Berita Nasional Terkini

PDIP Dinilai Jegal Anies Baswedan di RUU Pemilu, Djarot Syaiful Hidayat Tak Tinggal Diam, Ada Alasan

PDIP dinilai jegal Anies Baswedan di RUU Pemilu, Djarot Syaiful Hidayat tak tinggal diam, ada alasan

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Kolase Tribun Kaltim
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Djarot Syaiful Hidayat 

TRIBUNKALTIM.CO - RUU Pemilu yang sedang digodok di DPR RI menuai polemik.

PDIP sebagai partai penguasa dinilai akan diuntungkan dengan diberlakukannya RUU Pemilu.

Sementara, kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 atau 2023 seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dinilai akan dirugikan.

Diketahui, RUU Pemilu mengatur pelaksanaan Pemilu serentak 2024.

Jika demikian, para kepala daerah incumbent yang habis masa jabatan 2022 dan 2023 akan dirugikan karena tak lagi berstatus petahana.

Jabatan mereka akan diisi Plt hingga Pemilu serentak 2024.

Baca juga: Refly Harun Nilai Cuitan Abu Janda Soal Islam Bukan Ujaran Kebencian, Diduga Rasis ke Natalius Pigai

Baca juga: Kabar Terkini Setya Novanto, Jadi Petani Bareng Jero Wacik, Panen Raya Padi di Lapas Sukamiskin

Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, partainya menolak pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 yang tercantum di dalam draf Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum ( RUU Pemilu).

Djarot Syaiful Hidayat menegaskan, sikap partai tersebut tidak ada kaitannya dengan upaya untuk menghambat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan kepala daerah lainnya.

Untuk diketahui, di dalam draf RUU Pemilu dimuat ketentuan bahwa Pilkada digelar 2022 dan 2023.

Salah satu Pilkada yang akan digelar pada 2022 adalah Pilgub DKI Jakarta.

Sementara, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan Pilkada serentak ditetapkan pada November 2024.
Sehingga, jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 akan diisi pejabat sementara termasuk Anies Baswedan.

"Jelas tidak benar (menghambat panggung politik Anies Baswedan).

Tidak terkait dengan pak Anies Baswedan juga gubernur-gubernur yang lain seperti Jabar, Jatim, Jateng dan seterusnya, UUnya juga diputuskan di tahun 2016 atau sebelum Pilgub DKI," kata Djarot saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).

Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, sebaiknya pelaksanaan Pilkada tetap dilangsungkan pada 2024 sesuai amanat UU Nomor 10 Tahun 2016.

Sebab, hal ini salah satu bentuk konsolidasi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Selain itu, ia mengatakan, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 yang tidak dapat diprediksi kapan bisa diatasi.

Oleh karenanya, menurut Djarot, sebaiknya energi pemerintah digunakan memperkuat penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

"Di samping kita juga harus mengevalusi pelaksanaan pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan di masa pandemi," ujarnya.

Sebelumnya, Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, gelaran pilkada serentak di 2024 bisa membuat calon presiden potensial dari kepala daerah kehilangan momentum.

Sebab, pilkada serentak di tahun tersebut akan berbarengan dengan pemilihan presiden.

Sementara, sejumlah nama yang belakangan masuk bursa calon presiden, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyelesaikan masa jabatannya pada 2022 dan 2023.

Baca juga: PDIP Untung, Pengamat Bocorkan Anies Baswedan Siap-siap Rugi Besar, Risma Menang, Polemik RUU Pemilu

"Anggap Anies 2022 selesai, lalu baru dilaksanakan pilkada serentak 2024, itu momentumnya akan susah lagi didapat.
Kalau momentum susah didapat, maka karier politik akan sulit dikejarnya," kata Hendri saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).

Ia mengatakan, dalam politik, kekuasaan atau kemenangan merupakan tujuan akhir.

Menurut Hendri, pro dan kontra antarpartai soal revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bisa juga dilihat sebagai bagian dari upaya meraih atau mempertahankan kekuasaan itu.

