Mata Najwa

JAM TAYANG Mata Najwa 2 Juni 2021 Live Trans7, Usung Tema Atas Nama Pancasila, Singgung TWK KPK

Jam tayang tontonan Mata Najwa Rabu 2 Juni 2021 Live Trans7, Najwa Shihab mengusung tema Atas Nama Pancasila, ia juga masih menyinggung soal TWK KPK.

Kolase Tribunkaltim.co
Mata Najwa usung tema Atas Nama Pancasila, masih singgung TWK KPK. 

TRIBUNKALTIM.CO - Tak bisa dipungkiri siaran Mata Najwa paling dinanti publik Indonesia.

Program Mata Najwa jadi salah satu acara televisi yang membahas isu sosial yang terkini di Indonesia.

Presenter Najwa Shihab bakal memandu jalannya diksusi dengan para narasumber kompeten.

Berikut jam tayang program Mata Najwa Rabu 2 Juni 2021 Live Trans7.

Ya, Mata Najwa kali ini mengusung tema Atas Nama Pancasila.

Presenter Najwa Shihab memastikan bakal kembali menyinggung soal TWK KPK yang bakal dikaitkan dengan kepancasilaan Indonesia.

Baca juga: Jadwal Grup B EURO 2020 - Belgia Bakal Dihambat 2 Negara Juara, Bomber Agresif Inter Milan tak Ciut

Baca juga: Siapa Amon Djobo? Tak Hanya Marahi Mensos Risma, Bupati Alor Ini Pernah Ancam Tembak Kolonel TNI

Nah, tema Mata Najwa malam ini Rabu 2 Juni 2021 diwarnai oleh sejumlah pro dan kontra.

Dalam Instagram Mata Najwa disebutkan tema malam ini bakal mengangkat judul  Atas Nama Pancasila.

Dalam captionnya tersurat jika Najwa Shihab bakal mengangkat Pancasila yang dikaitkan dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Unggahan ini mendapat banyak tanggapan dari netizen.

Sebagian mempertanyakan sikap tim Mata Najwa yang terus menerus mengangkat kasus ini.

Sementara netizen lain justru mendukung program Mata Najwa yang terus mengangkat tema tentang TWK pegawai KPK.

Baca juga: Pelecehan Makin Marak, Najwa Shihab Sempat Jadi Korban 2 Kali: Waktu SMA dan Waktu Lari Pagi

Acara yang dipandu Najwa Shihab kali ini masih menyoroti soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi indikator pengangkatan pegawai KPK sebagai ASN.

Berikut unggahan terbaru Mata Najwa di Instagram

"Pancasila yang dikaitkan dengan Tes Wawasan Kebangsaan KPK masih memunculkan kontroversi. Pegawai yang tak lolos TWK mendapat label tidak Pancasialis.

Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri dalam pelantikan Pegawai KPK menjadi ASN (Selasa, 1 Juni 2021) meminta seluruh pegawai agar menjiwai Pancasila dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai penyelenggara negara.

Bicara Pancasila, apa pendapat teman-teman?

#MataNajwa, "Atas Nama Pancasila". Rabu, 2 Juni 2021, live pukul 20.00 WIB. Hanya di @officialtrans7 .

Jangan lewatkan untuk menonton Live Streaming Trans 7 Mata Najwa melalui link berikut ini:

Link 1

Link 2

Link 3

*Disclaimer: Link Live Streaming Trans 7 Mata Najwa hanya informasi untuk pembaca. Jadwal bisa saja berubah sewaktu-waktu.

Baca juga: AKHIRNYA Mata Najwa Kembali Tayang Setelah Absen 3 Pekan, Bahas Tema: KPK Riwayatmu Kini

700 Pegawai KPK Kompak Minta Pelantikan ASN Diundur

Sebelumnya diberitakan Tribunnews, sebanyak 700 pegawai KPK yang dinyatakan lulus TWK kompak meminta pelantikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ditunda hingga polemik TWK menemui titik terang.

Diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus TWK, 51 diantaranya bakal dipecat, sementara 24 lainnya akan dibina.

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) berpandangan, permintaan tersebut merupakan bentuk solidaritas pegawai KPK terhadap para koleganya yang dinilai disingkirkan melalui TWK oleh pimpinan KPK.

"Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa dan melampaui batas dari Pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan secara melawan hukum oleh Pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK," kata BW dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).

Baca juga: Hasil Rapat DPR RI, MenPAN-RB dan BKN Soal Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Novel Baswedan Cs Tak Selamat

BW menyebut, aksi solidaritas dengan melayangkan surat terbuka kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut belum pernah terjadi sepanjang sejarah KPK maupun lembaga antirasuah negara lain.

Melalui surat itu, pegawai KPK meminta agar hasil TWK dibatalkan, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai mandat UU 19/2019 dan PP 41/2020 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta meminta penundaan pelantikan.

"Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang berupa solidaritas yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani menjadi 'barang langka' yang harus dihormati danndijunjung tinggi oleh siapapun," katanya.

BW menilai, aksi solidaritas itu merupakan sinyal bahwa tidak ada lagi kepercayaan yang dimiliki pegawai KPK terhadap pimpinannya.

"Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi kehormatannya harusnya tahu diri dan ikhlas meletakkan jabatan serta mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya."

"Ketua KPK dan pimpinan lainnya telah gagal jadi konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi serta diduga keras menjadi bagian dari masalah tipikor," katanya.

Di sisi lain, BW turut mengecam dugaan adanya tekanan serta ancaman yang dilakukan oknum pimpinan terhadap sekira 700 pegawai KPK tersebut.

Tindakan tersebut, menurut dia, telah melanggar kebebasan berekspresi yang diatur oleh konstitusi.

Ia menegaskan, pelaku tindakan dimaksud sudah tidak pantas lagi menjadi pimpinan KPK.

"Seluruh hal di atas sudah cukup menjadi dasar agar Presiden segera melakukan tindakan tegas untuk menolak hasil TWK dan mengalihkan serta melantik seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, PP dan Putusan MK," katanya.

"Hal ini penting dilakukan agar supaya dapat diwujudkan keadilan karena delayed juctice sama dengan injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk meminta Pimpinan KPK mengundurkan diri," imbuh BW.

Tanggapan Para Pakar

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul ikut menanggapi terkait 700 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak menghadiri pelantikan sebagai ASN.

Chudry menilai, aksi solidaritas pegawai KPK yang lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) itu tidak serta merta membuat kerja KPK terhenti.

Kendati demikian, ia tak menampik aksi solidaritas ini akan berpengaruh terhadap performa KPK.

"Saya kira tidak akan membuat KPK menjadi berhenti."

"(Tetapi) Kalau hanya solidaritas, solidaritas ini mengurangi performa KPK itu sendiri," kata Chudry, dalam tayangan Youtube Kompas TV, Selasa (1/6/2021).

Baca juga: Kata Pakar Hukum Terkait Aksi Solidaritas Pegawai KPK Lolos TWK Minta Pelantikan Jadi PNS Diundur

Untuk itu, Chudry menilai, aksi solidaritas ini bukan cara terbaik dalam menyikapi polemik seleksi kepegawaian di KPK.

Ia menganggap bentuk aksi solidaritas ini justru mirip dengan aksi pemboikotan.

Terlebih, menurut Chudry, para pegawai di KPK adalah orang-orang yang taat hukum.

"Teman-teman dari KPK kan orang-orang yang taat hukum, mengerti putusan pengadilan."

"Jadi saya kira kalau mau melakukan solidaritas, bentuknya bukan seperti ini, karena ini seperti pemboikotan."

"Padahal solidaritas bisa dilakukan dengan cara yang lain seperti tempuh jalur hukum," ungkap Chudry.

Lebih lanjut, Chudry pun menilai, jika aksi solidaritas sampai menghambat kerja KPK, maka pemerintah bisa mengambil alih sementara.

"Ketika KPK pertama dibentuk, penyidik-penyidiknya itu dari kepolisian dan kejaksaan."

"Kalau nanti sampai terjadi seperti ini (performa KPK menurun akibat aksi solidaritas), saya kira nanti presiden dan pemerintah akan mengeluarkan Perpu untuk mengambil alih sementara penyidik dari kepolisian dan lembaga lain," lanjutnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menanggapi ratusan pegawai KPK yang menolak menghadiri pelantikan sebagai ASN dengan tangan terbuka.

Menurut Margarito, aksi solidaritas para pegawai tersebut adalah hak mereka sebagai warga negara.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Dipecat, Novel Baswedan Tak Tinggal Diam, Singgung Instruksi Jokowi Tak Dianggap

Untuk itu, ia menghormati sikap mereka, baik yang akan menghadiri pelantikan, maupun yang menolaknya.

"Saya hormati sikap mereka sepenuhnya, mau datang ikut pelatihan monggo, kalau mau ikut datang juga saya hormati mereka karena itu hak mereka."

"Pelantikan adalah titik awal Anda diresmikan jadi pegawai, jadi itu hak Anda," kata Margarito.

Ia pun mengingatkan Ketua KPK Firli Bahuri, untuk mengikuti proses hukum dengan taat terkait polemik seleksi kepegawaian di KPK ini.

"Kepada Firli, dia hanya perlu taat hukum dan tidak perlu mencla-mencle," ungkapnya.

(*)

IKUTI UPDATE BERITA MATA NAJWA

Editor: Muhammad Fachri Ramadhani

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved