Tak Main-main, Presiden KSPI Sebut Aksi Buruh Tolak UU Cipta Kerja akan Semakin Besar & Bergelombang
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Said Iqbal mengatakan, akan melanjutkan aksi unjuk rasa dalam rangka menolak UU Cipta Kerja
Insiden ini diduga tak lepas dari provokasi yang dilakukan aparat keamanan terhadap massa aksi.
Provokasi ditunjukkan dengan adanya penyekatan jalan yang menjadi jalur yang akan dilewati massa aksi menuju Istana Kepresidenan hingga adanya penembakan gas air mata.
Baca juga: Terjawab, Ambulans yang Viral Ditembak Gas Air Mata Polisi, Terkuak Isi & Nasib 4 Orang di Dalamnya
Baca juga: Update Liga Italia, Napoli Kalah WO, Tim Asuhan Gattuso Dapat Sanksi Berlipat Tolak Lawan Juventus
Baca juga: Selesai Membaca Draft UU Cipta Kerja, Hotman Paris Ucapkan Selamat Kepada Buruh dan Pekerja
Baca juga: Di Mata Najwa, Direktur YLBHI Singgung Pendemo Dianiaya, Mahfud MD: Polisi Dilempari Batu, Diludahi
Terungkap di Mata Najwa, Pelanggaran Proses UU Cipta Kerja di DPR RI, Benny K Harman Sebut RUU Hantu
Fakta-fakta terbaru terkait proses pengesahan UU Cipta Kerja terbongkar di acara Mata Najwa.
Anggota Badan Legislasi ( Baleg) Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengungkapkan alasannya menyebut omnibus law UU Cipta Kerja layaknya 'hantu'.
Benny juga menyebut beberapa pelanggaran yang terjadi saat proses pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja.
Ia menyebut fakta selama ini tidak pernah ada draf resmi yang dibagikan kepada anggota Baleg.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (14/10/2020).
Diketahui Benny termasuk yang mendebat panitia kerja saat rapat pengesahan UU Cipta Kerja serta memimpin walkout Partai Demokrat dan PKS dari ruang rapat.
Presenter Najwa Shihab lalu menanyakan maksud Benny menyebut UU Cipta Kerja sebagai 'undang-undang hantu'.
"Kita tidak bisa membandingkan mana yang asli, mana yang hoaks," ungkap Benny K Harman.
"Faktanya sejak mulai dari timsit, timus, sampai dengan rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I, memang tidak ada naskahnya," paparnya.
Ia menilai hal ini melanggar aturan dalam Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Anggota Komisi II DPR ini menerangkan pada saat rapat pengambilan keputusan tingkat I, wajib untuk membacakan rancangan undang-undang.