Salah satu agenda revisi UU Pemilu adalah mengubah jadwal pilkada serentak 2024 menjadi 2022 dan 2023.

Maka, akan ada perubahan pada UU Pilkada. "Dalam politik, kekuasaan atau kemenangan adalah tujuan akhir.
Maka ini adalah salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan dari petahana," ucap Hendri.

Hendri sendiri berpendapat lebih baik jadwal pilkada serentak dikembalikan menjadi 2022 dan 2023.

Hal ini bercermin dari gelaran Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan banyak petugas kelelahan hingga meninggal dunia.

Baca juga: 16 Hari di ICU, Eks Pasien Covid-19 Buka-bukaan di Mata Najwa Betapa Sakitnya Dipasangi Ventilator

Analisa Pengamat Politik

Pengamat politik Ujang Komaruddin menganalisis potensi Anies Baswedan dan Tri Rismaharini ( Risma) dalam kontes Pilkada DKI Jakarta mendatang.

Diketahui saat ini Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang masa kepemimpinannya akan berakhir pada 2022, sedangkan Risma menjabat sebagai Menteri Sosial (Mensos).

Saat ini DPR tengah menggodok revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, termasuk yang mengatur pelaksanaan pilkada.

Muncul usulan pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan, tetapi ada pula yang menolak dan meminta pilkada dibarengi dengan pilpres 2024.

Menurut Ujang, Anies Baswedan akan dirugikan jika Pilkada DKI Jakarta dipindah ke 2024.

"Artinya Anies akan lemah tidak punya jabatan," komentar Ujang Komaruddin, dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (28/1/2021).

Baca juga: Curhat Penyintas Covid-19 di Mata Najwa, Tidur Semalaman di Teras Puskesmas, Antre 5 Hari ke RS

Ia lalu membandingkan dengan potensi Risma yang masih memegang jabatan sebagai menteri, kemungkinan lebih berpeluang memenangkan pilkada.

"Sedangkan di saat yang sama Risma, jadi Mensos. Jika Pilkadanya di 2024, Risma bisa menang," ungkap Ujang.

"Itu jika Risma diajukan PDIP jadi Cagub DKI Jakarta di 2024 nanti," jelasnya.

Sementara itu Anies Baswedan akan lebih diuntungkan jika pilkada tetap dilakukan pada 2022, karena ia masih menjadi gubernur petahana.

"Kalau Pilkada di 2022, Anies akan menang, karena dia masih incumbent. Makanya PDIP tidak mau Pilkada 2022," terang Ujang.

Dikutip dari Kompas.com, saat ini mayoritas fraksi di DPRD DKI Jakarta mendorong pemilihan gubernur dilaksanakan 2022 dan tidak diundur berbarengan dengan Pilpres 2024.

Baca juga: Hak Politik Eks HTI akan Dicabut Seperti PKI, Ismail Yusanto Tak Tinggal Diam, Bukan Ormas Terlarang

Hal itu disampaikan Ketua Fraksi PKS Mohammad Arifin.

"Jadi mayoritas fraksi minta seperti itu, ini yang saya dengar," kata Mohammad Arifin.

Alasan utama yang disampaikan adalah agar pilkada tetap digelar 5 tahun sekali sesuai masa kepemimpinan kepala daerah.

Selain itu agar pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta tidak terlalu lama menjabat.

"Karena kalau kekosongan terlalu lama itu 2 tahun harus Plt. Kalau Plt kan tidak punya legitimasi di masyarakat kalau jadi Gubernur," terang Arifin.

( TribunKaltim.co / Rafan Arif Dwinanto)

Artikel ini telah tayang dengan judul "Tolak Pilkada 2022, PDI-P Tegaskan Tak Ada Niat Hambat Anies Baswedan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/29/11255811/tolak-pilkada-2022-pdi-p-tegaskan-tak-ada-niat-hambat-anies-baswedan?page=all#page2.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved