Nagorny Karabakh Memanas, Perang Antara Armenia dan Azerbaijan, Anak-anak dan Wanita Ada yang Tewas
Setidaknya 23 orang, warga sipil dan militer, dilaporkan tewas ketika pecah perang antara Azerbaijan dan Armenia di kawasan Nagorny Karabakh
TRIBUNKALTIM.CO, BAKU - Kisah kelam di lokasi Nagorny Karabakh yang kini telah memanas. Soalnya pecah perang dua negara.
Antara Armenia dan Azerbaijan. Adanya perang ini, terdapat laporan, anak-anak dan wanita ada yang tewas.
Setidaknya 23 orang, warga sipil dan militer, dilaporkan tewas ketika pecah perang antara Azerbaijan dan Armenia di kawasan Nagorny Karabakh.
Konflik terpanas sejak 2016 itu berpotensi menjadi gesekan skala besar, dengan PBB hingga Amerika Serikat (AS) menyerukan perundingan.
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pemakaman Bupati Berau Muharram di TPU Km 15 Balikpapan
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pelepasan Sampai Penguburan Almarhum Bupati Berau Muharram di Balikpapan
Adapun akar perselisihan ini terjadi karena masalah teritorial Nagorny Karabakh, di mana Yerevan mendukung kelompok pemberontak di sana.
Kantor jaksa agung Azerbaijan menyatakan, lima orang anggota keluarga tewas ketika separatis Armenia mengebom desa bernama Gashalty.
Sementara separatis di Karabakh menuturkan, 16 anggota mereka, seorang perempuan dan satu anak-anak tewas, serta 100 lainnya terluka.
Dilansir AFP dan Sky News, Minggu (27/9/2020), kedua kubu juga mengeklaim bahwa mereka saling menjatuhkan persenjataan dalam perang.
Yerevan, misalnya. Mereka mengaku sudah menjatuhkan dua helikopter dan tiga tank milik musuh.
Baca Juga: DPR Ingatkan Bob Loughman untuk Pahami Dulu Sejarah Papua, Ada Fakta Resolusi di Majelis Umum PBB
Begitu juga dengan kementerian pertahanan pemberontak. Separatis di Nagorny Karabakh menyatakan, mereka menghancurkan empat helikopter, 15 drone, serta 10 tank milik Azerbaijan.
Baku melalui juru bicara kepresidenan, Hikmet Hajiyev, mengeklaim bahwa mereka berhasil merebut sebuah gunung strategis milik musuh.
Dalam konferensi pers, Hajiyev berujar Puncak Murovdag setinggi 3.000 meter itu dipakai sebagai jalur transportasi dan komunikasi musuh.
Berbagai pihak di dunia pun meminta kepada dua negara pecahan Uni Soviet tersebut untuk menghentikan konflik dan duduk semeja.
Rusia menyatakan, Presiden Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mendiskusikan situasi melalui percakapan telepon.
Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menginisiasikan langkah agar kedua pihak melakukan gencatan senjata, serta berunding guna mencari solusi.
Kemudian AS melalui kementerian luar negerinya juga mengaku telah menghubungi kedua kubu agar menghentikan tembak menembak dan segera bernegosiasi.
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pemakaman Bupati Berau Muharram di TPU Km 15 Balikpapan
Baca Juga: Menghadapi Pandemi Covid-19, Presiden Jokowi Ingatkan Pemda Terapkan Intervensi Berbasis Lokal
Wilayah Nagorny Karabakh direbut oleh separatis dari etnis Armenia dalam perang di periode 1990-an, yang merenggut nyawa 30.000 orang.
Upaya untuk meredam salah satu konflik mematikan sejak kejatuhan Soviet tersebut kolaps sejak gencatan senjata pada 1994.
Campur Tangan Negara Lain
Negara Azerbaijan dan Armenia dilaporkan saling jual beli tembakan pada Minggu (27/9/2020) sehingga menyebabkan satu anak dan seorang perempuan tewas.
Terbaru, setidaknya 23 orang, warga sipil, dan militer dilaporkan tewas ketika pecah perang antara kedua negara di wilayah tersebut.
Kedua belah pihak saling menyalahkan satu sama lain sebagai pemicu utama pertempuran di wilayah Nagorny Karabakh.
Beberapa saat setelah itu, Armenia mengumumkan darurat militer sehingga menyebabkan situasi antara kedua negara semakin memanas.
Armenia dan Azerbaijan merupakan pecahan bekas Uni Soviet di Kaukasus. Kedua negara saling berselisih mengenai wilayah, terutama Nagorny Karabakh, selama puluhan tahun.
Perselihian tersebut tak jarang berakhir menjadi pertempuran bersenjata yang cukup mematikan.
Berikut adalah masalah utama seputar latar belakang konflik Armenia dan Azerbaijan yang dirangkum dari AFP dan BBC.
Nagorny Karabakh
Perselisihan utama antara Azerbaijan dan Armenia adalah persebutan wilayah Nagorny Karabakh di perbatasan kedua negara.
Pada 1921, Pemerintah Uni Soviet menggabungkan wilayah yang didominasi etnik Armenia tersebut ke dalam wilayah Azerbaijan.
Setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, separatis Armenia mengambil Nagorny Karabakh dalam sebuah insiden yang didukung oleh Pemerintah Armenia.
Tidak terima wilayahnya direcoki, meletuslah pertempuran antara Azerbaijan dan Armenia yang menewaskan 30.000 orang.
Ratusan ribu orang juga menjadi korban dan mengungsi dari rumah mereka. Pada 1994, Azerbaijan dan Armenia melakukan gencatan senjata yang dimediasi oleh Rusia, Amerika Serikat ( AS), dan Perancis.
Namun, pertempuran antara kedua negara masih sering meletus. Pada 2016, terjadi bentrokan hebat yang menyebabkan sekitar 110 orang tewas.
Fakta Kunci
Nagorny Karabakh terletak di perbatasan Armenia dan Azerbaija. Wilayah tersebut terletak di pegunungan dengan luas sekitar 4.400 kilometer persegi. Secara tradisional, wilayah tersebut dihuni oleh orang-orang Armenia Kristen dan Muslim Turki.
Di era Uni Soviet, Nagorny Karabakh menjadi wilayah otonom di dalam republik Azerbaijan. Setelah Uni Soviet runtuh, Nagorny Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Tetapi mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia. Kebuntuan antara Baku dan Yerevan sebagian besar terjadi sejak gencatan senjata tahun 1994.
Rusia secara umum dipandang sebagai sekutu Armenia sedangkan Turki dipandang sebagai sekutu Azerbaijan.
Rusia dan Turki Turki telah memberikan dukungan di belakang Azerbaijan yang kaya minyak. Turki sendiri ingin menjadi negara yang berpengaruh di kawasan Kaukasus. Aliansi keduanya dipicu oleh saling curiga terhadap Armenia.
Bahkan, Turki secara rutin mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras untuk mendukung ambisi Azerbaijan merebut kembali Nagorny Karabakh.
Armenia sendiri memiliki dendam terhadap Turki karena telah membantai sekitar 1,5 juta orang Armenia di bawah Kesultanan Turki Ottoman selama Perang Dunia I.
Lebih dari 30 negara mengakui pembunuhan itu sebagai genosida, meskipun Turki dengan keras membantah istilah itu.
Rusia memiliki hubungan dekat dengan Armenia. Rusia juga memimpin aliansi militer Organisasi Traktat Keamanan Kolektif ( CSTO) yang beranggotakan enam negara pecahan Uni Soviet termasuk Armenia. Armenia mengandalkan dukungan Rusia dan jaminan militernya.