Berita Berau Terkini

Jarang yang Melapor, Kasus KDRT Berau Masih Banyak Belum Terlihat

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (DPPKBP3A) Berau.

Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI
Plt Kepala DPPKBP3A Berau, Dahniar Rahmawati, menjelaskan masih belum dapat mengatakan bagaimana perkembangan kasus KDRT. Sebab pelaporan pada mereka hanya berada di antara angka satu maupun dua. 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (DPPKBP3A) Berau, menyatakan, fenomena Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT di Berau bak gunung es, lantaran sulit dipantau.

Plt Kepala DPPKBP3A Berau, Dahniar Rahmawati, menjelaskan masih belum dapat mengatakan bagaimana perkembangan kasus KDRT.

Sebab pelaporan pada mereka hanya berada di antara angka satu maupun dua.

Seperti yang tercatat pada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Berau.

Baca juga: Hak Yatim Piatu karena Kena Dampak Covid-19 di Berau Bakal Diberi, Pemkab Sudah Mendata

KDRT di tahun 2019 hanya terdapat 1 kasus, tahun 2020 sebanyak 5 kasus dan di tahun 2021 hingga Agustus sebanyak 2 kasus.

“Kami mencatat hanya sedikit, tapi sesuai data dari pengadilan agama berau, yang saya ingat menurut laporannya, di 2019 ada sebanyak 31 perkara. Tidak ada laporan sebanyak itu yang masuk kesini,” jelasnya kepada TribunKaltim.co, Jumat (3/9/2021).

Dengan adanya perbedaan seperti itu, hal itu tentu menimbulkan bahwa KDRT masih sulit untuk diketahui.

Ada pula, stereotip yang mungkin membuat korban KDRT takut untuk melaporkan KDRT, bisa jadi sebuah tindakan pidana. Tetapi hal itu, disanggah olehnya.

Baca juga: NEWS VIDEO Fakta Terbaru Jonathan Frizzy Diduga Selingkuh dan KDRT Berujung Laporan ke Polisi

Layaknya gunung es, perumpamaannya di dalamnya itu lebih banyak yang sebenarnya terjadi, dibanding permukaan yang telah dilaporkan.

"Jadi agak susah kalau mau memastikan adanya peningkatan atau tidak,” bebernya.

Dahniar melanjutkan, banyaknya faktor KDRT didominasi permasalahan ekonomi.

Biasanya jika ada tekanan pada ekonomi rendah, tidak jarang ada emosi yang dilampiaskan pada fisik perempuan maupun anak.

Namun, yang sedang marak pula adalah digitalisasi yang menyebar luas.

Baca juga: NEWS VIDEO Dituding KDRT, Alfath Fathier Minta Nadia Christina Jangan Cari Sensasi

Media sosial juga sangat berpengaruh. Dan, prilaku kekerasan yang sudah lazim pada rumah tangga seseorang.

Jika secara general, adanya kasus KDRT yang tidak terlihat adalah banyaknya perempuan yang masih malu untuk melaporkan, dan merasa itu sebuah aib.

Juga, ketika perempuan merasa tidak memiliki penghasilan, sehingga akan bertahan dengan suami, walaupun hidup dalam kekerasan.

“Kemarin baru-baru ini ada yang melapor ke kami, dan ada pengaruhnya juga ditegah Pandemi ini,” ungkapnya.

Baca juga: Istri Lapor 2 Kasus yang Dilakoni Suaminya ASN di Pemkot Batam Selingkuh & KDRT, Ini Reaksi Pemkot

Kadang, ketika pihaknya turun ke lapangan, tidak sedikit ada laporan dari pihak tetangga terdekat, bahwa di kampung mereka atau di lingkungan tersebut ada kasus yang terjadi.

Walaupun ada dugaan seperti itu, pihaknya tidak bisa menindaklanjuti.

“Kalau KDRT ini, korban harus melapor terlebih dahulu. Tidak bisa ketika hanya mendengar desas-desus saja, dan tidak bisa langsung terjun begitu saja,” jelasnya.

Ia mengatakan, bahwa kasus KDRT tidak terpusat pada satu lingkungan atau satu Kecamatan, semuanya dapat terjadi potensi, walaupun besar penyebabnya adalah ekonomi.

Pihaknya telah melakukan upaya pencegahan yaitu berupa pusat bimbingan keluarga (Puspaga).

Tetapi, yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan kualitas perempuan agar berdaya di rumah tangga.

Yaitu, bagaimana menciptakan ladang penghasilan sendiri, agar tidak bergantung pada suami.

“Berpenghasilan sendiri itu bukan berarti juga harus dituntut untuk bekerja kantoran” tegasnya.

Ketika perempuan memiliki penghasilan walaupun sedikit, hal itu bisa membantu untuk perempuan dianggap berdaya dan tidak bergantung.

Pihaknya memberikan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang dapat membuat perempuan tetap bisa mengembangkan diri untuk dapat berdaya.

Serta bisa ikut memutar ekonomi keluarga walaupun di tengah pandemi Covid-19. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved