Google Doodle
Google Doodle Hari Ini 10 November, Ismail Marzuki, Maestro Musik Indonesia yang tak Terlupakan
Google doodle hari ini, Rabu 10 November 2021 adalah Ismail Marzuki. Simak profil lengkap sang maestro musik Indonesia yang tak terlupakan.
TRIBUNKALTIM.CO - Tepat di Hari Pahlawan hari ini, Rabu 10 November 2021, Google menjadikan Ismail Marzuki sebagai Doodle terbarunya di Indonesia.
Sosok Ismail Marzuki, maestro musik Indonesia dengan sederet karyanya jadi Google Doodle hari ini, Rabu 10 November 2021 tepat di Hari Pahlawan.
Pemerintah memberikan anugerah Ismail Marzuki sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2004 lalu.
Nama Ismail Marzuki diabadikan sebagai nama tempat sebuah pusat seni di Jakarta, yakni Taman Ismail Marzuki, yang biasa disebut TIM.
Taman Ismail Marzuki berada di Cikini, Jakarta Pusat.

Sebagai maestro, Ismail Marzuki dan keluarganya sangat rendah hati.
Bahkan pihak keluarga menolak memindahkan makam Ismail Marzuki ke Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Deretan lagu Ismail Marzuki sudah mengobarkan semangat perjuangan dan cinta Tanah Air, mulai dari Gugur Bunga, Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata Bola hingga Halo-halo Bandung.
Baca juga: Chord Lagu Gugur Bunga - Ismail Marzuki: Telah Gugur Pahlawanku, Tunai Sudah Janji Bakti
Baca juga: DPRD DKI Jakarta Pangkas Anggaran Program Anies Baswedan, DP 0 Persen, Renovasi Taman Ismail Marzuki
Baca juga: Kunci Gitar Mudah Dimainkan, Chord Lagu Rayuan Pulau Kelapa Ciptaan Ismail Marzuki
Profil dan biodata Ismail Marzuki
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Ismail Marzuki lahir di Jakarta, 11 Mei 1914.
Melansir laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Ismail Marzuki mendedikasikan dirinya untuk Tanah Air lewat karya-karyanya.
Sang maestro yang tak terlupakan...
Mengenal kembali siapa Ismail Marzuki menjadi langkah untuk menyelami tokoh-tokoh sejarah.
Sebab, karya-karyanya abadi dan tak terlupakan serta berperan besar dalam kemajuan musik Indonesia.
Ismail Marzuki lahir dari keluarga sederhana.
Ayahnya, Marzuki, hanya wiraswasta kecil-kecilan di wilayah Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Sejak kecil, Ismail Marzuki tak pernah sekalipun melihat senyum dan merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu.
Ia tumbuh besar dalam asuhan ayah.
Maklum, ibunda tercinta meninggal tatkala ia dilahirkan.
Demikian pula dengan kedua kakaknya.
Baca juga: Sosok Roehana Koeddoes yang Jadi Google Doodle, Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia
Hanya ada ia dan ayahnya yang tersisa di keluarga kecil itu.
Dunia musik sudah menyelimuti hari-hari Ismail kecil.
Sang ayah yang juga seorang pemain rebana yang biasa dinamakan seni berdendang.
Mengasah keahlian bermusik
Sambil melantunkan kalimat zikir dan menabuh rebananya, suara Ismail Marzuki begitu menggema.
Ada pesona dengan gaya cengkoknya yang khas.
Tak heran, dia biasa tampil di acara sunatan, perayaan pengantin, cukuran anak, dan lain-lain.
Ibarat pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya", lewat sang ayahlah benih-benih bakat Ismail Marzuki tumbuh.
Kemampuan Ismail Marzuki akan dunia musik tidak datang secara instan.
Saat berusia 17 tahun, pria yang sering disapa Ma'ing ini mengasahnya dengan berlatih.
Pada 1923, ia bersama teman-temannya menjadi anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Dari perkumpulan tersebut, bakatnya berkembang dengan baik sebagai instrumentalis, penyanyi, penyair lagu dan juga mulai mengarang lagu-lagu.
Lagu-lagu daerah sebagai inspirasi
Ia pun betah berlama-lama memutar seribu macam lagu pada gramofon dan mendengarnya tanpa bosan.
Baca juga: Profil Sariamin Ismail, Penulis Wanita yang Jadi Google Doodle Hari Ini, Sabtu 31 Juli 2021
Jika sebagian orang hanya mendengarkan lagu-lagu baru, Ismail Marzuki lebih suka meresapi lagu selama puluhan kali dan berulang-ulang.
Bukan cuma musik Hollywood dan jazz, ia juga menjadikan lagu-lagu daerah sebagai inspirasinya.
