Berita Nunukan Terkini

Pengajar Muda Beberkan Corak Toleransi Umat Beragama di Pelosok Desa Perbatasan Nunukan-Malaysia

Setahun mengabdi di perbatasan RI-Malaysia, tenaga pengajar muda ini sebut toleransi beragama di desa pelosok Kabupaten Nunukan

Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/FELIS
Pengajar muda di perbatasan RI-Malaysia, Yuga Putri Pramesty (24). 

TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Setahun mengabdi di perbatasan RI-Malaysia, tenaga pengajar muda ini sebut toleransi beragama di desa pelosok Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sangat tinggi.

Hal itu diungkapkan oleh Yuga Putri Pramesty (24), satu di antara 6 pengajar muda yang memutuskan untuk mengabdi di pelosok desa Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sejak tahun 2020.

Alumni Universitas Gadjah Mada itu, katakan selain kendala sinyal, listrik, dan akses jalanan rusak, hal menarik lainnya yang ia dapatkan yaitu diperlakukan bak anak sendiri oleh orang tua angkat selama setahun mengabdi.

Sapaan akrabnya Yuga, ia ditempatkan di Desa Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Tengah.

Baca Juga: Evaluasi PPKM Mikro di Balikpapan, Kelurahan Inventarisir Kebutuhan Posko Covid-19 Tingkat RT

Ia mengaku, selama hidupnya ia banyak menghabiskan waktu untuk tinggal dan bergaul dengan orang yang memiliki kepercayaan yang sama dengan dirinya.

Namun, hal luar biasa yang ia peroleh ketika berada di ujung perbatasan RI-Malaysia. Lingkungan Yuga yang mayoritas Katolik, sama sekali tak menganggu shalat lima waktu pengajar muda itu.

"Selama setahun, kami tinggal sama warga di sana. Jadi, kami itu punya orang tua angkat. Banyak pelajaran yang bisa diambil, utamanya soal toleransi beragama. Selama ini saya hanya tinggal dan bergaul sama orang satu kepercayaan. Tapi setahun belakangan kemarin, saya tinggal dan makan dari pagi sampai malam sama mereka yang beragama Katolik," kata Yuga kepada TribunKaltara.com, Minggu (21/2/2021) pukul 14.30 Wita.

Menurut Yuga, saat orang tua angkatnya sedang beribadah di rumah, dirinya duduk dan mendengarkan.

Begitu sebaliknya, saat Yuga sedang sholat, aktivitas seisi rumah itu sontak berhenti, hingga sholat selesai.

"Uniknya kalau mereka lagi ibadah saya yang duduk di belakang mendengarkan. Kalau saya sedang sholat mereka diam dan sejenak berhenti aktivitasnya," ucap Yuga.

Bahkan, wanita berjilbab itu akui selama tinggal bersama orang tua angkatnya, hidangan makanan di rumah itu tak pernah menyinggung kepercayaan yang ia yakini.

"Mereka tau ada hal yang secara agama melarang untuk dimakan. Jadi selama setahun di rumah mereka nggak masak makanan yang saya nggak makan. Luar biasa toleransinya orang di sana," ujarnya.

Yuga dan enam rekan lainnya tersebar di lima kecamatan yaitu Sebatik Tengah, Tulin Onsoi, Sembakung Atulai, Lumbis Ogong dan Lumbis.

Baca Juga: PPKM Mikro di Balikpapan, Walikota Rizal Effendi: Kelonggaran, Jangan Sampai Kerumunan Menjadi-jadi

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved