OTT KPK di Kutai Timur
Sidang Dugaan Suap Bupati Kutim Ismunandar, Begini Kata Musyafa Saksi 2 Terdakwa Rekanan Swasta
Persidangan lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ( Pemkab Kutim ) Kalimantan Timur.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Persidangan lanjutan kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ( Pemkab Kutim ) Provinsi Kalimantan Timur tahun anggaran 2019-2020, kembali digulirkan, Senin (5/10/2020) sore.
Bertempat di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Jalan M Yamin, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, sidang dilangsungkan secara virtual.
Dua terdakwa pemberi suap pada Bupati Non-Aktif Kutim Ismunandar dihadirkan dalam persidangan, yakni Aditya Maharani dan Deki Aryanto.
Kedua rekanan swasta (kontraktor) berada di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta.
Keduanya didakwa telah melakukan tindak pidana gratifikasi ke sejumlah pejabat tinggi di Kutim, agar mendapatkan sejumlah paket pekerjaan proyek infrastruktur.
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pemakaman Bupati Berau Muharram di TPU Km 15 Balikpapan
Baca Juga: BERITA FOTO Prosesi Pelepasan Sampai Penguburan Almarhum Bupati Berau Muharram di Balikpapan
Persidangan yang diketuai Agung Sulistiyono, dengan didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo masih beragendakan pemeriksaan saksi-saksi.
Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, menghadirkan tiga saksi yang juga berstatus sebagai tersangka penerima suap dari kedua terdakwa.
Yaitu, Ismunandar Mantan Bupati Kutim, Musyafa Kepala Bapenda dan Suriansyah alias Anto Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Majelis hakim sejak dibuka persidangan langsung melemparkan sejumlah pertanyaan pada saksi Musyafa, yang sangat berperan penting dalam praktek suap ini.
Asal mula suap pun dibeber melalui keterangan Musyafa diawal persidangan.
Berawal ketika Bupati meminta kepadanya mencarikan sejumlah uang dengan nominal besar. Nantinya, uang akan digunakan Ismunandar sebagai modal saat kembali ikut dalam kontestasi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
"Iya yang mulia, jadi benar saat itu saya diminta mencarikan uang untuk beliau (Ismunandar). Beliau bilang ke saya ada memiliki tanggungan, jadi saya diminta untuk mencari (uang) biar bisa membayar tanggungan itu," ucap Musyafa.
Perintah dari atasan (Bupati) dipenuhi, Musyafa segera mencarikan sumber uang yang dapat memenuhi permintaan Ismunandar.
Rupa-rupanya sumber uang yang dimaksud, rupanya berasal dari para rekanan swasta.
Merekalah yang akan diminta sejumlah uang, nantinya akan diberi imbalan sejumlah pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur.
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Kronologi Kasus yang Menjerat Anggota DPRD Balikpapan, Kini Telah Dijebloskan di Lapas Klas IIA
Musyafa pun menghubungi salah seorang rekanan swasta yang saat ini menjadi terdakwa yaitu Aditya Maharani Yuono Direktur PT Turangga Triditya Perkasa.
"Saya kebetulan kenal dengan ibu Aditya, jadi saya minta bantuannya. Saya minta ibu Aditya supaya bisa bantu pak Ismu (Ismunandar) menyelesaikan tanggungannya. Dan ibu Aditya bersedia, yang mulia," beber Musyafa.
Setelah percakapan tersebut, Musyafa meminta terdakwa Aditya Maharani untuk bertatap muka secara langsung kepada Ismunandar.
Pertemuan tersebut lah, Aditya Maharani nantinya akan mendapatkan enam paket pengerjaan proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim yang totalnya senilai Rp 15 miliar.
Enam paket proyek itu terbagi dari pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp 1,7 miliar dan pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp 9,6 miliar.
Kemudian pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, Optimalisasi pipa air bersih senilai Rp 5,1 miliar dan terakhir pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangatta senilai Rp 1,9 miliar.
