Internasional
Melihat Hajar Aswad, Penampakan Batu dari Surga, Sempat Dilarang Disentuh, Asal Mula dan Sejarahnya
Batu Hajar Aswad yang semula berwarna putih itu, berubah menjadi gelap terpoles halus oleh tangan jutaan peziarah/umat Muslim.
TRIBUNKALTIM.CO - Melihat Hajar Aswad, penampakan batu dari surga, simak asal mula dan sejarahnya.
Pada ibadah Haji tahun lalu batu Hajar Aswad ini sempat dilarang disentuh, karena pandemi Covid-19.
Kini warna asli batu tersebut terungkap.
Hajar Aswad adalah batu batu yang diyakini umat muslim dari surga, tempatnya dekat Kabah.
Tahun 2020 lalu sempat dilarang pemerintah Arab Saudi pada musim haji karena masih pandemi Covid-19.
Baca juga: 5 Calon Jemaah Haji Nunukan di Malaysia akan Tertunda Berangkat Haji karena Alasan Ini
Namun, baru-baru ini pemerintah Arab Saudi mengungkap penangkapan batu yang berusia ribuan tahun itu Senin (3/5/2021).
Warna aslinya tidak hitam seperti saat ini.
Penampakan batu Hajar Aswad itu terlihat melalui foto beresolusi tinggi..
Hajar Aswad berada di Mekah, yang merupakan pusat spiritual Islam.
Di sana lah, Nabi Muhammad saw, disebut menerima wahyu pertama kali pada abad ke-7.
Baca juga: Menag RI Sebut Kepastian Keberangkatan Calon Jamaah Haji Tahun Ini Menunggu Pemerintah Arab Saudi
Batu Hajar Aswad yang semula berwarna putih itu, berubah menjadi gelap terpoles halus oleh tangan jutaan peziarah/umat Muslim.
Dikutip dari kompas.com berita berjudul Melihat Hajar Aswad: Asal Mula, Sejarah, dan Penampakan Batu dari Surga , konon, manusia menyentuh batu itu dan meminta pengampunan dari Tuhan.
Sejak itulah Hajar Aswad berubah warna menjadi kehitaman, di mana warna gelap ini mencerminkan dosa umat manusia.
"Batu hitam turun dari surga dan itu lebih putih dari susu, tetapi dosa anak-anak Adam mengubahnya menjadi hitam." (HR Tirmidzi)
batu itu pecah menjadi beberapa bagian dari kerusakan yang ditimbulkan selama Abad Pertengahan.
Baca juga: Kedatangan Vaksin Sinovac di PPU, Dinkes Prioritaskan Guru, Lansia dan Jemaah Haji
Meski begitu, potongan pecahan Hajar Aswad disatukan oleh bingkai perak murni di sudut tenggara Ka'bah.
Diameter Hajar Aswad diperkirakan sebesar 30 cm dan terletak 1,5 meter di atas tanah.
Saat melaksanakan ibadah haji, umat Islam berjalan berlawanan arah jarum jam di sekitar Ka'bah.
Mereka yang berjalan mengitari Kabah biasanya menyentuh, mencium, atau melambaikan tangan pada Hajar Aswad.
Jika mereka tidak dapat mencapainya, mereka harus menunjukkannya di masing-masing dari tujuh putaran mereka di sekitar Kabah.
Baca juga: Pelaksanaan Ibadah Haji 2021 Masih Tunggu Arab Saudi, Kepastian di Pertengahan Ramadhan
Hajar Aswad Tak Boleh Disentuh
Mengutip berita Kompas.com dengan judul "Ibadah Haji 2020, Jemaah Dilarang Sentuh Kabah dan Hajar Aswad",
pada musim haji 2020, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan protokol kesehatan yang ketat terkait Pandemi Covid-19.
Berbagai pembatasan dan larangan harus dipatuhi oleh jemaah. Salah satunya, larangan menyentuh Kabah dan Hajar Aswad.
Penyelenggara harus mengatur para jemaah di area Tawaf sekitar Kabah agar tetap mematuhi aturan jarak 1,5 meter (physical distancing) antar orang.
Selain itu, penyelenggara juga akan melakukan pembersihan sebelum dan sesudah Tawaf untuk setiap rombongan.
Terkait larangan menyentuh Kabah dan Hajar Aswad, akan dipasang penghalang untuk mencegah orang-orang menyentuhnya.
Selain itu, karpet tidak akan dipasang sehingga masing-masing jemaah harus menggunakan sajadahnya sendiri untuk mengurangi kemungkinan penularan Covid-19.

Membawa makanan juga tidak diizinkan di area masjid atau lantai dasar masjid.
Seluruh personel, pemandu, jemaah, dan pekerja akan diperiksa suhu tubuhnya. Kemudian, masker dan perlengkapan pelindung wajah juga harus dipakai setiap saat.
Protokol juga diberlakukan untuk Arafag dan Muzdalifa, di mana para peziarah harus tetap mematuhi aturan jarak, mengenakan masker, dan memastikan tidak lebih dari 10 orang di dalam tenda yang sama.
Penyelenggara juga akan mengatur tidak lebih dari 50 jemaah yang menuju Jamarat untuk tiap kelompoknya.
Selain itu, kerikil yang akan digunakan juga telah didisinfeksi dan dikemas, serta disediakan untuk para jemaah.
Foto Hajar Aswad
Dilansir dari CNN, (4/5/2021), Presidensi Umum Urusan Masjid Agung Saudi dan Masjid Nabawi mengungkapkan, batu suci kuno di Mekkah ini dipotret dengan resolusi tinggi.
