Berita Tarakan Terkini
Buruh di Tarakan Tuntut Haknya, Tunggakan PT Intracawood Pernah Terjadi Sebelum Pandemi Covid-19
PT Intercawood Manufacturing yang ada di Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara dianggap belum tunaikan kewajibannya.
TRIBUNKALTIM.CO, TARAKAN - PT Intercawood Manufacturing yang ada di Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara dianggap belum tunaikan kewajibannya, memberikan hak para pekerjanya.
Dijelaskan oleh Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Deni Syamsu kepada Tribunkaltim.co.
Dia akui, ikut membenarkan adanya tunggakan yang selama ini tak dibayarkan pihak perusahaan PT. Intracawood Manufacturing kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Ia membeberkan, perkembangan saat ini pihaknya sudah melakukan penyampaian laporan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tarakan.
Baca Juga: Buruh dalam Aliansi Gebrak Unjuk Rasa Tuntut Haknya di Tarakan, Pihak PT Intracawood Angkat Bicara
Itu setelah sebelumnya pihak BPJS Ketenagakerjaan, menilai tak ada iktikad baik dari pihak perusahaan untuk membayarkan iuran tunggakan.
"Waktu itu perusahaan belum punya iktikad melakukan pembayaran sampai pada Maret 2021. Maka kami serahkan berkas ke Kejaksaan," beber Deni Syamsu.
Sehingga lanjutnya, proses penegakan hukum dilaksanakan di Kejaksaan Kota Tarakan.
"Itu kami lakukan di Maret 2021 dan dengan tunggakan pada saat itu hampir kurang lebih Rp 6 miliar," urai Deni Syamsu.
Lebih lanjut dikatakan Deni, perkembangannya selama dua bulan terakhir, perkembnagannnya dalam dua perusahaan membayarkan dengan mencicil untuk pembayaran iuran Juli dan Agustus 2020.
"Dan masing-masing sebesar Rp 700 di Juli dan Rp 700 jutaan di Agustus. Total Rp 1,4 miliar pembayaran dua bulan. Tetapi pembayaran tersebut kami rasa belum cukup karena dia hanya membayar satu bulan satu bulan," beber Deni.
Tidak Menutup Piutang
Sehingga lanjutnya, itu tidak menutup piutang PT. Intracawood Manufacturing. Dan lanjutnya itu sudah dibeberkan pihaknya saat kegiatan May Day 1 Mei 2021 lalu.
Bahwa saat ini sampai minggu keempat Mei, proses masih berlangsung. Dan sudah melibatkan pihak Kejaksaan agar segera menyelesaikan tunggakan itu.
Dampaknya jika tidak dibayarkan lanjut Deni, hak-hak pekerja tidak bisa dibayarkan.
"Ada kasus kecelakaan kerja, yang meninggal dunia ada atau PHK belum bisa dibayarkan atau tidak bisa mengklaim," tegasnya.
Lebih lanjut ia membenarkan soal temuan perusahaan sudah memotong iuran yang menjadi porsi tenaga kerja yaitu potongan dua persen untuk JHT kemudian satu persen untuk jaminan pensiun. Namun tidak disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
"Jadi total sebenarnya untuk BPJS Ketenagakerjaan yang belum disetorkan dari porsinya tenaga kerja sebesar 3 persen dan seekitar 7 persen dari tanggung jawab perusahaan untuk ke BPJS Ketenagakerjaan," urainya.
Ia membeberkan total tunggakan sampai April 2021 diperkirakan mencapai Rp 8,2 miliar di luar Mei 2021.
"Tapi yang sudah terbayar Rp 1,4 miliar update data per April kemarin. Belum yang laporan sudah bayar September 2020," ungkapnya.
Lebih jauh ia menjelaskan mengenai kewajiban pembayaran iuran pekerja dan pemberi kerja, untuk tenaga kerja dikenakan 3 persen dari upah kerja. Itu terdiri dari iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Dan perusahaan 7 persen tanggung jawabnya. Jadi total 10 persen pembayarannya. Rp 3,7 UMK maka 10 persen dari itu sekitar Rp 300 ribuan untuk program JHT kemarin.
"Sehingga pekerja tanggung jawabnya 3 persen aja. Jadi sekitar Rp 90 ribuan terpotong dari besaran upah pekerja jika berdasar UMK Tarakan," bebernya.
Menyinggung soal kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Deni menyebutkan saat ini total 1.800 peserta yang dipotong iurannya setiap bulan namun belum disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
"Bukti potong ada. Bahwa perusahaan memotong itu. Potongan itu tidak disetor ke negara. Sebabnya itu mungkin perusahan yang bisa jawab. Alasan mereka karena Covid-19," ungkapnya.
Tapi persoalan tunggakan sudah terjadi sebelum Covid-19. Ia mengungkapkan, tunggakan sudah pernah terjadi sejak 2017 dan 2018.
"2019 sempat tertunggak lama kan. Akhirnya mereka mencicil di bulan September. Itukan ada pencicilan berapa bulan. Jadi sebenarnya tunggakan terjadi sebelum Covid-19 oleh prusahan tersebut," ungkap Deni.
Tindaklanjutnya kata Deni, hanya menunggu proses hukum di Kejaksaan untuk proses percepatan pembayaran iuran. Tentu dalam prakteknya lanjut Deni, pihaknya butuh dukungan dari pemerintah daerah dan serikat pekerja untum mengawasi.
"Konsekuensinya jika perushaaan ketika tidak membayarkan iurannya maka tidak bisa dibayarkan hak karyawan yang ingin mengklaim JHT dan JP," pungkasnya.
Buruh Tuntut Haknya
Berita sebelumnya. Puluhan buruh dan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Gebrak berunjuk rasa menuntut kejelasan nasib pembayaran hak karyawan PT. Intracawood Manufacturing, Kamis (20/5/2021).
Dalam tuntutan massa aksi ini meminta perusahaan untuk melunasi tunggakan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan semenjak September 2020 sampai Mei 2021.
Dikatakan Mesran, Penanggung Jawab Aksi Gebrak, perusahaan tidak menyetorkan iuran BPJS Ketenagakerjaan sementara potongan iuran karyawan terus dilakukan pihak PT. Intracawood Manufacturing.
Tuntutan kedua, bahwa upah Bulan Mei 2020 yang belum dilunasi oleh manajemen PT. Intraca Manufacturing padahal karyawan sudah melakukan tugas dan kewajibannya.
Baca Juga: Peringati Hari Buruh Internasional, Aliansi Mahasiswa di Samarinda Meminta UU Omnibus Law Dicabut
Kemudian persoalan pesangon karyawan yang meninggal dunia akibat bencana alam belum dibayarkan
kepada ahli warisnya.
Dikarenakan tunggakan perusahaan dan karyawan yang sudah resign belum diberikan hak normatifnya (pesangonnya).
Aliansi Gebrak Menggungat mengenai persoalan hubungan industrial yang terjadi di PT Intracawood Manufacturing.
"Tuntutan kami jelas dituangkan dalam surat pemberitahuan aksi. Pertama mengaktifkan BPJS almarhum karena ada ahli waris yang sangat lama menanti. Besarannya tidak besar satu bulan pembayaran jumlah tunggakannya hanya Rp 420 ribu," sebut Mesran.
Baca Juga: Momen Hari Buruh Internasional, PWI Bontang Soroti Upah dan Jaminan Kesehatan Wartawan
Mesran melanjutkan, jika itu tidak disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan maka ahli waris tak bisa mengklaim kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Harusnya disetorkan dan itu bisa dicairkan kalau sudah disetor. Masalahnya manajemen tidak mau melakukan.
"Alasan tidak ada duitnya maka kita bawakan duit. Toh dia tidak mau juga," ungkapnya.
Selanjutnya kata Mesran, menyoal iuraan BPJS Ketenagakerjaan yang menunggak 9 bulan.
Baca Juga: Dialog May Day 1 Mei 2021, Serikat Buruh di Samarinda Bahas Isu Perusahaan Menunggak BPJS
Tercatat ada 1.700 karyawan yang belum dibayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaannya. Jika dinominalkan sekitar Rp 774 ribu per orang.
Tapi ternyata di belakang ada kasus tidak segitu akrena iuran BPJS Kesehatan pun tidak bayarkan juga.
Karena kalau orang berobat bayar sendiri.
