Kisah Soeharto Bikin Pejabat Kalang Kabut, Blusukan ke Rumah Warga Menyamar Sebagai Orang Biasa
yang paling berkesan ketika Soeharto melakukan blusukan ke rumah warga dengan menyamar menjadi orang biasa.
TRIBUNKALTIM.CO - Kisah Presiden ke 2 RI, Soeharto selalu menarik untuk disimak.
Termasuk berbagai tindak tanduk dan ucapannya selama masa orde baru.
Satu yang paling berkesan ketika Soeharto melakukan blusukan ke rumah warga dengan menyamar menjadi orang biasa.
Sudah jadi rahasia umum orang yang menjabat sebagai Presiden selalu diberi fasilitas keamanan yang orang lain tak bisa menikmati.
Termasuk di Indonesia, para presidennya diberi pengawalan ketat Paspampres, Pasukan Pengamanan Presiden.
Tapi, terkadang ada beberapa Presiden Indonesia yang senang blusukan.
Baca juga: Sri Mulyani Curhat, Pusing Cari Aset Negara yang Lenyap di Zaman Soeharto Nggak Ada Pembukuannya
Baca juga: Al Ghazali Pamer Foto Safeea Duduk Dirangkul Titiek Soeharto, Reaksi Maia Estianty Disorot
Baca juga: Kenapa Soeharto tak Ikut Diculik dan Dibunuh PKI dalam Gerakan 30 September? Begini Alasannya
Jokowi misalnya, sangat dikenal dengan aksi blusukannya yang terkadang tak terduga hingga membuat repot Paspampres
Sebelum Jokowi, Presiden Kedua RI, Soeharto juga menggemari hal yang sama.
Soeharto ternyata kerap kali tampil di tengah rakyat Indonesia bahkan melakukan beberapa penyamaran.
Kisah tersebut dikupas dari dua buku yakni 'Otobiografi Soeharto Pikiran, Ucapan dan Tindakan' serta 'Soeharto The Untold Stories'.
Dikutip TribunJatim.com dari Tribun Medan, simak cerita lengkapnya berikut.
Aksi blusukan yang dilakukan Soeharto sebenarnya ada banyak.
Tetapi, ada satu cerita yang menjadi ramai disoroti saat itu ketika Soeharto sering berkeliling daerah terpencil guna melihat hasil pembangunan.
Aksi Soeharto saat itu akhirnya tak jarang membuat para pejabat setempat ataupun menteri tak berkutik.
Mereka khawatir ketika ditanya oleh Soeharto terkait hasil yang dikerjakan.
Soeharto langsung ke bawah untuk membuktikannya.
Saat berkeliling Soeharto hanya ditemani ajudan atau satu dua pengawal dan dokter pribadi kata Tri Sutrisno masih dari buku tadi.
"Pak Harto selalu melakukan Incognito."
"Pak Harto selalu berpesan tidak boleh ada satupun yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incogniti," kata Tri.
Apa yang dilakukan Soeharto akhirnya buat pejabat daerah kalang kabut karena benar-benar tak tahu.nen
Apalagi Soeharto melakukan penyamaran sukses, numpang tidur di rumah warga, ikut makan alakadarnya, sambil mengobrol dan menyerap keluh kesah rakyatnya.
Sementara bupati dan gubernur di wilayah penyamaran tersebut terlambat menyadari kehadiran orang nomor satu di negeri ini saat itu.
Wajah pucat dan bikin keringat dingin mengucur deras karena Soeharto membuktikan sendiri hasil pembangunan atau kemungkinan-kemungkinan bila terjadi penyimpangan.
Dalam blusukannya Soeharto tak pernah tidur di hotel.
Ia memilih tidur di rumah penduduk atau tidur di rumah kepala desa.
Soeharto lalu berbincang tanpa perantara dan mencatat.
Daerah mana yang berhasil dan daerah mana yang perlu ditingkatkan.
