10 Tahun jadi Wartawan, Kisah Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Susahnya Andalkan Mesin Ketik
Selama 10 tahun jadi wartawan, Inilah kisah Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Susahnya andalkan mesin ketik
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Di masanya, Haedar Nashir masih menggunakan mesin ketik, belum komputer, komputer jinjing alias laptop apalagi smart phone.
"Dulu kalau ngetik kan tidak pakai komputer yang seperti sekarang atau laptop. Kita ngetik harus salah kan pakai tipex kertas. Betapa susahnya waktu itu. Biarpun yang lebih lama, pasti lebih susah lagi," tuturnya.
Dia mengenang pula, kala di Suara Muhammadiyah saat itu ada mesin-mesin yang tinggi dan tutsnya sudah sangat susahnya untuk diketik.
"Bukan main itu berat sekali, butuh sekuat tenaga ini," kenangnya.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Sangking bekerja tidak mengenal waktu dan banyaknya kegiatan, Haedar Nashir sempat jatuh sakit tipes.
Selama setahun ia harus menderita tipes.
"Mungkin karena sering main mesin tik seperti itu, lalu sering nulis tidak kenal waktu. Wartawan begitu tidak kenal waktu. Kemudian juga ritme hidupnya tidak teratur ditambah jadi aktivis IPM waktu itu saya sempat kena tipes selama satu tahun saya kena tipes," tuturnya.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Samarinda, Rapid Test 100 Relawan Lebih, Sasar yang di Garda Terdepan
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Baca Juga: Kegunaan Pakai Masker, Mahfud MD Ingatkan untuk Tidak Diserang dan Pindahkan Corona ke Orang Lain
"Jadi itu pengalaman jadi wartawan sehingga saya jadi pemred di majalah Suara Muhammadiyah itu berangkat dari bawah bukan karena saya di PP Muhammadiyah," tegasnya.