"Ibu Aditya kemudian mengirimkan uang Rp 5 miliar, setelah itu dia selalu hubungi saya. Untuk uang, dikirimkan sebanyak dua atau tiga kali seingat saya," ungkapnya
"Pak bupati ( Ismunandar ) berkata, terkait paket pengerjaan, tergantung dari kebijakan di dinas terkait. Paket itu senilai Rp 15 miliar. Kemudian saya yang beritahu ibu Aditya kalau dia dapat proyek pengerjaan itu," sambung Musyafa.
Tanggal 7 Juni 2019, Aditya yang menggarap enam proyek akhirnya mendapatkan termin pencairan.
Ismunandar kembali menghubungi Musyafa guna meminta sejumlah uang, yang disebutnya sebagai biaya operasional. Uang yang dipungut itu berasal dari rekanan swasta yang sudah mendapatkan proyek pekerjaan.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Penajam Paser Utara, Ada 1 Kasus Positif Covid-19 dan 1 Pasien Sembuh
"Saya diperintahkan (oleh Ismunandar), menyediakan uang Rp 650 juta. Kemudian saya kembali hubungi ibu Aditya untuk memenuhi permintaan Bapak (Bupati Kutim)," katanya.
Tidak langsung bisa dipenuhi, Aditya Maharani baru bisa memenuhi pada 12 Juni 2020. Dan menyanggupi memberikan uang sebesar Rp 550 juta.
Sejumlah uang tersebut lalu dikirimkan via bank (transefer) kepada Suriansyah Kepala BPKAD melalui stafnya. Setelah diterima, selanjutnya diserahkan Suriansyah kepada Bupati.
"Untuk sisa uang RP 100 juta, kemudian ditransfer ke ajudan pak Ismu," tambahnya.
Musyafa kemudian diminta kesaksian terkait penyuapan yang dilakukan terdakwa Deki Aryanto Direktur CV Nulaza Karya.
Ternyata pada 11 Juni 2020, Musyafa menghubungi Deki, bermaksud untuk memberikan sejumlah uang kepada Ismunandar yang akan kembali mencalonkan diri sebagai Bupati.
"Waktu itu saya bilang, Dinda tolong bantu-bantu bapak (Ismunandar) mau maju di Pilkada, ya semampu saja lah," ungkap Musyafa.
Deki menyanggupi. Lalu, memberikan uang sebesar Rp 2 millar yang diambil melalui staf rumah jabatan Bupati.
"Setelah mendapat uang tersebut saya ke Samarinda untuk menyetorkan uang tunai ke tiga rekening milik saya," ucapnya.
Musyafa melanjutkan, Deki saat itu sudah mendapat proyek atas penunjukkan langsung (PL) Dinas Pendidikan Pemkab Kutim dengan total Rp 45 miliar.
Dalam rentang waktu November 2019 hingga Mei 2020, Musyafa menerima uang sebesar Rp 3,1 miliar dari Deki. Uang yang diberikan sesuai permintaan dari Ismunandar.
"Uangnya semua diberikan melalui staf pak Ismu di Rumah Jabatan dan Supirnya. Baru diberikan ke saya," singkatnya.
Musyafa juga diminta keterangan terkiat pembelian mobil mewah istri Bupati Encek UR Firgasih yang sekaligus menjabat Ketua DPRD Kutim.
Musyafa menceritakan bahwa ia menerima telepon dari istri sang atasan. Encek meminta Musyafa membayarkan sebuah unit mobil yang dipesan seharga Rp 500 juta.
"Waktu itu (19 Juni 2020), saya diminta menghubungi pihak dealer. Saya hanya menjawab, 'siap ibu'. Saya janjikan mobil akan dilunasi sebanyak tiga kali pembayaran," ungkapnya.
Teknis Pekerjaan di Tiap SKPD
Majelis Hakim, juga meminta keterangan Musyafa terkait teknis pelaksanaan pekerjaan di setiap SKPD.
