Wawancara Eksklusif
EKSKLUSIF-Kisah Risti Utami Istri Alm Thohari Aziz Diminta Pulang Oleh Ibu, Nanti Ga Nikah-nikah Loh
Soal pendidikan, Risti Utami, istri almarhum Thohari Aziz, termasuk anak pintar. Ibunda Risti selalu menekankan, belajar, belajar dan belajar.
Penulis: Cahyo Adi Widananto | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM.CO - Soal pendidikan, Risti Utami Dewi Nataris, istri almarhum Thohari Aziz, termasuk anak pintar.
Sedari SMP, Risti sudah masuk sekolah favorit di Balikpapan.
Hal ini tak terlepas dari didikan dari Ibunda Risti yang selalu menekankan, belajar, belajar dan belajar.
Saat menjalani masa-masa kuliah, Risti pun seperti memulai babak baru dalam hidupnya.
“Saya itu tidak tahu loh yang namanya cuci baju itu bagaimana, setrika bagaimana. Nah di Malang itu saya di kos itu saya tau begini cara setrika, oh begitu cuci baju saya mulai belajar,” kata Risti.
Bagaimana kisah hidupnya sebelum bertemu dengan belahan jiwa Almarhum Thohari Aziz, berikut petikan wawancara eksklusif Wakil Pemimpin Umum Tribun Kaltim, Ade Mayasanto dengan Risti Utami.
Beranjak di masa-masa SMP, masih ingat kenangan terbaik?
SMP inikan masih ABG, kita ketemu semua teman dari sekolah se-Balikpapan itu sampai sekarang favorit ya SMP 1, ya itu saya mulai serius itu.
Kenapa memilih SMP itu?
Serius jujur aja saya termasuk pintar, artinya cukuplah. Itu kenangannya SMP, kenangannya ya belajar, belajar dan belajar.
Saya jarang juga apa ya, kumpul-kumpul, karena latar belakang ibu saya guru jadi saya harus belajar terus di rumah.
Masih Jualan es saat itu?
Sudah tidak, karena bapak saya tahun 1987 itu mulai enak lah.Tapikan enaknya di bank kan tidak sama seperti sekarang, ya mulailah saya nggak jualan lagi.
Tapi saya masih sering sih nitip-nitip, karena saya suka masak kadang bikin keripik terus dipacking kita titip ke warung-warung.
Selain belajar?
Saya olahraga, saya itu diajak Ibu saya latihan tenis di Manuntung tapi ya latihan aja belum ikut turnamen.
Saya itu SD juara puisi se-Balikpapan karena waktu itu ada PORSENI. Saya berprestasi di bidang seni juga, saya suka nyanyi dan baca puisi.
SMP terus berlanjut?
SMP saya sering tampil untuk baca puisi, masih menang di tingkat Balikpapan. Karena SMP masih PORSENI istilahnya.
Ibu waktu itu bercita-cita jadi apa?
Dokter, dulu-dulu pengennya jadi dokter.
Terus SMA lanjut di mana?
SMA 1 Balikpapan karena nilainya bagus. Karena kebetulan juga dekat rumah saya di Bhayangkara dan nilainya pas jadi ya udah.
Nggak pengen SMK waktu itu?
Tidak, karena waktu itu mau kuliah, jadi harus SMA, kata bapak saya waktu itu.
Ibu punya kenangan lucu waktu SMA yang yang lucu?
Ya cinta monyet ya, olok-olokan namanya anak SMA, ya wajar tapi kan ada batas-batasnya. Intinya ya suka-suka aja gitu.
Setelah itu ke mana tujuan ibu?
Saya waktu itu kuliah di Malang, karena mbah saya orang Malang.
Akhirnya saya masuk di akuntansi. Karena pikir saya itungan juga jadi ya saya coba akuntansi. Namanya STIE Malang Kuseswara, saat itu terkenal sekali susah juga masuknya.
Ibu merasakan apa kuliah di Ekonomi?
Orang enggak ada keraguan sih, saya orangnya berpikir positif aja begitu emang udah transaksi ini gitu aja. Kuliah 4 tahun. Saya buktikan kalau di akuntansi bagus, pernah IP 4 juga beasiswa juga. Pokoknya saya IP 3 koma terus, di semester 5 beasiswa.
Masa-masa kuliah bagaimana?
Nah karena jauh dari orang tua jujur aja tadikan saya sampaikan, saya inikan (taunya) belajar, belajar dan belajar.
Saya itu tidak tahu loh yang namanya cuci baju itu bagaimana, setrika bagaimana. Nah di Malang itu saya di kos itu saya tau begini cara setrika, oh begitu cuci baju saya mulai belajar. Belajar mandiri.
Setelah 4 tahun di kampus?
Saya coba apply (pekerjaan) di Jakarta dengan IPK 3,45. Tante saya ada di Jakarta di Chevron waktu itu dikasih tau tante kalo ada lowongan akhirnya saya apply.
Saya sendiri juga dari Malang ke Jakarta naik kereta sampai dijemput di Gambir itu. Saya coba di Bank masuk juga. Bank Multicor, kantornya di Sudirman.
Berapa lama kerja di Bank?
Dari 1997-2000, itu 3 tahun. Waktu itu usia 18 tahun sampai 21 tahun. Waktu itu sudah Rp 2 juta ya penghasilannya mungkin kalau sekarang sekitar Rp 3,5 juta ya, mungkin ya.
Karena saya masih tinggal sama tante saya, jadi uangnya saya kirim ke orang tua, bangga gitu lho.
Ibu ada mengalami berbeda di Malang dan Jakarta?
Berbeda banget Malang dan Jakarta, saya harus bangun pagi naik bus bergelantungan dari Cileduk sampai Sudirman.
Jadi ba'da Subuh harus bangun nyiapin makan langsung karena saya nggak jajan.
Waktu itu training duku di BCA, Wisma Asia, selama tiga bulan. Baru penenmpatan, baru dirangking, Nah saya kena di bagian Back Office, bagian kredit, baru penempatan di Sudirman.
Karena tante saya pindah, maka saya kost. Jakarta memang keras ya, untuk etika berbeda dengan orang Jawa, istilahnya lu lu gue gue.
Tapi saya tetap berpegang prinsip kalo saya orang Jawa ya harus ada sopan santun. Individualismenyanya tinggi kalau di Jakarta, berbeda dengan di Malang.
Tapi tidak apa-apa, itu sebagai pembelajaran saya.
Ga ada teman curhat waktu itu Bu?
Ya ga ada. Saya kan kost sendiri. Kadang saya telpon ibu saya. Nelpon yang murah ke wartel, jam 5 pagi sudah duduk di wartel, karena murah ada promo kalo pagi.
Setelah 3 tahun di Bank, ibu kemana?
Pulang ke Balikpapan. Karena kondisi waktu itu banyak demo tahun 1998. Itu usia saya sudah 22 tahun.
Lalu ibu bilang, Risti pulang sudah ke Balikpapan, nanti kamu ga dapat jodoh loh. Nanti kamu di Jakarta ga nikah-nikah loh. Setelah itu saya pulang ke Balikpapan. Gitu ceritanya.
Karena ibu saya mungkin berpikir, anak perempuan kerja jauh-jauh. Sementara teman saya sudah pada menikah. Ibu saya berpikir, anak perempuan semua, belum nikah. Akhirnya saya pulang tahun 2000 ke Balikpapan.
Di Balikpapan apa yang ibu lakukan?
Melamar kerja lagi. Di Coca Cola. Langsung dapat Marketing Officer. Karena saya sudah pengalaman, ya mulai enak bekerja di sana. Jabatannya lumayan. Dari bank yang hanya di back office ketemu angka, sekarang harus ketemu orang.
Karena awalnya saya hanya melamar akuntansi, tapi dikasih marketing. Banyak yang melamar, dan saya masuk 10 besar. Lalu ditanya, gimana mbak Risti, mau masuk marketing, karena ga ada lagi akuntansi. Ya sudah saya coba aja.
Tiga tahun saya di Coca Cola. Karena gajinya besar, saya keliling-keliling daerah, dan bisa menabung, saya juga hafal Kalimantan. Tarakan, Sampit, Banjarmasin, Pontianak, Batu Licin, sudah semua. Selain itu, Bandung, Jakarta, Makassar.
Selama 3 tahun jadi marketing. Usia ibu sudah berapa?
Ya 25 tahun.
Apakah sudah punya pasangan Bu saat itu, yang siap untuk berumah tangga?
Nah itu Pak Thohari Aziz. (Cahyo Adi Widananto/Bagian 2)
WAWANCARA EKSKLUSIF RISTI UTAMI DEWI Bagian 1