2 Terdakwa Kasus Dugaan Suap Bupati Kutim Ismunandar, Mengakui Perbuatan Sambil Menangis

Sidang kasus suap yang menjerat dua terdakwa, atas nama Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto, dilangsungkan pada hari yang sama

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
Momen terdakwa Aditya Maharani Yuono saat menangis membacakan pembelaannya pada persidangan yang digelar teleconference (daring) atas kasus penyuapan terhadap lima pejabat lingkup Kutai Timur (Kutim), di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, pada Senin (23/11/2020) hari ini. TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Sidang kasus suap yang menjerat dua terdakwa, atas nama Aditya Maharani Yuono dan Deki Aryanto, dilangsungkan pada hari yang sama dengan persidangan terdakwa lima pejabat Kutai Timur, hanya waktu persidangan dan agendanya saja berbeda.

Persisnya, sebelum dilaksanakan sidang pada lima terdakwa yang diduga menerima suap dari keduanya.

Persidangan dua terdakwa rekanan swasta kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (23/11/2020) hari ini, dengan agenda yang kini telah memasuki pembacaan pledoi, atau pembelaan dari kedua terdakwa yang kembali dihadirkan.

Dalam persidangan sebelumnya telah terungkap didalam fakta persidangan, kedua terdakwa selaku rekanan swasta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur ( Pemkab Kutim ), telah mengakui seluruh perbuatannya.

Baca Juga: Ikatan Dokter Indonesia Beberkan Tingginya Jumlah Positif Covid-19 Dipengaruhi Mobilitas Warga

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Balikpapan Senin 23 November 2020, Siang Hari akan Hujan Ringan, Malam Berawan

Kedua terdakwa telah memberikan sejumlah uang maupun barang kepada Mantan Bupati Kutim Ismunandar dan empat Pejabat Tinggi di lainnya, yang kini juga telah berstatus sebagai terdakwa dalam berkas perkara terpisah.

Sogokan atau suap yang diberikan oleh dua kontraktor ini bertujuan memuluskan niatnya mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020.

Atas fakta dipersidangan ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dipimpin oleh Ali Fikri, menjatuhi tuntutannya kepada kedua terdakwa.

Terdakwa Aditya Maharani Yuono yang dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dituntut hukuman pidana berupa 2 tahun kurungan penjara disertai denda Rp 250 juta subsider kurungan penjara selama enam bulan.

Baca Juga: Berikut 3 Pesan Ustaz Abdul Somad Saat Safari Dakwah di Balikpapan

Baca Juga: Berikut Calon Penerima Vaksin Covid-19, Menkes Terawan Beberkan Kriteria yang Mendapatkan

Sementara terdakwa Deki Aryanto, JPU KPK menjatuhkan tuntutan 2 tahun 6 bulan kurungan penjara. Disertai denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan penjara.

Oleh JPU, Deki Aryanto dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau kedua, Pasal 13 UU 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono dengan didampingi Hakim Anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, di awal persidangan menghadirkan terdakwa terdakwa Aditya Maharani Yuono, menyampaikan pembelaannya.

Aditya Maharani Yuono mebgawali ucapan pembelaannya dengan lebih dulu menyampaikan permintaan maaf atas kesalahannya. 

Dihadapan Majelis Hakim dan JPU KPK, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa ini, meminta agar diberikan keringanan hukuman.

Baca Juga: Ekonomi Kaltim Mulai Membaik, Ekspor Batu Bara dan CPO Menggeliat

Baca Juga: Politisi Senior Partai Keadilan Sejahtera Sarankan Mahfud MD Temui Rizieq Shihab

Baca Juga: Azerbaijan dan Armenia Bersepakat Akhiri Perang, Sudah Enam Pekan Bertempur

Baca Juga: Pemkab Kukar Buat Pemeliharaan Jembatan Ing Martadipura Kota Bangun, Kirim Personel Atur Lalu Lintas

Dalam pembelaannya, Aditya Maharani Youno mengakui kondisi lingkungan pemerintahan yang tidak bersih dibawah kepemimpinan Ismunandar selaku Bupati Kutim, membuat dirinya selama ini terjebak.

Dia terpaksa memberikan sejumlah uang dengan jumlah besar pada Ismunandar, atas permintaan Musyafa Kepala Bapenda dan Suriansyah Kepala BPKAD Pemkab Kutim. 

Dalam pembelaannya ia mengaku, permintaan itu terpaksa diberikan, agar usahanya tetap berjalan demi menghidupi keluarganya.

