Mata Najwa
Mata Najwa Malam Ini Sorot Banjir di Kalsel, Memang Ada Hujan tapi Jangan Lupa Susutnya Hutan
Acara Mata Najwa malam ini, Rabu (20/1/2021), akan menyoroti musibah banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel).
TRIBUNKALTIM.CO - Acara Mata Najwa malam ini, Rabu (20/1/2021), akan menyoroti musibah banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Jadwal Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab tayang mulai pukul 20.00 WIB di Trans 7 atau bisa disaksikan via Live Streaming Trans 7.
Mengangkat tema "Dikepung Bencana", Mata Najwa kali ini turut membahas banjir di Kalsel.
Tak hanya banjir di Kalsel, Mata Najwa juga akan membahas masalah gempa bumi di Sulawesi Barat, tanah longsor di Jawa Barat, letusan Gunung Semeru, Gunung Merapi, hingga banjir Gunung Mas di Puncak, Kabupaten Bogor.
Terkait banjir di Kalsel, Mata Najwa menyinggung soal susutnya hutan.
Seperti diketahui, sebanyak 10 Kabupaten/Kota di Kalsel terendam banjir.
Baca juga: Di Mata Najwa, Raffi Ahmad Ungkap Efek Setelah Disuntik Vaksin Sinovac, Sama dengan Ridwan Kamil
Hujan deras yang merata selama beberapa hari terakhir diduga menjadi penyebab.
Namun, sejumlah pihak menyebut, masifnya pembukaan lahan pertambangan dan perkebunan secara terus menerus, turut menjadi penyebab bencana ekologi yang terjadi di Kalsel ini.
Apa yang menjadi penyebab banjir di Kalsel inilah yang akan dikupas habis di acara Mata Najwa.
Pada unggahan Instagram Mata Najwa, juga diunggah cuplikan video pidato Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke lokasi banjir.
Bagaimana jalannya diskusi Mata Najwa malam ini?
Tonton Live Streaming Trans 7 melalui link di bawah ini:
*Disclaimer: Link Streaming Trans 7 acara Mata Najwa hanya informasi untuk pembaca. TribunKaltim.co tidak bertanggung jawab terhadap kualitas siaran.
Benarkah Penyusutan Hutan Kalimantan Separah Itu?
Diberitakan Kompas.com, sebuah unggahan berupa gambar peta wilayah hutan Kalimantan yang terlihat semakin menyusut dari tahun ke tahun ramai di media sosial.
Gambar itu bisa dijumpai salah satunya di unggahan akun Facebook atas nama Ahmad Turamsili pada Sabtu (16/1/2021).
Dalam gambar tersebut, ditampilkan kondisi hutan Kalimantan sejak 1950 hingga 2020.
Baca juga: Cerdik di Mata Najwa, Cara Menkes Budi Sadikin Jawab Jebakan Pertanyaan Najwa Shihab Soal Background
Pada 1950, hutan pulau Kalimantan (hijau tua) digambarkan masih mendominasi sebagian besar wilayah pulau tersebut.
Kemudian, berturut-turut dari tahun 1985, 2000, 2005, 2010, dan 2020, terlihat bahwa area hutan (hijau tua) semakin mengecil.
Penggundulan hutan dikaitkan sebagai penyebab terjadinya banjir yang kini melanda wilayah Kalimantan Selatan, dan menyebabkan lebih dari 20.000 warga harus mengungsi.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, gambar yang beredar itu bukan berasal dari hasil penginderaan jauh LAPAN.
Kendati demikian, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh sudah melakukan analisis deforestrasi, dan menurutnya hasilnya tidak separah gambar yang beredar.
"Data yang diperoleh LAPAN bersama Kementerian Kehutanan dan mitra lainnya, deforestrasi tahun 2000 dan 2010 tidak seekstrem gambar yang beredar di medsos," kata Thomas saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (16/1/2021).
Baca juga: Jaringan Internet Lelet, Katarina Terpaksa Wisuda Online di Hutan, Ayah dan Ibu Setia Mendampingi
Thomas kemudian menyertakan gambar citra satelit pulau Kalimatan antara tahun 2000 hingga 2012.

Thomas menambahkan, untuk tahun 2020, LAPAN belum melakukan analisis terhadap deforestasi yang terjadi di wilayah pulau Kalimantan.
Ada penyusutan ada penambahan
Mengutip laporan Ringkasan Eksekutif, Program Penginderaan Jauh INCAS: Metodologi dan Hasil, yang dipublikasikan pada Juni 2014 oleh LAPAN, tercatat terjadi penyusutan hutan, serta penambahan hutan pada periode 2000-2012 untuk pulau Kalimantan.
Gambar tersebut dihasilkan dari Program Penginderaan Jauh INCAS.

Daerah yang berwarna hijau tua merupakan tutupan hutan dari tahun 2000 hingga 2012, warna merah menunjukkan penyusutan hutan antara tahun 2000 hingga 2012, sedangkan warna kuning menunjukkan penambahan hutan periode yang sama.
Baca juga: 19 Desa di Kutai Timur Berkomitmen untuk Jaga Kelestarian Hutan Demi Turunkan Emisi Karbon
Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan, dari peta itu dapat diketahui bila pada periode tersebut terjadi penyusutan hutan, namun pada saat yang sama juga terjadi penambahan di beberapa titik.
"Itu menunjukkan ada deforestrasi, tetapi ada juga penambahan di beberapa titik," kata Thomas.
Disebutkan lebih parah
Sementara itu, Manager Kampanye Walhi Kalsel M Jefri Raharja mengatakan banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun ini lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya.
Selain faktor curah hujan yang tinggi, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini.
Data yang dimilikinya, pembukaan lahan terutama untuk perkebunan sawit terjadi secara terus menerus.
Dari tahun ke tahun, luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi sekitar.
"Antara 2009 sampai 2011 terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (15/1/2021).
"Sedangkan untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2 tahun. Luas bukaan tambang pada 2013 ialah 54.238 hektar," imbuhnya lagi.

Pihaknya menyayangkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini beralih menjadi lahan perkebunan.
Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan juga mendorong laju perubahan iklim global.
"Kalimantan yang dulu bangga dengan hutannya, kini hutan itu telah berubah menjadi perkebunan monokultur sawit dan tambang batu bara,” katanya lagi.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kaltim Soroti Aktivitas Tambang Ilegal, Samsun: Mau Kaltim Seperti di Kalsel
Baca juga: Jokowi Perintah Idham Azis, Marsekal Hadi Hingga Doni Monardo: Percepat Bantuan Korban Banjir Kalsel
Baca juga: LENGKAP Profil atau Biodata Komjen Listyo Sigit Prabowo, Calon Kapolri yang Sempat Kapolda Banten
Perluasan lahan secara masif dan terus menerus, menurut Jefri memperparah bencana terutama di kondisi cuaca ekstrem.
“Akhirnya juga mempengaruhi dan memperparah kondisi ekstrem cuaca, baik itu di musim kemarau dan musim penghujan,” kata dia. (*)