Pembebasan Lahan Flyover Muara Rapak Balikpapan Lebih Murah, 60 Persen Milik Pemkot dan Pertamina
Pembangunan jembatan layang atau flyover Muara Rapak menjadi gagasan lama pemerintah kota Balikpapan. Latar belakang yang mendasari proyek pembanguna
Penulis: Miftah Aulia Anggraini |
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- Pembangunan jembatan layang atau flyover Muara Rapak menjadi gagasan lama pemerintah kota Balikpapan.
Latar belakang yang mendasari proyek pembangunan ini lantaran kawasan jalan utama tersebut kerap menelan korban kecelakaan.
Lokasi bakal pembangunan yang tepat berada di Jalan soekarno-hatta, juga berstatus jalan nasional.
Jalan itu menjadi penghubung memasuki kawasan strategis Balikpapan sebagai penyangga Ibu Kota Negara, seperti Kawasan Industri Kariangau, Kilang Minyak Pertamina, Pelabuhan Semayang, maupun pasar induk Pandansari.
Hal itu disampaikan langsung, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Balikpapan, Andi Yusri Ramli.
Ia menjelaskan beberapa faktor teknis kemiringan atau turunan jalan juga menjadi salah satu faktor pertimbangan.
Kemiringan daripada jalan di lokasi pembangunan memiliki persentase 10 persen.
Ini melebihi standart ketentuan, yakni maksimal 8 persen.
"Juga di pertemuan simpang itu ada lampu lalu lintas. Kondisi ini menyebabkan sering terjadinya kecelakaan," kata Andi Yusri, Jumat (13/11/2020).
Keresahan itu pun selalu di dengungkan masyarakat, baik di musrenbang tingkat kelurahan maupun kota.
Pemerintah diminta untuk mencarikan solusi.
Maka muncul gagasan pembangunan flyover Muara Rapak yang telah direncanakan sejak 2010 silam.
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Balikpapan yakni dengan menyusun dokumen perencanaan.
Kajian penataan Simpang Muara Rapak telah dilakulan oleh Bappeda tahun 2010 dengan rekomendasi Pembangunan Flyover.
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) juga telah dilakukan oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan tahun 2013.
Dengan estimasi anggaran sebesar Rp 214,7 miliar untuk desain 2 jalur 4 lajur sepanjang 550 meter.
Selanjutnya, perencanaan pembebasan lahan oleh Dinas Pekerjaan Umum tahun 2018.
Dengan estimasi pengadaan tanah seluas sekitar 1,5 ha dan anggaran sebesar Rp 300 miliar dengan asumsi semua tanah dan bangunan dibebaskan.
"Hal yang harus dilakukan sebelum pembangunan, ada review desain yang sudah dilakukan di perubahan oleh PU Provinsi, penyusunan andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas) dan pengadaan tanah," ujarnya.
Sementara itu, untuk rencana pendelegasian review desain selesai di bulan Desember, untuk dilanjutkan pembebasan lahan tahun depan.
Sebagaimana diketahui, pembangunan flyover itu membutuhkan pembebasan lahan sekira 1,5 hektare.
Kondisi lahan eksisting merupakan lahan milik masyarakat, Pertamina, dan pemerintah kota.
"Tapi alhamdulillahnya, 60 persen dari total lahan yang dibutuhkan adalah milik pemkot dan Pertamina," tuturnya.
Jika nantinya sudah berjalan, tidak menutup kemungkinan tanah milik pemerintah kota dan Pertamina bisa di proses 0 rupiah.
Baca juga: Pemkab Penajam Paser Utara Bakal Setarakan Gaji THL dengan UMK Sebesar Rp 3,4 Juta
Baca juga: UPDATE Virus Corona, Uji Klinis Vaksin Covid-19 Sinovac, 1.620 Relawan Tidak Ada yang Sakit Berat
Baca juga: Rencana Vaksinasi Covid-19 Bersubsidi dan Mandiri, Pemerintah Ingin Harga Terjangkau Masyarakat Luas
Maka angka Rp 300 miliar yang menjadi asumsi untuk pembebasan lahan bisa saja akan menjadi berkurang.
"Ini bisa saja terjadi, karena tanah kebanyakan milik pemkot. Maka dana pembebasan lahan bisa saja berkurang," jelasnya.
Sebagai informasi, ada 28 bidang tanah dan 19 bangunan yang akan kena imbas, baik milik warga maupun pemerintah, di antaranya, Plaza Muara Rapak, Hotel, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Pertamina, ruko maupun eks terminal.
Luasan dan besar jumlah bangunan masih akan kembali dihitung setelah review desain selesai.
(TribunKaltim.co/Miftah Aulia)