Berita Samarinda Terkini
Pencabutan Telegram Kapolri Ditanggapi Wagub Kaltim Hadi Mulyadi, Ada Maksud yang Belum Pas
Surat yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono melarang media menyiarkan tindakan arogan dan kekerasan yang dilakukan kepolisian.
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat telegram dengan nomor ST/750/Aiv/HUM.3.4.5/2021.
Surat yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono melarang media menyiarkan tindakan arogan dan kekerasan yang dilakukan kepolisian.
Baca juga: Pengamat Soroti Surat Telegram Kapolri Tentang Peliputan di Kepolisian, Jangan Tabrak Kebebasan Pers
Baca juga: Resmi Dicabut, Telegram Kapolri yang Larang Media Tayangkan Kekerasan oleh Polisi
Namun protes dari mayoritas masyarakat menganggap Polri melakukan tindakan otoriter dan mengekang kebebasan pers.
Sehingga belum sehari telegram itu dikeluarkan, Kapolri langsung mencabut surat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Hadi Mulyadi Rabu (7/4/2021) mengatakan Kapolri mencabut surat tersebut sudah benar.
Menurutnya kebebasan pers itu tidak boleh dikekang.
"Tidak perlu dikomentari kan sudah ditarik. mungkin ada maksud yang belum pas," ucap Hadi Mulyadi usai menghadiri rapat dengan Dinas PUPR Kaltim di Hotel Mercure Kota Samarinda Rabu pagi.
Menurutnya tidak masalah jika sebuah instansi mendapatkan kritik dari sebuah media massa.
Sehingga dengan adanya kritik tersebut, sebuah instansi dapat memperbaiki kualitas dan pelayanan kepada publik.
"So far liputan di kaltim tidak ada masalah," ucap Hadi Mulyadi.
Baca juga: Jalankan Telegram Kapolri, Propam Polresta Balikpapan Gelar Tes Urine kepada Anggota Polisi
Sebelumnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim) merespon telegram yang dikeluarkan Polri.
Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi melalui sambungan telepon, Selasa (6/4/2021) mengatakan isi telegram tersebut justru bukannya mengurangi aktivitas wartawan.
Menurutnya telegram Kapolri itu justru mengikuti kaedah aturan Dewan Pers maupun Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
"Bahwa Humas itu menghargai keterbukaan informasi publik, karena itu menjadi poin pertama. lalu ada item-item lainnya misalnya dilarang penggerebekan, kekerasan, dan lainnya itu sebetulnya semangatnya bukan untuk membatasi atau melarang," ucapnya.
Menurutnya beberapa aturan yang ada dalam undang-undang Jurnalistik jelas dalam telegram tersebut.
Apalagi dengan adanya pedoman pemberitaan ramah anak (PPRA) juga menjadi acuan Polri dalam meliput semua kejadian yang ada.
Baca juga: Mata Najwa Tadi Malam, Terkuak Isi Telegram Kapolri Soal Demo Omnibus Law, Haris Singgung Kekerasan
"Tapi justru mendukung undang-undang penyiaran kalau untuk TV. Karena di dalam adegan TV kan tidak boleh ada adegan kekerasan, pencabulan, dan segala macam termasuk identitas anak," ujarnya.
Namun ia berikan catatan kepada aparat kepolisian pasca dikeluarkan surat telegram tersebut.
Ia berharap surat tersebut jangan sebagai ajang kepolisian membentengi diri ataupun bersifat tertutup kepada publik maupun media massa.
Selain itu ia berharap jangan sampai petugas kepolisian bertindak berlebihan jika adanya kasus yang penting dikonsumsi publik.
"Jadi kita lihat semangatnya sudah bagus, tinggal kita lihat implementasinya di lapangan anggotanya jangan sampai overreacting. Maksud saya, ini kan soal membatasi jangan kemudian diterjemahkan menjadi larangan," ujarnya.
Baca juga: Telegram Kapolri Idham Azis, Perintahkan Jaga Markas Polri dari Ancaman Teror hingga Sabotase
"Misalnya ada kejadian lalu tidak boleh diliputi, sebetulnya yang dibutuhkan hanya breafing kepada wartawan mana yang boleh dan tidak," ucapnya.
Sementara itu ia berharap kepada wartawan memaklumi profesi seorang Polisi.
Apalagi ketika petugas melakukan interogasi seringkali mengeluarkan kata-kata yang kurang enak didengar.
Sebab ia menilai hal tersebut juga bagian dari profesi seorang Polisi mengorek informasi dari seorang tersangka.
"Karena yang namanya anggota menghadapi penjahat biasa lah keluar kalimat kasar, itu kan protap mereka untuk mengorek informasi. Hal-hal seperti itu kita juga harus menghargai profesi (Polisi)," pungkasnya.
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola