ILC TV One Semalam, Mahkamah Agung Korting Hukuman Koruptor, Mahfud MD: Itu Bukan Urusan Pemerintah
Menko Polhukam Mahfud MD menjawab secara lugas kritikan narasumber ILC TV One tentang kekurangan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" ujar Kurnia.
Menurut Kurnia, hukuman ringan bagi para koruptor memiliki dua implikasi.
Yakni pemberian efek jera yang semakin jauh dan kinerja penegak hukum yang menjadi sia-sia.
Baca juga: Bukan Login www.depkop.go.id, Ada Cara Resmi Daftar BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Cara Mudah, Tunggu SMS BRI
Baca juga: UPDATE LINK eform.bri.co.id Cek Penerima BPUM BRI 2020, Cara Pencairan BPUM PT Bank Rakyat Indonesia
Baca juga: KATALOG PROMO Indomaret Terbaru Rabu 21 Oktober 2020, Beli 1 Gratis 1, Susu dan Pampers Anak Murah
Baca juga: Sikap Tegas Jokowi Kepada Amerika Serikat, Larang Pesawat Milik AS Mendarat di Wilayah Indonesia
Oleh sebab itu, ICW meminta Ketua Mahkamah Agung mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.
ICW juga menyarankan agar KPK mengawasi persidangan PK di masa mendatang.
Penjelasan MA soal pengurangan hukuman koruptor
Pihak Mahkamah Agung menjawab kritikan sejumlah pihak terkait pemotongan hukuman bagi terpidana koruptor setelah peninjauan kembali (PK) yang mereka ajukan dikabulkan oleh MA.
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menegaskan, permohonan PK yang dikabulkan MA merupakan koreksi atas kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia."
"Termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara," kata Andi, Kamis (1/10/2020), masih dari Kompas.com.
Ia menjelaskan, ada tiga alasan yang dapat menjadi dasar terpidana atau ahli warisnya mengajukan PK.
Yaitu adanya novum atau bukti baru, ada pertentangan dalam putusan atau antarputusan, serta ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
Andi mengatakan, jika alasan tersebut cukup beralasan dan terbukti, tentu MA dapat mengabulkan PK yang diajukan.
Ia menambahkan, setiap putusan hakim pun wajib mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Hal inilah yang juga sering dijadikan perimbangan majelis hakim PK untuk mengurangi hukuman terpidana.