Soeharto yang gemar blusukan untuk pastikan pembangunan apakah berjalan sesaui rencana atau tidak membuatnya harus melakukan pencatatan secara detail.
Ia bahkan mencatat segala informasi dengan menggunakan punggung ajudannya bila tak ada meja yang bisa digunakan.
Soeharto di awal kekuasaan rajin melakukan blusukan, hal ini seperti yang dicatat pada 'Otobiografi Seoharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan.'
"Tentu saja saya pun kadang-kadang merasa capek."
"Ini karena hilir mudik dari sana ke mari lewat daratan, terbang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk memulai dengan pembangunan yang baru dan mengontrol pembangunan yang sedang berjalan, dan lelah pula karena memeras otak."
"Tetapi saya tidak boleh mengeluh, apalagi menyerah."
"Pembangunan adalah perjuangan yang sengit," kata Soeharto melalui buku tersebut.
Baca juga: Soeharto Dapat Bingkisan Misterius Jelang G30S/PKI Meletus, Ajudan Merasa Ada yang Ganjil
Baca juga: Jadi Pengacara Anak Mantan Presiden Soeharto, Busyro Nilai Era Orde Baru Sudah Selesai
Kisah Lain Soeharto, Hadapi Detik Mencekam Jumpa Pers di Bosnia
Seorang pengawal Soeharto, yang juga Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden saat itu, Sjafrie Sjamsoeddin, menceritakan pengalamannya saat Soeharto mengunjungi Bosnia.
Kisah itu diceritakannya dalam buku "Pak Harto The Untold Stories".
Seperti mengutip dari buku tersebut, begitu tiba di Bosnia, Soeharto langsung disambut hangat oleh Presiden Bosnia saat itu, Alija Izetbegovic.
Keduanya terlibat pembicaraan akrab selama satu jam.
Selanjutnya, bersama Menteri Luar Negeri saat itu, Ali Alatas, Soeharto melakukan sesi jumpa pers.
Sedangkan, Sjafrie bersama petinggi militer lainnya, Mayor Unggul, hanya mendampingi di ruang tunggu.
Namun, tiba-tiba Sjafrie melaporkan sesuatu ke Soeharto.
Laporan itu terkait ditemukannya proyektil meriam.
"Pak, saat Bapak mengadakan pertemuan dengan Presiden Bosnia tadi, ada proyektil meriam jatuh tiga kilometer dari sini," kata Sjafrie melaporkan.
Mendapati laporan itu, sejenak Soeharto tampak tenang.
Sjafrie kemudian melanjutkan laporannya.
"Pak, waktu kita hanya tiga jam," ucap Sjafrie.
Soeharto kemudian menjawab laporan Sjafrie tersebut.
"Ya, beritahu Ali Alatas supaya selesai tepat waktu. Kita mesti berangkat tepat waktu," ujar Soeharto.
Menurut Sjafrie, saat itu suasana perang begitu mencekam.
Suasana tembakan terdengar di kejauhan.
Di sejumlah tempat terlihat para prajurit yang bersiaga penuh.
"Pak, ini persis dengan enam jam di Jogja."
"Waktunya enam jam, yaitu tiga jam perjalanan pergi-pulang, tiga jam kita di darat, jadi itu mirip enam jam di Jogja," kata Sjafrie.
Sjafrie kemudian menanyakan alasan Soeharto yang tetap mendatangi Bosnia walaupun kondisi sedang kritis.
Sjafrie pun mendapatkan jawaban yang menurut dia sama sekali tak diduganya.
"Ya, kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non-Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita tengok," jawab Soeharto tenang.
"Tapi, ini kan risikonya besar," tanya Sjafrie lagi.
"Ya, itu kita bisa kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi tambah semangat," ucap Soeharto.
Soeharto Dapat Bingkisan Misterius Jelang G30S/PKI Meletus, Ajudan Merasa Ada yang Ganjil
Nama Soeharto tak bisa dilpaskan dari rentetan peristiwa pasca G30S/PKI meletus.
