalikan emosi mengajari anak belajar, bisa menjadi salah satu masalah yang dihadapi orangtua.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak berusia 8 tahun ketika mengalami kesulitan belajar jarak jauh secara daring ( online ).
Baca Juga: Pembatasan Aktivitas Jam Malam Lantaran Pandemi Covid-19, Begini Tanggapan PHRI Samarinda
Baca Juga: Bangun Ibu Kota Negara, Penajam Paser Utara Strategis, Jadi Bahan Penelitian Universitas Pertahanan
Menurut keterangan KPAI, anak mendapatkan beberapa pukulan, di antaranya menggunakan gagang sapu, saat belajar online hingga meninggal dunia.
Pengaruhi semangat belajar hingga psikis Kekerasan saat mendampingi anak belajar, baik itu secara verbal maupun fisik, tak hanya bisa membuat anak kehilangan semangat untuk belajar.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak dapat memengaruhi perkembangan regulasi emosi dan perilaku buruk anak di kemudian hari.
Seperti anak kehilangan kemampuan untuk menenangkan dirinya, menghindari kejadian-kejadian provokatif dan stimulus yang memicu perasaan sedih dan marah.
Dan menahan diri dari sikap kasar yang didorong oleh emosi yang tidak terkendali.

Sikap kasar dan ketidakmampuan mengendalikan emosi yang ditunjukkan oleh orangtua, jelas Retno, berpindah kepada anak melalui interaksi.
Hal ini terjadi karena anak cenderung mengimitasi sikap orangtua yang mereka lihat.
Orang dewasa yang pernah mengalami hukuman fisik berupa kekerasan ketika masih anak-anak memiliki kemungkinan lebih besar untuk melakukan kekerasan terhadap pasangan atau anaknya sendiri.
"Dan atau melakukan tindakan kriminal," paparnya.