Sebut saja lagu daerah Maluku, Minahasa, Bugis, Melayu, Minang, tembang Cianjuran, gambus, kroncong, serta lagu-lagu ciptaan komponis agung bangsa Eropa dari Schubert, Mozart, Schumann, Mendellshon dan lain sebagainya.
Semuanya menjadi sumber keindahan baginya.
Semasa hidupnya, Ismail Marzuki menghasilkan ratusan karya lagu, baik hasil ciptaannya sendiri atau lagu yang ia aransemen ulang.
Beberapa di antaranya Oh Sarinah, Rayuan Pulau Kelapa, Melancong di Bali, Halo-halo Bandung, Mars Arek-arek Surabaya, Indonesia Tanah Pustaka, Gugur Bunga di Taman Bhakti, Sepasang Mata Bola, Selamat Datang Pahlawan Muda, Selendang Sutra dan sebagainya.
Meninggal di pangkuan istri
Ada peribahasa yang mengatakan kalau "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama".
Demikian pula yang terjadi pada Ismail Marzuki.
Semasa hidup, ia tidak sedikitpun memiliki gengsi sebagai pahlawan, saudagar besar atau dapat menarik banyak orang yang berpamrih di sekitarnya.
Hanya ada kumpulan-kumpulan karya yang dapat ia dendangkan.
Racikan musiknya begitu merasuk ke hati, hingga pada akhir hayatnya pun Ismail Marzuki begitu dikenal sebagai maestro musik Indonesia.
Pada 1950-an, agaknya menjadi tahun-tahun yang cukup sulit bagi Ismail Marzuki.
Terlebih ada beberapa pihak yang berusaha untuk memecah usahanya untuk mengembangkan kesenian daerah.
Berulang kali, ia dicecar dengan kata-kata dan kalimat yang sinis.
Kesehatan mulai menurun
Beruntung, ada sang istri, Eulis, dan Rahmi Asiah, anak adopsi mereka yang selalu menghibur juga memberikan keceriaan tersendiri di bahtera rumah tangga Ismail Marzuki.
Di masa-masa tersebutlah, kesehatan pria tamatan sekolah belanda Hollandsch Inlandsche School (HIS) ini mulai terganggu hingga akhirnya ia mengundurkan diri dari kegiatan orkestra.
Aktivitasnya pun hanya terbatas pada karya komposisi saja.
Rupanya, siang hari pada 25 Mei 1958, menjadi hari terakhir Ismail Marzuki untuk bertatap muka dengan keluarga kecilnya.
Usai makan siang, sang komponis ini bercengkrama dengan Rahmi dan tak luput berbaring di pangkuan sang istri seperti kebiasaannya yang sudah-sudah.
Seperti tertidur pulas
Eulis merasa Ismail Marzuki tertidur pulas.
Dibelai rambut suaminya dengan penuh kehangatan.
Namun ia tidak bergerak, tak ada pula sepatah kata yang diucapkan. Ia telah kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa tanpa pamit, pesan dan meninggalkan gejala apa pun.
Ada duka yang mendalam bagi Eulis dan putrinya.
Ismail Marzuki meninggal pada usia 44 tahun.
Ismail Marzuki dimakam di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Pada batu nisannya dipahatkan lagu Rayuan Pulau Kelapa.
Beberapa puluh tahun setelahnya, pemerintah berniat untuk memindahkan makamnya ke Taman Makan Pahlawan di Kalibata.
Namun keluarga menolak dan menganggap jika hal tersebut bukanlah kepentingan yang mendesak.
Bagi pihak keluarga, di mana pun jasadnya dikubur, karya abadi Ismail Marzuki tetaplah bertumpu di hati rakyat Indonesia.
Karya Ismail Marzuki
- Panon Hideung
- Aryati
- Gugur Bunga
- Melati di Tapal Batas (1947)
- Wanita
- Rayuan Pulau Kelapa
- Sepasang Mata Bola (1946)
- Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
- O Sarinah (1931)
- Keroncong Serenata
- Ibu Pertiwi
- Kasim Baba
- Hari Lebaran
- Halo, Halo Bandung
- Bandaneira
- Lenggang Bandung
- Sampul Surat
- Karangan Bunga dari Selatan
- Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
- Juwita Malam
- Sabda Alam
- Roselani
- Rindu Lukisan
- Indonesia Pusaka
Baca juga: MENYENTUH! LENGKAP Ucapan Selamat Hari Pahlawan 2021, Bingkai, Link Twibbon buat 10 November Terbaru
Baca juga: Besok Rabu 10 November 2021 Diperingatai Hari Pahlawan, Ini Pantun untuk Memotivasi Generasi Muda
Baca juga: PERNAH Buat Belanda Kebingungan, Kisah Pahlawan Nasional Cut Mutia yang Gambarnya di Uang Rp 1.000
(*)