Saat peristiwa G30S/PKI terjadi Soeharto menjabat sebagai Pangkostrad.
Dirinya menjadi salah satu pelaku sejarah utama saat peristiwa tersebut terjadi
Nama Presiden Soeharto dan Peristiwa G30S/PKI menjadi dua hal yang cukup sering dibicarakan dalam sejarah perjalanan bangsa.
Terlepas dari berbagai kontroversinya, ada sejumlah kisah terkait Soeharto dan peristiwa G30S/PKI.
Satu di antaranya adalah yang disampaikan oleh mantan ajudan, Wahyudi.
Kisah soal Soeharto itu disampaikan Wahyudi dalam buku berjudul "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Kompas tahun 2012 lalu.
Dalam buku itu, Wahyudi mengungkapkan adanya sebuah peristiwa di rumah Soeharto menjelang terjadinya peristiwa G30S/PKI.
Saat itu, dia sedang bertugas di pos jaga.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang mengantarkan sebuah bingkisan.
Wahyudi mengungkapkan, pengantar bingkisan itu adalah seorang pria paruh baya.
"Saya tanda tangani resi tanda terima kemudian membawanya ke ruang belakang," kenang Wahyudi.
Saat dibuka, ternyata isi bingkisan itu adalah patung Batara Guru.
Batara Guru merupakan satu tokoh dalam cerita pewayangan.
"Saya meletakkannya di meja dekat Pak Harto biasa membaca koran pagi," jelas Wahyudi.
Tak berselang lama, Soeharto mengetahui adanya patung itu.
Soeharto pun memanggil Wahyudi, dan menanyakan asal mula patung tersebut.
Mendapatkan pertanyaan itu, Wahyudi pun segera menjawabnya.
"Saya kira itu pesanan Bapak," jawab Wahyudi.
Selanjutnya, Wahyudi mengakui dirinya memang tidak menanyakan identitas pengirimnya.
"Pak Harto juga bertanya kepada Ibu Tien Soeharto yang juga mengatakan tidak memesannya. Demikian juga keluarga yang lain, ditanya namun tak ada yang merasa memesan atau mengenal pengirim patung itu," ungkap Wahyudi.
Wahyudi pun merasa ada yang ganjil terkait hal itu.
"Buat saya, itu kiriman yang ganjil, mengingat Pak Harto bukanlah penggemar apalagi pengumpul barang-barang seni semacam itu. Namun sempat terbersit di benak saya, apakah itu sebuah pertanda baik bagi Pak Harto?" kata Wahyudi.
Meski demikian, Wahyudi tetap berharap yang terbaik untuk Soeharto.
"Dalam hati tentu saja saya mengharapkan yang terbaik terjadi pada Pak Harto, mengingat isyarat alam semesta bisa saja datang melalui berbagai cara," harap Wahyudi.
Wahyudi melanjutkan, tak lama dari dikirimnya bingkisan itu, dirinya tiba-tiba menjadi sibuk.
Sebab, saat itu memang terjadi peristiwa G30S/PKI.
"Di hari-hari pertama terjadinya kudeta itu, Pak Harto menyuruh saya mengungsikan Ibu Tien dan putra-putri beliau ke suatu tempat yang dirahasiakan," kata Wahyudi.
Wahyudi kemudian membawa Bu Tien dan keluarganya ke rumah sederhana milik Kostrad di Jalan Iskandarsyah, Kebayoran Baru selama tiga hari.
Sebelum Kekuasaannya Tumbang, Soeharto Ternyata Sudah Siapkan Pengganti Dirinya: Orangnya Sudah Ada
Bulan Mei tahun 1998, tercatat sebagai bulan jatuhnya Soeharto dari kursi kepresidenan Indonesia.
Soeharto memang menjadi presiden selama 32 tahun.
Kekuasaannya tumbang setelah adanya krisis multidimensi yang saat itu melanda Indonesia.
Termasuk juga melambungnya harga sejumlah kebutuhan pokok.