Hajar aswad difoto menggunakan kamera 49.000 megapiksel dan membutuhkan waktu lebih dari 50 jam untuk dibidik dan dikembangkan.

Pihak presidensi umum juga bekerja sama dengan agen teknik Dua Masjid Suci untuk mengambil 1.050 foto Hajar Aswad, yang masing-masing kamera berukuran 160 GB.
Pemotretan ini menggunakan teknik yang dikenal sebagai penumpukan fokus.
Teknik ini dilakukan dengan menggabungkan beberapa foto dengan titik fokus yang berbeda untuk menjaga ketajaman produk akhir.
"Hal ini penting karena kenampakan Hajar Aswad dari teknik ini belum pernah terjadi sebelumnya," ujar seorang rekan dalam studi Islam di Universitas Oxford, yang tidak terlibat dalam proyek yang bersangkutan, Afifi al-Akiti kepada CNN.
Al-Akiti mengungkapkan, warna asli Hajar Aswad sebetulnya bukan hitam. Hal ini diungkap pada foto digital yang diperbesar.
Sejarah Panjang Hajar Aswad
Sifat Hajar Aswad telah banyak diperdebatkan.
Hal ini telah dijelaskan dengan berbagai cara sebagai batu basal, batu akik, sepotong kaca alam atau meteorit berbatu.
Tim ahli geologi dari Universitas Oxford mempelajari sampel lokal yang dikumpulkan dari emplasemen batu dan menemukan sejumlah penting iridium dan banyak kerucut pecah.
Kondisi itu merupakan fitur geologi langka yang hanya diketahui terbentuk di batuan dasar di bawah kawah tumbukan meteorit yang disukai temuan Paul Partsch yang menerbitkan sejarah komprehensif pertama Batu Hitam pada tahun 1857.
Pada tahun 1974, Robert Dietz dan John McHone berkomentar bahwa batu tersebut mengandung karakteristik pita difusi yang jelas terlihat dari batu akik.
Para peneliti juga menyebutkan bahwa warna batunya hitam legam dan terlihat mengkilap karena hasil dari disentuhnya permukaan batu secara terus-menerus oleh para peziarah.
Hal ini mengesampingkan kemungkinan chondrite (klasifikasi meteorit) yang tidak tahan terhadap gesekan terus-menerus.
Saat ini, Hajar Aswad terdiri dari delapan buah pecahan dengan berbagai ukuran. Enam buah (tambahan) ditemukan di Istanbul dan Turki.
Pada tahun 1294 H. Al-Kurdi mengatakan bahwa ada 15 buah yang terlihat dan sebagian disembunyikan di bawah dempul yang digunakan untuk memperbaiki batu tersebut, dan jika ada bagian yang lepas, maka akan ditempelkan pada bagian atas batu dengan lilin, musk dan ambergris yang dikemas menjadi satu.
Pada tahun 1980, Elsebeth Thomsen dari Universitas Kopenhagen mengusulkan bahwa Hajar Aswad mungkin merupakan pecahan kaca atau benturan dari benturan meteorit yang terfragmentasi yang jatuh sekitar 6000 tahun yang lalu di Wabar.
Situs dampak tersebut terletak di Gurun Rub'al Khali yang terletak 1.100 km di timur Mekah.
Di lokasi tersebut terdapat balok-balok kaca silika dengan interior berwarna putih atau kuning dan cekungan berisi gas yang memungkinkannya mengapung di air yang bertepatan dengan properti Hajar Aswad yang mengapung di air dan tidak menjadi panas dalam api.
Sebaliknya, sebuah studi oleh Survei Geologi Amerika Serikat telah membuktikan dari analisis penanggalan Thermoluminescence (TL) bahwa peristiwa tabrakan Wabar terjadi pada atau setelah 250 tahun dari sekarang, jadi tentunya Hajar Aswad bukan bagian dari Wabar.
Mereka juga mengatakan bahwa Hajar Aswad mungkin adalah obsidian dari aliran lava yang umum di salah satu Harrat (ladang vulkanik) yang ditemukan di Perisai Arab bagian barat.
Namun, Harrat Rahat terletak di timur Madinah Al-Munnawarrah, meletus terakhir sekitar tahun 1270 M.
Saat itu, lava mungkin mengalir ke barat menuju Madinah dan turun ke utara Wadi.
Jadi, tidak masuk akal jika lahar di beberapa titik di Arab barat menemukan air dan memadat menjadi obsidian.
Sementara, ada banyak pecahan kaca dari peristiwa dampak Wabar di lokasi.
Benda itu sangat padat dan berfungsi secara efektif sebagai kerikil dan telah menambatkan permukaan gundukan sebelum tumbukan di lokasi.
Analisis kimia mengungkapkan, mungkin 99 persen dari asteroid besi yang masuk diubah menjadi kaca ini, yang terdiri dari 10 persen besi-nikel dan 90 persen pasir lokal.
Kaca memang memiliki pecahan white impactite (batupasir semu yang terbentuk secara instan dari gelombang kejut) di dalamnya, tetapi permukaannya selalu sangat kasar dan penuh dengan bejana.
Karena alasan ini, Hajar Aswad mungkin adalah batu obsidian, meskipun ia mungkin merupakan meteorit berbatu yang sangat halus.
Meski demikian, para ahli geologi masih cemas untuk mengungkap tentang Al-Hajar Al-Aswad karena masih ada bukti ilmiah yang tak terbantahkan. (*)