"Mau tidak mau Yang Mulia, saya terpaksa harus mengikuti aturan yang ada didalam sistem (pemerintahan) yang mereka miliki (pimpin). Mereka meminta saya terjebak untuk memberikan sejumlah uang agar usaha saya tetap berjalan," jelas Aditya Maharani Yuono didalam persidangan yang berlangsung via teleconference (daring) ini.

Dalam pembacaan pembelaannya (pledoi), ibu dua anak ini nampak menangis. Ia terisak-isak dan sesekali mengusap air matanya dengan tisu.

Dengan berlinang air mata, Aditya Maharani Yuono meminta kepada majelis hakim agar dapat meringankan hukumannya.

Ia memiliki dua orang anak yang harus dirawat. Selama enam bulan pasca ia ditahan, sang anak harus dirawat oleh orangtuanya.

Aditya Maharani Yuono dengan suara yang lirih, kemudian melanjutkan pembacaan pembelaan. 

Dia menyampaikan, bahwa dirinya memiliki rasa cinta dan ingin membangun Kutim. 

Rasa cinta yang dimaksud, ia dibuktikan dengan selalu menyarankan kepada Pemkab Kutim untuk dilakukan pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah di Kutim yang minim, bahkan yang belum tersentuh oleh pembangunan. 

Ia menggambarkan (contoh), enam proyek pembangunan infrastruktur yang dikerjakan olehnya, merupakan hasil dari usulan dirinya. 

Selain itu, terdakwa Aditya Maharani Yuono mengaku harus dihadapkan beban hutang, lantaran Pemkab Kutim belum membayar hasil proyek yang telah selesai dia kerjakan.

Pemkab Kutim masih dalam hal ini, memiliki beban hutang kepada dirinya sebesar Rp 20 miliar. 

"Baru dibayar Rp 8 miliar. Sedangkan saya selama mengerjakan proyek, harus mencarikan uang dulu, dengan cara meminjam (hutang)," sebutnya.

Usai pembacaan pledoi (pembelaan) terdakwa Aditya Maharani Yuono, Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono selaku JPU KPK kesempatan untuk menyampaikan tanggapan atas pembelaan terdakwa.

"Kami tetap pada tuntutan kami yang mulia," singkat salah satu JPU KPK.

Setelah mendengar tanggapan JPU KPK, Majelis Hakim kemudian menyampaikan kepada terdakwa, bahwa sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (30/11/2020) mendatang dengan agenda putusan. 

"Selama sepekan ini, kami Majelis Hakim akan bermusyawarah. Sidang akan kita lanjutkan pekan depan, dengan agenda putusan. Sidang ditutup," tutup Agung Sulistiyono sembari mengetuk palu.

Pembelaan Terdakwa Deki Aryanto, Patuhi Perintah Senior Malah Membuatnya Terjebak

Selanjutnya, giliran terdakwa Deki Aryanto yang dihadirkan menyampaikan pledoi (pembelaannya), dihadapan Majelis Hakim.

Direktur CV Nulaza Karya itu diawal pembelaannya menyampaikan penyesalannya.

Ia mengaku telah melakukan tindakan suap dan menyesali seluruh perbuatannya.

"Dari awal saya menjalani usaha, semata-mata untuk memberikan nafkah istri dan orangtua, tanpa memikirkan yang lain-lain. Itikad dan usaha saya agar dapat bermanfaat bagi keluarga, syukur-syukur apabila bermanfaat bagi negara," jelas Tterdakwa Deki Aryanto di dalam persidangan.

Terdakwa Deki Aryanto melanjutkan, berawal dari ingin mematuhi apa yang menjadi perintah seniornya di organisasi kemahasiswaan, yakni Musyaffa Kepala Bapenda Pemkab Kutim. 

Namun, kepatuhannya ini justru membuatnya terjebak dan tersesat dalam lingkaran Ismunandar Cs.

Sejumlah pemberian uang untuk mendapat pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur di Kutim, disebutnya semua atas dasar perintah Musyaffa.

Seiring waktu berjalan, ia merasa pun terjebak didalam lingkaran tersebut. 

Sehingga mau tidak mau, harus melakukan tindakan itu (suap), agar usahanya tetaplah berjalan.

"Ternyata saya malah masuk dalam lingkaran itu (Ismunandar Cs), yang pada akhirnya menyesatkan dan menjebak saya. Bahwa apa yang saya lakukan adalah berupaya patuh kepada senior saya, yaitu saudara Musyaffa. Dan ternyata kepatuhan saya begitu keliru," sebutnya.