Akibatnya, gelombang reformasi pun muncul, dan mendesak Soeharto agar segera mundur dari jabatannya.
Karena desakan dari berbagai pihak, Soeharto kemudian memutuskan mundur dari posisinya sebagai presiden.
Meski demikian, sebelum didesak mundur dari jabatannya, Soeharto sebenarnya sudah pernah ditanya mengenai sosok yang akan menggantikannya.
Itu seperti yang terdapat dalam buku "Sisi Lain Istana, Dari Zaman Bung Karno Sampai SBY", karya J Osdar.
Dalam buku terbitan tahun 2014 itu disebutkan, beberapa bulan menjelang Pemilu 1997, tepatnya pada bulan Maret 1997, Soeharto pernah berdialog dengan anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Dialog tersebut terjadi di Bina Graha, komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.
Saat itu, anggota KNPI tersebut menanyakan sesuatu kepada Soeharto.
Tepatnya, mengenai pengganti Soeharto.
"Apakah Bapak tidak mempersiapkan pengganti sehingga dapat melanjutkan pembangunan?" tulis Osdar menirukan pertanyaan anggota KNPI tersebut.
Mendapati pertanyaan itu, Soeharto pun bereaksi.
Saat itu, Soeharto senyum, dan batuk-batuk kecil.
Selanjutnya, Soeharto memberikan jawabannya.
"Mekanisme dan sistemnya sudah ada, orangnya juga sudah ada, yakni satu dari 180 juta orang. Masak tidak satu dari 180 juta orang yang mampu jadi presiden. Cari dari sekian banyak orang tersebut, pasdi ada. Saya tidak berambisi jadi presiden seumur hidup, kenapa ribut-ribut," tulis Osdar menirukan jawaban Soeharto saat itu.
Tak hanya menjawab pertanyaan saja, Soeharto justru berbalik menyampaikan pertanyaan.
"Kapan saya berhenti jad presiden?" tanya Soeharto.
Mendengar pertanyaan Soeharto, sekitar 150 orang anggota KNPI yang saat itu ada di tempat itu mendengungkan suaranya.
Soeharto kemudian melanjutkan.
Dia mengatakan, tidak akan meletakkan jabatannya di tengah jalan, karena merupakan sikap yang setengah-setengah, dan melanggar UUD 1945.
"Itu sama saja dengan melanggar hukum," ujar Soeharto saat itu lalu batuk.
Baca juga: Bambang Trihatmodjo Gugat Menkeu karena Dicekal ke Luar Negeri, Gurita Bisnis Anak Ketiga Soeharto
Baca juga: Megawati Heran Jokowi Diminta Mundur, Refly Harun Ingatkan Soal Gus Dur dan Soeharto, Ada 2 Jalur
Mendengar jawaban Soeharto semacam itu, anggota KNPI lantas tersadar Soeharto agak marah.
Seorang anggota KNPI lainnya kemudian mengatakan sesuatu.
"Kami berharap Bapak bersedia dipilih lagi karena orang seperti Bapak ini jarang ada, apalagi keteladanan Bapak sudah Bapak tunjukkan selama ini, yakni menerapkan UUD 1945 dan Pancasila secara murni, dan konsekuen," kata anggota KNPI tersebut.
(*)
Sebagian artikel ini telah tayang sebelumnya di Tribun Batam dengan judul 'Mengenang Kisah Blusukan Soeharto, Tidur di Rumah Warga Hingga Pejabat Panik saat Presiden Menyamar' dan Tribun Jatim dengan judul 'Pistol Meletus, Pengawal Kuak Cara Soeharto Hadapi Detik-detik Mencekam Jumpa Pers di Bosnia'
Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul Tidur di Rumah Warga, Pria Itu Ternyata Presiden Soeharto yang Menyamar, Pejabat Sontak Ketar-ketir, https://style.tribunnews.com/2020/12/07/tidur-di-rumah-warga-pria-itu-ternyata-presiden-soeharto-yang-menyamar-pejabat-sontak-ketar-ketir?page=all.