Berita Kukar Terkini

HUT ke-239 Tenggarong, Begini Sejarah Singkat Berdirinya Kota di Bawah Pemerintahan Aji Imbut

Tak terasa pada 28 September 2021 ini, Kota Tenggarong berusia 239 tahun. Kota Tenggarong merupakan ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)

Penulis: Aris Joni | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/ARIS JONI
Camat Tenggarong, Arfan Boma membacakan sejarah singkat berdirinya Kota Tenggarong pada peringatan HUT ke-239 di Tenggarong, Selasa (28/9/2021). TRIBUNKALTIM.CO/ARIS JONI 

TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Tak terasa pada 28 September 2021 ini, Kota Tenggarong berusia 239 tahun. Kota Tenggarong merupakan ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Banyak cerita sejarah yang mengisahkan bagaimana awal mula berdirinya Kota Tenggarong tersebut.

Disela-sela ziarah makam Aji Imbut sebagai tokoh pendiri Kota Tenggarong pagi tadi, Selasa, (28/9/2021), Camat Tenggarong, Arfan Boma membacakan secara singkat sejarah berdirinya Kota Tenggarong pada 28 September 1782 silam.

Di awal kisah, Arfan Boma menceritakan, bahwa selama kurang lebih tujuh abad eksisnya kerajaan kutai kartanegara ing martadipura, pusat pemerintahan telah mengalami dua kali perpindahan.

Perpindahan pertama, tahun 1734 masehi pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Idris (1732-1739 M) pusat pemerintahan berpindah dari Kutai Lama ke Pamarangan Dalam sungai Jembayan yang sekarang masuk dalam wilayah kecamatan Loa Kulu.

Baca juga: Menteri Sabah Kunjungi Kaltim, Gubernur Tawarkan Objek Wisata Kerajaan Kutai

Baca juga: Situs Kerajaan Kutai di Muara Kaman Memprihatinkan, Akses Jalan Rusak

Baca juga: Punya Kerajaan Kutai, Harusnya Pariwisata Kalimantan Lebih Maju

Kemudian ucap dia, pada masa pemerintahan Aji Imbut gelar dari Sultan Muhammad Muslihuddin (1780-1816 M) Raja Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-16, pusat pemerintahan kembali pindah dari Jembayan ke Tepian Pandan yang sekarang dikenal dengan nama Tenggarong hingga masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Parikesit.

“Sejak pusat kerajaan di Kutai Lama hingga di pemarangan sering terjadi gangguan keamanan dari pihak lanun dan perompak solok serta pilipina,” ujarnya saat bercerita.

Lanjut dia, dengan adanya peristiwa yanh dianggap marabahaya dan mencemaskan kehidupan rakyatnya, maka pemarangan sebagai pusat kerajaan dianggap tidak bertuah lagi.

Ia menceritakan, Samarinda Seberang sebagai pintu gerbang dan benteng utama kerajaan Kutai Kartanegara merasa khawatir akan keselamatan dan keamanan kerajaan.

“Maka para tokoh dan pemuka adat suku bugis yanh diprakarsai oleh Puak Adok Latojeng, Daeng Penggawa Mangkubumi Dipato Prabangsa dan Pangeran Masjurit telah bermusyawarah dan mufakat untuk mengusulkan kepada Aji Imbut agar pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan dari Pemarangan ke tempat lain,” terangnya.

Baca juga: Pengaruh Hindu di Jawa Diduga dari Kerajaan Kutai

Lalu lanjut Arfan Boma, dengan pertimbangan tersebut tak lama kemudian Aji Imbut beserta abdi kerajaannya berangkat mudik menyusuri Sungai Mahakam, dengan tujuan mencari rantau atau tempat yang patut dijadikan pusat pemerintahan kerajaan Kutai Kartanegara yang aman dan sejahtera.

“Sampailah di suatu rantauan yang disebut gersik terletak di antara teluk dalam dan sungai sebelah hulunya yang tepat besebrangan dengan sebuah sungai rantauan tepian pandan,” tuturnya.

Arfan Boma menuturkan, selama lebih kurang 40 hari Aji Imbut beserta abdi kerajaannya bermalam di Gersik untuk mencari nyahu atau petunjuk yang baik. Akhirnya, suatu malam yang penuh berkah, turunlah petunjuk dari yang maha kuasa melalui mimpi kepada sang raja agar mencari sebuah daerah dengan syarat “carilah daerah atau rantauan yang berbau harum dan dihadapannya ada dua ekor naga yang sedang merebutkan sebuah kemala”.

“Lalu keesokan harinya Aji Imbut menyampaikan mimpi itu kepada para pengikutnya untuk menafsirkan arti dan makna dari mimpinya semalam,” terang Arfan Boma.

Kemudian, tidak jauh ternyata diseberang Gersik tempat mereka bermalam ditemukanlah suatu rantauan yang terdapat hamparan gunung berbatu yang menjulang ke barat dan ke arah selatan adanya dataran luas diselingi oleh pohon-pohon pandan yang sedang berbunga.

Baca juga: Bagaimana Kerajaan Kutai Menjadi Hindu?

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved