Ekonomi dan Bisnis
Harga Cabai di Pasar Induk Sangatta Utara Naik Rp 10 Ribu, Pengaruh Cuaca Hujan
Para konsumen yang biasa belanja di Pasar Induk Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, mengeluhkan harga cabai lokal.
Penulis: Syifaul Mirfaqo | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Para konsumen yang biasa belanja di Pasar Induk Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, mengeluhkan harga cabai lokal.
Lantaran harga cabai lokal mulai mengalami kenaikan beberapa pekan belakangan ini.
Berdasarkan pantauan TribunKaltim.co di daftar harga pokok strategis Kutai Timur dari UPT Pasar Induk, harga cabai lokal di minggu pertama bulan Juli 2021, bernilai Rp 65.000 per kilogram.
Namun memasuki pekan kedua, terdapat kenaikan harga sebanyak Rp 10.000, kini menjadi Rp 75.000 per kilogram.
Baca juga: Update Harga Kebutuhan Pokok di Kutai Timur, Cabai Lokal Naik Jadi Rp 65 Ribu/Kg
Sama halnya dengan cabai lokal, cabai rawit juga mengalami kenaikan harga dari semula Rp 80.000 per kilogram menjadi Rp 100.000 per kilogram.
Berbeda dengan cabai lokal dan rawit yang mengalami kenaikan, cabai merah besar dan keriting justru mengalami penurnan harga.
Cabai merah besar turun harga dari yang semula Rp 45.000 per kilogram menjadi Rp 35.000 per kilogram.
Sedangkan cabai keriting dari Rp 40.000 per kilogram menjadi Rp 35.000 per kilogram.
Baca juga: Harga Cabai Rawit di Pasar Imbayut Taka KTT Meroket, Kini Capai Rp 130 Ribu/Kg
Selain cabai, tidak ada perubahan harga secara signifikan terhadap kebutuhan pokok lain.
Menurut Kepala UPT Pasar Induk Sangatta Utara Bohari, kenaikan harga cabai lokal tersebut disebabkan cuaca penghujan selama beberapa minggu terakhir.
"Cuaca sulit diprediksi jadi faktor utama naiknya harga cabai lokal," ujarnya.
Sebab menurut Bohari, cabai merupakan kebutuhan pokok yang paling terdampak dengan buruknya cuaca.
Petani cabai mengalami gagal panen akibat cuaca tidak menentu, sehingga tidak bisa memasok sesuai dengan kebutuhan pembeli.
Normalisasi Harga Komoditas
Di tempat terpisah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kaltara merilis perkembangan inflasi dan deflasi di Provinsi Kalimantan Utara dan Kota Tarakan untuk periode Juni 2021.
Dalam rilisnya yang diterima TribunKaltim.co pada Minggu (11/7/2021), dijelaskan oleh Kepala KPwBI Provinsi Kaltara, Yufrizal.
Dirinya menyatakan, Juni 2021, Kota Tarakan mengalami deflasi sebesar mines 0,19 persen (mtm).
Berbeda dengan Kota Tanjung Selor yang mengalami inflasi sebesar 0,01 persen.
Baca juga: Kunjungan Kerja ke Kutai Barat, Gubernur dan Wagub Panen Cabai di Sekolaq Darat
Dengan kondisi tersebut, Kalimantan Utara pada Juni 2021 tercatat mengalami deflasi sebesar mines 0,15 persen.
Lebih lanjut dibeberkan Yufrizal, sejalan dengan pola historis tahunan Provinsi Kaltara pada periode pasca HBKN Ramadan dan Idul Fitri 1442 Hijriah yang cenderung mengalami deflasi.
Pelemahan tekanan inflasi ini, disebabkan oleh normalisasi harga komoditas, terutama untuk komoditas pada kelompok transportasi dan bahan makanan, pasca festive effect HBKN Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Mei 2021 lalu.
Lebih jauh ia menjelaskan, adapun kelompok transportasi, mengalami deflasi sebesar mines 1,01 persen.
Lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,42 persen.
Makanan Mengalami Deflasi
Sejalan dengan hal tersebut, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tercatat juga mengalami deflasi sebesar mines 0,11 persen.
Dan jauh lebih rendah dibanding Mei 2021 yang mengalami inflasi sebesar 0,83 persen.
Berdasarkan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Provinsi Kaltara pada periode Juni 2021 sebesar 1,69 persen dalam (yoy).
"Atau berada di bawah kisaran sasaran inflasi 3,0 persen," beber Yufrizal.
Baca juga: Jelang Idul Adha, Harga Bawang Merah Tembus Rp 38 Ribu/Kg dan Cabai Rp 80 Ribu/Kg di Tarakan
Rendahnya tekanan inflasi pada kelompok transportasi, lanjutnya, dipengaruhi oleh normalisasi harga angkutan udara akibat dari penurunan demand masyarakat sejalan dengan telah berakhirnya masa festive effect akibat HBKN Hari Raya Idul Fitri.
Secara bulanan dan tahunan, kelompok transportasi mencatat inflasi dengan andil sebesar mines 0,12 persen dan dan 0,51 persen.
Di sisi lain, tiga komoditas yang memberikan andil deflasi bulanan dari kelompok makanan, minuman dan tembakau antara lain cabai rawit mines 0,18 persen, angkutan udara mines 0,12 persen, dan ikan bandeng atau bolu mines 0,03 persen.
Komoditas Pendorong Inflasi
Sementara itu, tambahnya, komoditas yang memberikan andil inflasi bulanan terbesar yaitu sawi hijau 0,08 persen dan kacang panjang 0,04 persen.
Tekanan inflasi Juni 2021 untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan menurunnya demand atau permintaan masyarakat pasca HBKN Hari Raya Idul Fitri di tengah pasokan dan rantai distribusi yang terjaga.
Itu sejalan dengan koordinasi yang terus dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga agar inflasi tetap rendah dan stabil.
Secara bulanan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tercatat mengalami deflasi dengan andil sebesar mines 0,03 persen.
"Sementara secara tahunan kelompok ini tercatat mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,66 persen," beber Yufrizal.
Ia melanjutkan, inflasi akan tetap dijaga sehingga berada pada sasaran inflasi 2021, yaitu 3,0 persen.
Untuk itu, koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga terkait yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus diperkuat, dengan melakukan berbagai tindakan yang merupakan hasil dari High Level Meeting (HLM) TPID dengan pemerintah provinsi dan kabupaten kota di Kalimantan Utara.
Pemda Berperan Tekan Inflasi
Selain itu juga Kalimantan Utara melakukan pengendalian harga komoditas pada komoditas yang berpotensi mengalami inflasi.
Selain itu, dalam menghadapi sejumlah risiko yang dapat mendorong kenaikan harga.
"Bank Indonesia terus mendorong Pemda setempat untuk melakukan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) terutama untuk komoditas yang memiliki tekanan inflasi yang tinggi dan frekuensi yang sering," jelasnya.
Terkait dengan risiko spillover dari pemberlakuan PPKM darurat di Jawa dan Bali, TPID di wilayah Provinsi Kaltara bersama dengan lima kabupaten dan kota akan terus bersinergi untuk memastikan ketercukupan supply dan kelancaran jalur distribusi serta logistik bahan pangan khususnya yang berasal dari Pulau Jawa dan Bali. (*)