Ekonomi dan Bisnis
Harga Tandan Buah Segar Sawit Berau Berada di Angka Tertinggi
Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Berau, mengakui harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit Berau pada periode Mei 2021 menyentuh harga yang tertinggi
Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Budi Susilo
"Kerjasama bilateral patut untuk didorong lebih jauh dikarenakan kepentingan masing-masing negara di ASEAN yang akhirnya mengecilkan kekuatan dan kepentingan negara," pungkasnya.
Percaya Diri Hadapi Diskriminasi Uni Eropa
Di tengah transisi menuju energi terbarukan, Uni Eropa terus mendiskriminasi sawit. Dengan dalih mencapai nol emisi karbon pada 2030, sawit sering didiskreditkan sebagai minyak nabati yang tidak ramah lingkungan.
Padahal sawit merupakan minyak nabati paling sustainable dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dunia di masa yang akan datang.
Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang merupakan bagian dari green deal policy , melalui skema indirect Land Use Change (ILUC) mengecualikan sawit karena dianggap beresiko tinggi menyebabkan deforestasi.
Padahal penelitian Union of Concervation of Nature (IUCN) menyatakan sawit sembilan kali lebih efisien dalam penggunaan lahan.
Cut of date yang ditetapkan dalam ILUC yakni tahun 2008 dinilai tidak fair Negara-negara di benua biru tersebut telah terlebih dahulu melakukan deforestasi masif di era revolusi Industri.
Penelitian Roser (2012) bahkan menyebutkan deforestasi yang dilakukan di Eropa kemudian Amerika Utara menyebabkan penurunan luas hutan dunia secara signifikan termasuk biodiversity loss didalamnya.
Menanggapi hal tersebut, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia mengajukan gugatan atas ke World Trade Organization (WTO) yang dianggap mendiskreditkan komoditas sawit.
"Seluruh minyak nabati di dunia harus memiliki standar pendekatan yang sama dan diakui PBB yakni dengan berbasis Sustainable Development Goals (SDGs),bukan satu atau dua indikator yang dikarang-karang, tidak diakui dunia dan tidak akademis," urai Wakil Mentri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam webinar Inapalmoil, Minggu (4/4/2021).
Di forum yang sama, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket mengungkapkan Komisi Uni Eropa sedang meninjau ulang kebijakan RED II dan hasilnya akan dipublikasikan pada bulan Juni tahun ini.
Baca juga: Cegah Karhutla, Wabup Paser Imbau Perusahaan Tambang dan Sawit Sediakan Alat Pemadam Kebakaran
Dengan melakukan penelitian ilmiah yang ektensif khususnya untuk komoditas minyak sawit sebagai bagian dari Green Deal.
Vincent meyakinkan bahwa dampak terdapak industri minyak sawit ataupun minyak nabati lainnya, akan didasarkan pada penilaian yang adil berbasis ilmiah.
Baca juga: Potensi Ekspor Non Migas di Kalimantan Timur, Mulai dari Olahan Sawit Hingga Lidi Nipah
RED II merupakan hasil amandemen dari kebijakan sebelumnya memiliki kriteria keberlanjutan yang salah satunya mengatur perhitungan emisi gas rumah kaca pada perubahan penggunaan lahan secara langsung.
"Tidak akan ada pelarangan impor minyak sawit atau biofuel. Tidak sekarang, tidak pada 2023 bahkan di 2030," ujar Vincent.
Berita tentang Perkebunan Sawit
Penulis Renata Andini | Editor: Budi Susilo