Pemkab Kutim memiliki anggaran sebesar Rp 2 triliun yang ditransfer langsung oleh pemerintah pusat. Dari dana sebesar itu, Pemkab Kutim bebas untuk merancang anggaran.
Penggunaan serta pembagian anggaran ke masing-masing SKPD melalui proses yang diatur oleh Bappeda dengan diketahui Sekretaris Kabupaten (Sekkab). Yang tak lain ialah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Musyafa mengaku bisa menitipkan sejumlah proyek pengerjaan di setiap dinas-dinas tertentu, saat pembagian anggaran. Seperti di Dinas pendidikan misalnya, yang memiliki anggaran sebesar Rp 45 milliar.
Ia mengaku bisa meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) untuk menitipkan pengerajaan proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh orang pilihannya.
"Meminta pada ibu Roma (Kadisdik) saya, kalau ada orang yang akan saya kerjakan yaitu terdakwa Deki," sebutnya.
Kedekatannya sekaligus menjadikan Musyafa menjadi orang kepercayaan sang Bupati Kutim. Setiap SKPD tidak akan berkutik apabila dia meminta sejumlah proyek.
Lantaran, sebagai tangan kanan Bupati, artinya setiap permintaannya tidak boleh ada yang ditolak.
Selain Disdik, anggaran yang turut diatur oleh Musyafa yaitu di Bagian Perlengkapan Setkab Kutim dengan anggaran sebesar Rp 6 milliar, proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor bernama Serinta.
"Dia rekan saya, teman lama dibagian perlengkapan setkab," ucapnya.
Kemudian anggaran di Dinas Sosial yang dengan anggarannya sebesar Rp 2 milliar. Disana dia turut mengelola Anggaran, namun tak mengetahui pihak mana pekerja proyeknya.
"Di BPKAD itu ada sebesar Rp 4 milliar saya juga bisa mengelola, tapi tak tahu siapa yang bakan mengerjakan," tegasnya.
Untuk Anggaran di Dinas PUPR Kutim ada terdapat aspirasi bupati sebesar Rp 15 milliar sampai Rp 20 milliar. Dimana proyek aspirasi itu dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani.
"Semua titipan ini saya sampaikan kepada Edward Azran selaku kepala Bappeda Kutim. Dia sudah mengetahui kalau saya akan meminta anggaran. Karena dia tau, kalau saya dekat dengan Bupati," ungkapnya
"Sejumlah titipan proyek selanjutnya saya laporkan ke Pak Ismu. Bilangnya 'atur saja'. Menurut saya itu adalah izin dari bupati," sambungnya.
Dari setiap proyek titipan tersebut, Musyafa menerima uang dengan jumlah besar dari hasil pungutan para rekanan swasta.
Aliran uang tersebut nantinya akan mengalir ke rekening miliknya apabila sudah pencarian termin.
"Tidak pernah mematok berapa besarannya, biasanya dikisaran 10 persen per proyek. Sebagai bentuk terimakasih karena telah mendapat pekerjaan, nah hasil uang itu saya kumpulkan sendiri dan saya simpan di rekening pribadi saya," tutup Musyafa.
Sidang Sempat Ditunda Majelis Hakim
Sidang yang berlangsung hingga lima jam ini terpaksa kembali ditunda Majelis Hakim.
Keterbatasan waktu pemeriksaan keterangan saksi, akhirya membuat sidang akan kembali dilanjutkan pada Selasa (5/9/2020) esok.
Dengan memintai keterangan dari Ismunandar dan Suriansyah.
"Terimakasih atas keterangan pak Musyafa. Baik, karena keterbatasan waktu, sidang kita tunda sampai besok dengan agenda yang sama," jelas Hakim Agung Sulistiyono.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar.
Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Nama Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, serta istrinya, Encek Unguria Riarinda Firgasih selaku Ketua DPRD Kutim, ikut terseret.
Kemudian ada pula nama Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Suriansyah alias Anto sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Aswandhinie Eka Tirta sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK.
Lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar.
(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)