Model Pembelajaran ATI sesuai Kemampuan Siswa
GUNA mudah memahami istilah model pembelajaran aptitude treatment interaction, terlebih dulu penulis berikan gambaran "agar pencuri yang telah masuk
GUNA mudah memahami istilah model pembelajaran aptitude treatment interaction, terlebih dulu penulis berikan gambaran "agar pencuri yang telah masuk ke dalam gudang tidak dapat keluar, maka pintu gudang dikunstruksi model bubu". Akan tetapi pintu tetaplah pintu dan bukan bubu, hanya modelnya yang sama dengan bubu.
Berdasarkan contoh kasus tersebut, melahirkan gambaran bahwa istilah model dapat dimaknai sebagai "rancang bangun" dengan tujuan tertentu dari variabel yang diikuti. Adapun pengertian pembelajaran menurut Trianto "... adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Selanjutnya pengertian model pembelajaran menurut Syafruddin dari Joys "... suatu pencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencankan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran".
Adapun pengertian aptitude treatment interaction (ATI) secara etimologi (kamus bahasa), aptitude adalah "kecakapan, pembawaan, bakat, keserasian" sesuai yang dimiliki siswa, treatment adalah "perlakuan" dalam pembelajaran , interaction adalah "interaksi" atau "pembelajaran" atau "capable of acting on or influencing each other", yakni mampu bertindak atau mempengaruhi satu sama lain.
Terjemahan harfiah dari potongan istilah aptitude treatment intraction dapat dibangun kembali menjadi "interaksi dalam pembelajaran yang diperlakukan selaras dengan kecakapan atau bakat yang dimiliki oleh siswa".
Secara terminologi, menurut Syafruddin (2005: 37) dari Snow (1989), aptitude treatment interaction adalah "The concept that same instructional strategies (treatment) are more or less effective for particular individuals depending upon their specific abilities. As a theoritical frame work. ATI suggest that optimal learning result when the instruction is exactly matched to the uptitude for the laearners".
Maksud dari Snow tentang uptitude treatment interaction adalah sama dengan konsep strategi pembelajaran yang sedikit atau banyak efektif bagi individu tertentu yang disesuaikan dengan spesifik kemampuan yang diiliki siswa. Model pembelajaran uptitude treatment interaction mendorong agar hasil belajar siswa dapat optimal, hendaknya pembelajaran yang diberikan benar-benar sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Oleh Snow ATI dikatakan sebagai strategi pembelajaran karena ATI memperhatikan dan memperlakukan siswa sesuai kemampuan yang dimilikinya, yaitu siswa berkampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang, dan siswa berkemampuan rendah.
Kemudian menurut Cronbach (1996:249) dalam Syafruddin (2005: 37-38), ATI adalah "... as the study of uptitude treatment interaction approach (ATI), is the search for treatments that are tailored to individual difrences in uptitudes, that is, teratment that are optimally effective for student of difrence uptitude level".
Maksud dari Cronbach ATI adalah mencari teknik yang tepat sesuai perbedaan kemampuan siswa yang efektif untuk mengoptimalkan siswa sesuai dengan tingkat perbedaan kemampuannya.
Berdasarkan kajian tersebut, dapatlah disintesakan bahwa yang dimaksud model pembelajaran uptitude treatment interaction yang disingkat dengan ATI adalah rancangan dalam interaksi pembelajaran yang berusaha untuk mencari perbedaan kemampuan masing-masing individu siswa untuk diberi pembelajaran yang sesuai dengan masig-masing kemampuan mereka agar pembelajaran mencapai hasil yang optimal.
Langkah-Langkah Penerapan ATI
Syafruddin menjelaskan empat langkah dalam menerapkan model ATI, yaitu:
1. Treatment awal dalam bentuk pretes untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap pelajaran yang akan diajarkan.
2. Pengelompokan siswa menjadi tiga kelompokkemampuan, yaitu: kelompok siswa berkemampuan tinggi, kelompok siswa berkemampuan sedang, dan kelompok siswa berkemampuan rendah.
3. Memberikan perlakuan terhadap masing-masing kelompok siswa sesuai perbedaan kemampuan yang dimiliki, yaitu: a) Perlakuan terhadap kelompok siswa berkemampuan tinggi melalui modul yang dapat dipelajari oleh siswa secara mandiri tanpa penjelasan yang komplek dari guru; b) Perlakuan terhadap kelompok siswa berkemampuan sedang melalui penggunaan metode yang relevan, dan guru cukup menjelaskan rincian pelajaran yang harus dikuasai; c) Perlakuan terhadap kelompok siswa berkemampuan rendah melalui re-teaching atau tutorial pengulangan pembelajaran yang dapat diulang dalam waktu pembelajaran itu atau diberi pembelajaran ulang dalam waktu yang berbeda di luar waktu pembelajaran formal.
4. Achievement Test
Setelah pembelajaran berakhir dengan menggunakan berbagai perlakuan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu siswa, kemudian dilakukan post test kepada ketiga kelompok kemampuan siswa (kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah) untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan model pembelajaran ATI melalui hasil belajar siswa.
Guna penelitian, maka guru dapat menggunakan kelas yang berbeda tetapi sama tingkat dengan menerapkan model pembelajaran konvensioanl sebagai kontrol tingkat efektivitas dan keoptimalan hasil pembelajaran bagi kelas yang digunakan model pembelajaran uptitude treatment interaction tersebut.
Alasan Memilih Penggunaan Model ATI
Menurut para pakar, model pembelajaran yang diterapkan dan dikembangkan di sekolah saat ini umumnya masih bersifat konfensional. Pendekatan konfensional tidak mempertemukan kesesuaian antara pembelajaran dengan karakteristik siswa. Hal itu antara lain dikemukakan oleh Salzer dan Drdek (1976) "Underconventional arrangement the child is not meet as a distinct human being with unique bacground need and pattern of strengh and weak nesses.
Rather children are exposed to the same our self of study and each individal is judged against either who have different abilities"
Apa yang diungkapk oleh Salzer dan drdek tersebut menggambarkan bahwa dalam konvensional tidak dijumpai pertimbangan latar belakang, kebutuhan, gaya, kemampuan, dan kelemahan anak didik, sehingga semua anak didik diperlakukan dengan strategi pembelajaran yang sama, baik yang pandai, sedang maupun yang rendah.
Selanjutnya, dari berbagai hasil penelitian dinyatakan bahwa model atau pendekatan pembelajaran konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai tujuan umum pembelajaran terutama siswa yang berkemampuan rendah.(*)
Oleh: Dr Huda, S.Ag., M.Pd.I
Guru SMK Negeri 16 Samarinda