Kontras Bocorkan Ancaman Sipil Dibalik Program Polisi Siber, Mahfud MD: Terlalu Toleran Juga Bahaya
Kontras bocorkan ancaman sipil dibalik program polisi siber, Mahfud MD: Terlalu toleran juga bahaya
TRIBUNKALTIM.CO - Rencana Pemerintah mengaktivkan polisi siber mengundang sorotan dari Kontras.
Diketahui, rencana ini disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD.
Dengan polisi siber, berbagai aksi hoaks hingga ujaran kebencian di dunia maya atau media sosial bisa dideteksi dengan cepat.
Selanjutnya, para pelakunya langsung bisa dibekuk.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan ( Kontras) Fatia Maulidiyanti menilai, rencana pemerintah untuk lebih mengaktifkan kegiatan polisi siber pada 2021 mengancam kebebasan sipil.
Khususnya terkait kebebasan berekspresi.
Baca juga: Faktor Boleh Tidaknya Pembelajaran Tatap Muka Januari 2021, Tidak 100 Persen Luring
Baca juga: Komnas HAM Temukan Petunjuk Baru dari Rekaman CCTV, Lokasi Rumah Penyiksaan 6 Laskar FPI Disinggung
Baca juga: INFO BMKG Prakiraan Cuaca Selasa 29 Desember 2020, Surabaya dan Banjarmasin Terjadi Hujan Petir
Baca juga: Identitas Warga Asing yang Datang ke Markas FPI Terungkap, Anggota Intelijen Jerman, Bukan Diplomat!
Padahal, kata Fatia, konstitusi menjamin hak warga negara untuk berekspresi dan berpendapat.
"Langkah pemerintah ini makin membungkam kebebasan sipil itu sendiri, khususnya terkait kebebasan berekspresi dan jelas melanggar hak kebebasan berkespresi yang telah dilindungi konsitusi," kata Fatia saat dihubungi, Senin (28/12/2020).
Dia mengatakan, bisa jadi makin banyak orang yang dikriminalisasi karena tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah.
Bila demikian, menurut Fatia, Indonesia akan kembali ke era otoritarianisme.
"Akhirnya hal ini juga akan menuju ke budaya di zaman otoritarianisme yang mana publik tidak diperkenankan memberikan kritik apapun," tuturnya.
Demokrasi di Indonesia pun, kata dia, tak akan lagi ada maknanya.
Penyelenggaraan demokrasi hanya menjadi formalitas belaka.
"Demokrasi hanya akan berjalan sekadar formalitas saja, tapi tidak ada implementasi yang baik dalam realitanya," ujar Fatia.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah akan memasifkan kegiatan polisi siber pada tahun depan.
Menurut Mahfud MD, pemerintah selama ini terlalu toleran menghadapi berbagai informasi tidak benar yang sifatnya mengancam atau merendahkan martabat.
"Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber.
Tahun 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga berbahaya," ujar Mahfud MD dalam wawancara khusus bersama Kompas, dilansir pada Sabtu (26/12/2020).
Baca juga: Gagal Direkrut AC Milan Musim Lalu, Agen Bintang Asal Hungaria Beri Kode Keras ke Rossoneri
Polisi siber yang dimaksud Mahfud nantinya akan berupa kontra-narasi.
Apabila ada kabar yang tidak benar beredar di media sosial, maka akan diramaikan oleh pemerintah bahwa hal itu tidak benar.
Sementara, jika ada isu yang termasuk dalam bentuk pelanggaran pidana maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi," kata Mahfud MD.
"Dalam waktu sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap," tambahnya.
Mahfud MD Bicara Soal Kriminalisasi Ulama
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD membantah anggapan yang menyebut adanya kriminalisasi ulama di Indonesia.
Mahfud MD mengatakan, para ulama justru berperan mengatur, memimpin, dan mengarahkan kebijakan di Indonesia.
"Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia sebab selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia," kata Mahfud MD, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: UPDATE! Komnas HAM Periksa 30 Lebih Polisi, Selidiki Kasus Penembakan 6 Laskar FPI, Apa Hasilnya?
Mahfud MD pun membeberkan sejumlah kasus yang seringkali disebut sebagai kriminalisasi ulama.
Padahal, menurut Mahfud, para ulama tersebut diproses hukum karena terbukti melakukan tindak pidana.
Misalnya, kasus Abu Bakar Baasyir.
Di mana Abu Bakar Baasyir terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat terorisme.
"Dia itu dijatuhi hukuman ketika ketua Mahkamah Agung dikenal sebagai tokoh Islam yakni Bagir Manan.
Tak mungkin Pak Bagir membiarkan kriminalisasi ulama, jika tak ada bukti terlibat terorisme," ujar Mahfud MD.
Begitu pula dalam kasus Bahar bin Smith yang terbukti melakukan penganiayaan.
Sementara itu, untuk kasus pemimpin Front Pembela Islam ( FPI) Habib Rizieq Shihab, Mahfud MD mengatakan penetapan tersangka tidak berkaitan dengan politik.
Baca juga: Transfer Liga Italia, Demi Haaland Real Madrid Acuhkan AC Milan, Jovic Batal Berseragam Rossoneri
"Tetapi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana umum," kata Mahfud MD menegaskan.
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD menegaskan tidak ada Islamofobia dalam pemerintahan di Indonesia.
Menurut dia, pejabat publik, pemerintahan, pembuat kebijakan, petinggi dan anggota TNI/Polri sebagian besar adalah muslim.
"Tidak mungkin bisa menjadi pemimpin jika ada Islamofobia di sini," kata Mahfud MD.
(*)
Artikel ini telah tayang dengan judul "Kontras: Polisi Siber yang Akan Diaktifkan Pemerintah Berpotensi Bungkam Kebebasan Berekspresi", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/28/14074121/kontras-polisi-siber-yang-akan-diaktifkan-pemerintah-berpotensi-bungkam.
Artikel ini telah tayang dengan judul "Mahfud MD: Tak Ada Kriminalisasi Ulama di Indonesia ", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/12/25/06524531/mahfud-md-tak-ada-kriminalisasi-ulama-di-indonesia.