"Kami belum cek. Ini temuan kemarin. Salah satu pekerja ke puskesmas dicek ternyata gak aktif BPJS Kesehatannya," ungkap Mesran.
Baca Juga: Satgas Covid-19 Berau Khawatirkan Para Buruh Lepas Masker Saat Unjuk Rasa di Kantor Bupati
Poin selanjutnya yang menjadi tuntutan pihaknya yakni persoalan karywan resign.
Estimasi ada 15 persen dari upah pesangon yang tidak dibayarkan perusahaan.
"Ada sekitar 11 anggota. Yang pensiun dan memasuki usia pensiun 108 orang pun dia tidak lakukan sampai saat ini," keluhnya.
Alasan manajemen lanjutnya tidak membayarkan karena tak ada anggaran selama masa Covid-19.
Seharusnya pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan kolektif perusahaan.
Ini padahal uangnya orang dipotong. Tapi tidak disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
"Dan masalah tunggakan sudah ada sebelum Covid-19. Produksi sampai saat ini masih tetap jalan juga," imbuhnya.
Ia melanjutkan, sebenarnya dari pihak serikat kerja dan aliansi Gebrak menawaekan opsi agar persoalan ini selesai.
Pertama perusahaan bisa menjual tripleks yang ada disimpan dalam gudang paking.
"Jual aja tripleksnya. Dia sengaja menumpuknya. Nda tahu untuk apa. Mungkin menghindar pajak dan lainnya. Yang jelas barang itu layak pakai dan jual. Harga kisarannya per lembar mungkin sekitar Rp 300 ribuan," bebernya.
Ia juga melanjutkan pertemuan hari ini secara umum belum bisa terpenuhi tuntutan yang disampaikan peserta unjuk rasa.
"Bahkan cuma menandantangani saja berita acara dia tidak mau," keluhnya.
Pihak Perusaaan Angkat Suara
Sementara itu, Manager HRD PT Intracawood Manufacturing, Haryanto mengatakan, segala jenis tuntutan yang disampaikan aliansi buruh tidak bisa serta merta pihaknya mengambil keputusan atau menyetujui yang diinginkan buruh.
Dalam hal ini ia hanya mewakilkan manajemen dan menjembatani permintaan buruh dan perusahaan.
"Saya sampaikan saya di sini kapasitas saya bukan pengambil keputusan. Biar dipahami dulu. Pada intinya kita menjalankan apa yang menjadi instruksi sesuai ketentuan aturan atau ketentuan yang berlaku," urai Haryanto.
Ia melanjutkan pihaknya tidak bisa memutuskan hal yang bersifat sangat krusial. Setiap keputusan akan sampaikan kepada pimpinan pihaknya.
Ia tak menampik persoalan BPJS yang saat ini menunggak. Ia mengakui saat ini perusahaan mengalami kendala karena situasi Covid-19.
"Ada situasi dan kondisi Covid-19 yang ada saat ini. Perusahaan kita skala ekspor. Yang mana pangsa pasarnya ditentukan adalah pangsa pasar dari luar negeri," urainya.
Pembeli produk berasal dari luar negeri sehingfa ekspor juga keluar negeri. Namun dalam perjalanannya pandemi Covid-19 merebak.
Dalam situasi dan kondisi Covid sekarang ini, permintaan barang atau produk sangat minim sekali. Bahkan dulunya sekitar 100 persen, sekarang hanya 25 sampai 30 persen saja.
"Ini kan pengaruh terhadap cash flow perusahaan," bebernya.
Sehingga lanjutnya ada skala prioritas. Jangan sampai yang sifatnya normatif seperti gaji karyawan tidak terbayarkan atau terhambat.
Ia melanjutkan kondisi kemarin gaji danTHR harus dicairkan bersamaan. Sementara cas flow menurun karena Covid-19.
Sehingga, lanjutnya, pihaknya tak bisa memungkiri, ads tunggakan yang terjadi seperti persoalan BPJS.
"Bukan kita mengingkari atau memungkiri apa yang menjadi kewajiban perusahaan tadi. Tapi kami punya niat akan tetap bayarkan. Juni sampai September 2020 sudah kami bayarkan," pungkasnya.
Penulis Andi Pausiah | Editor: Budi Susilo