Pilkada Samarinda
Kemungkinan Sengketa di Pilkada Samarinda Cukup Besar. Akademisi Unmul Sarankan Lihat UU Pilkada
Usai sudah perhelatan pilkada serentak di Kalimantan Timur. KPU Samarinda sebagai penyelenggara masih merekap hasil penghitungan suara di tiap TPS.
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Usai sudah perhelatan pilkada serentak di Kalimantan Timur. KPU Samarinda sebagai penyelenggara masih merekap hasil penghitungan suara di tiap TPS.
Namun yang menjadi permasalahan usai penghitungan adalah adanya sengketa pilkada antara paslon dengan KPU.
Sengketa tersebut bermacam-macam penyebab dikarenakan paslon merasa tidak puas dalam hasil jumlah suara. Bahkan dalam UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota diatur atau UU Pilkada tentang sengketa pilkada.
Baca juga: KPU Gandeng Kejari Samarinda, Beri Materi Bimtek ke PPK Soal Penyelesaian Sengketa Pilkada 2020
Baca juga: Bawaslu Kaltara 'Ajar' Parpol Prosedur Permohonan Penyelesaian Sengketa Pilkada
Khususnya di Kota Samarinda sendiri perolehan suara tiap paslon sangat ketat. Contohnya saja dengan pemenang sementara Andi Harun-Rusmadi dengan Zairin Zain-Sarwono perolehan suara selisih kurang lebih tiga persen.
Hal tersebut berdasarkan update terkini rekapitulasi KPU Kamis (10/12/2020) pagi.
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah memberikan penjelasan lebih lanjut. Menurutnya pengajuan sengketa hasil Pilkada ditentukan oleh selisih hasil perolehan suara. Perolehan suara itu ditentukan berdasarkan persentase jumlah penduduk.
Jumlah penduduk Kota Samarinda saat ini kurang lebih 886.806 jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, berdasarkan pasal 158 ayat (2) huruf c UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada kata Herdiansyah Hamzah bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi dengan syarat tertentu.
Baca juga: Progress Sidang Sengketa Pilkada: Lima Gugatan Ditarik, 16 Ditolak Hakim MK
Baca juga: Antisipasi Sengketa Pilkada, Bawaslu Balikpapan Sosialisasi Penyelesaian Sengketa, Ini Tata Caranya
"Maka pengajuan sengketa hasil hanya dapat diajukan jika terdapat perbedaan paling banyak 1 persen dari total suara sah hasil perhitungann suara tahap akhir oleh KPU," ucap Herdiansyah Hamzah.
Jika lebih dari satu persen dari total suara sah maka dipastikan Mahkamah Konstitusi menolak permintaan tersebut.
"Ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 tahun 2020 tentang Tata Cara Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pilkada," ucap pria yang disapa Castro ini.
Saat ini ia menyarankan kepada seluruh paslon untuk bersabar. Sembari menunggu hasil penghitungan suara resmi dari KPU.
(Tribunkaltim.co/Jino Prayudi Kartono)