Berita DPRD Samarinda
Komisi III DPRD Samarinda Gelar RDP Soal Antrean Truk Solar, Pertamina Sebut Tak Ada Kurangi Pasokan
Komisi III DPRD Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai persoalan antrean solar oleh truk pengangkut barang dan kendaraan roda e
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Komisi III DPRD Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai persoalan antrean solar oleh truk pengangkut barang dan kendaraan roda enam lainnya di Samarinda.
Dalam RDP yang dilakukan pada Rabu sore (3/11/2021) tersebut, Komisi III menghadirkan beberapa pihak terkait termasuk pihak PT. Pertamina Hulu Mahakam dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Samarinda dan Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kota Samarinda.
RDP dipimpin Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya dengan mendengarkan pendapat dari pihak-pihak terkait tentang masalah antrean solar yang terjadi di sejumlah SPBU, terutama yang ada di dalam kota.
Melalui Ketuanya Angkasa Jaya, Komisi III bertanya kepada pihak yang hadir apa yang menyebabkan mengularnya antrien solar yang selama ini mengganggu ketertiban lalu lintas masyarakat di sekitar SPBU.
Selain itu, Angkasa Jaya juga menilai bahwa kondisi tersebut berpotensi membahayakan keselamatan warga di jalan raya karena di beberapa titik dikatakan terdapat antrean yang terjadi di jalan yang menanjak.
Baca juga: Antisipasi Kelangkaan BBM, Pemkab Perketat Aturan dan Pengawasan Distribusi BBM di SPBU dan APMS
Baca juga: Komisi II DPRD Samarinda Minta Pertamina Putus Suplai SPBU yang Layani Pengisian BBM ke Pertamini
Baca juga: Antrean Panjang di SPBU Daerah Kutai Barat, Pemkab Kubar Mencari Solusi
Pihak Pertamina yang diwakili oleh Safety and Method Engineer, Ahmad Rizal melalui sambungan virtual menyampaikan terkait dugaan keterbatasan pasokan solar.
Ia memastikan bahwa distribusi solar di Kota Samarinda masih sama dan normal setiap waktunya dan tidak terjadi pengurangan jumlah pasokan.
Namun ia menyebutkan ada perbedaan harga antara tahun 2020 dan saat ini di mana pada 2020 harga solar industri itu sama dengan harga solar subsidi, sedangkan harga solar subsidi saat ini mencapai kisaran Rp 12.000.
"Untuk mengatasi masalah ini dan dugaan adanya pengetap, Pertamina juga telah melakukan program digitalisasi SPBU, untuk pengisian produk solar dilakukan pencatatan nopol, dan pengisian kendaraan sesuai aturan BPH Migas," kata Rizal menjelaskan kepada anggota dewan.
Diketahui, ketentuan pengisian Solar dari BPH Migas maksimal untuk satu kendaraan pribadi yaitu 60 liter per hari, kendaraan angkutan 80 liter per hari, dan 200 liter per hari bagi kendaraan roda 6 atau lebih.
"Kami juga telah melakukan penindakan terhadap setiap SPBU yang dilaporkan melakukan pelanggaran dan akan kita sanksi, sejauh ini sudah ada 15 terlapor yang dipecat terkait penyaluran solar di Samarinda," ucap Rizal.
Pertamina juga mengakui tidak mudah untuk membedakan antara kendaraan yang diduga menjadi pengetap dan yang memang mengantre untuk kebutuhan operasionalnya.
Baca juga: Walikota Andi Harun Minta SPBU di Samarinda, Tindak Tegas Orang yang Beli BBM untuk Pertamini
Mendengar pemaparan itu, Angkasa Jaya berencana akan mengagendakan pertemuan lanjutan dan kemungkinan untuk melakukan inspeksi lapangan bersama pihak berwenang lainnya untuk mengetahui lebih dalam masalah yang terjadi di lapangan.
"Pertamina sudah menyampaikan bahwa pasokan tidak dikurangi tetapi ada terjadi antrean, berarti permintaannya yang tinggi, maka asumsi kita dari SPBU ke mana solar ini," ucap anggota fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Komisi III juga menerima saran penanganan jangka menengah dari Pemerintah Kota Samarinda melalui Kepala Bagian Ekonomi untuk mengalihkan penyedia solar bersubsidi yang ada di SPBU dalam kota ke SPBU di kawasan pinggiran kota.