"Untuk itu saya mengakui salah, dalam berbuat ataupun tindakan. Saya memohon maaf," imbuh terdakwa Deki Aryanto.

Setelah menjalani proses hukum ini barulah terdakwa Deki Aryanto menyadari, bahwa selama ini hanya dimanfaatkan oleh sang senior, Musyaffa. 

"Saya mengaku salah karena melakukan perbuatan hina demi kepentingan pribadinya Musyafa," sebutnya lagi.

Diakhir pembelaan, Deki Aryanto meminta Majelis Hakim dapat meringankan hukumannya. 

Dia mengaku, sebagai kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk menghidupi anak dan istrinya.

"Saya berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Mengingat saya, selaku kepala rumah tangga, bertanggung jawab atas anak dan istri dan orangtua. Untuk itu saya memohon agar hukuman saya diringankan dari majelis hakim," jelas terdakwa Deki Aryanto.

Sama seperti terdakwa sebelumnya, Aditya Maharani Yuono, atas pembelaan yang disampaikan Terdakwa, Majelis Hakim kemudian memberikan JPU KPK untuk menyampaikan tanggapannya. 

"Terkait pledoi yang disampaikan terdakwa, kami tetap dengan tuntutan semula yang mulia," jawab salah satu JPU KPK.

"Baik, JPU tetap pada tuntutannya ya. Karena begitu, Majelis Hakim akan bermusyawarah dahulu. Untuk sidang putusan dilanjutkan pada Senin 30 November 2020 mendatang. Untuk terdakwa tetap berada ditahanan. Sidang ditutup," tutup Agung Sulistiyono sembari mengetukkan palu.

Fakta Persidangan Dua Terdakwa Sebelumnya

Diberitakan sebelumnya, terdakwa Aditya Maharani Yuono mengakui perbuatannya, memberikan suap atau gratifikasi kepada Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah alias Anto.

Terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang dan barang senilai Rp 6,1 miliar, yang terbagi sebesar Rp 5 miliar pada Oktober hingga Desember 2019 dan Rp 1,1 miliar dari pemberian sepanjang Februari hingga Juni 2020.

Imbalan dari keloyalannya itu, terdakwa mendapatkan puluhan pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim.

Khusus untuk anggaran Tahun 2019-2020. Sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL serta 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim. 

Semua pengerjaan proyek itu tak terlepas dari hasil campur tangan kakak beradik, Musyaffa dan Suriansyah yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar.

Selama mengerjakan puluhan proyek PL, diketahui terdakwa menggunakan bendera perusahaan yang berbeda-beda.

Hal ini dikarenakan, setiap perusahaan dibatasi hanya mendapatkan 5 hingga 7 proyek. 

Sementara itu, Terdakwa Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya juga turut mengakui perbuatannya, memberikan suap berupa uang maupun barang kepada lima pejabat tinggi di Kutim, senilai Rp 8 miliar.

Tindakan suap yang dilakukannya guna mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim, tahun anggaran 2019-2020. 

Dalam fakta persidangan, terdakwa Deki Aryanto mengakui telah memberikan uang sebesar Rp 5 miliar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar.

Uang yang dia berikan itu digunakan Bupati Kutim, Ismunandar, untuk biaya kampanye Pilkada.

Selain itu, Deki juga memberikan uang serta barang kepada Istri Bupati Kutim, Encek UR Firgasih yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim

Adapun timbal baliknya, terdakwa Deki Aryanto mendapatkan sejumlah proyek pengerjaan yang bersumber dari pokok pikiran milik Encek di DPRD Kutim Dengan nilai per proyeknya sebesar Rp 100 sampai 200 juta.

Dari pengerjaan proyek itu, Deki menyisihkan uang sebagai komisi untuk Encek.

Selain itu, terdakwa Deki Aryanto juga menerima pengerjaan berupa proyek PL di Dinas pendidikan sebesar Rp 45 milliar.

Total, ada sebanyak 407 proyek, dengan nilai Rp 150-175 juta per kegiatannya. 

Proyek ini didapatkan dari hasil campur tangan Musyaffa dan Suriansyah.

Proyek PL sebanyak itu dikerjakan oleh terdakwa, lagi-lagi dengan menggunakan bendera perusahaan berbeda-beda.

(Tribunkaltim.co/ Mohammad Fairoussaniy)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved