Berita Nasional Terkini

Pakai Kode Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat, Apa Artinya Kode 'Dua Setengah Kancing'

Komnas HAM) masih mendalami dugaan pembunuhan di kerangkeng yang ada di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Dok. Polda Sumut
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangiangin memuncul temuan-temuan baru.

Satu di antaranya adanya kode-kode kekerasan yang diduga dipakai untuk menganiaya penghuni kerangkeng.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih mendalami dugaan pembunuhan di kerangkeng yang ada di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.

Baca juga: TEMUAN Terbaru Komnas HAM: Ada Pembunuhan di Kerangkeng Manusia Eks Bupati Langkat, Lebih Dari Satu

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mohammad Choirul Anam sebelumnya telah menegaskan, adanya kekerasan pada penghuni kerangkeng hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Seperti dilansir dari Kompas.com, disinyalir korban lebih dari satu orang.

Terbaru, ada istilah-istilah atau kode yang digunakan di kerangkeng saat kekerasan dilakukan.

Salah satunya kode mos dan das, hingga dua setengah kancing.

"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau dua setengah kancing. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," papar Anam dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (30/1/2022).

Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara. Menurut Anam, pihak Polda juga sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.

"Jangan tanya siapa namanya, jumlahnya, karena memang sedang berproses. Jadi faktanya (hilangnya nyawa korban) sangat solid," sambung dia.

Arti dua setengah kancing

Dua setengah kancing diduga menjadi kode pemukulan yang diarahkan ke area tubuh, khususnya area dada atau ulu hati.

Dikutip dari Tribunpekanbaru.com, istilah dua setengah kancing sangat identik dengan kekerasan yang kerap terjadi pada perploncoan yang dilakukan senior terhadap junior.

Tidak jelas siapa yang mempopulerkan istilah atau kata Dua Setengah Kancing itu.

Baca juga: TERUNGKAP Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Ternyata Makan Korban, Lebih dari 1 Penghuni Meninggal

Namun dipastikan istilah itu sudah menjadi tradisi dalam aksi perploncoan.

Meski terlihat sangat primitif, namun tradisi itu tetap lestari hingga saat ini.

Dua Setengah Kancing berarti sasaran pukulan pada titik tubuh seseorang.

Jika orang yang dijadikan sasaran mengenakan kemeja, Dua Setengah Kancing menunjukan titik ulu hati.

Junior akan mendapatkan pukulan dengan tangan dan kaki di arah ulu hati saat diplonco oleh seniornya.

Pukulan ke ulu hati bisa menyebabkan seseorang pingsan bahkan tewas. Banyak kasus kematian junior akibat diploco seniornya.

Kode Khusus Penyiksaan, Komnas HAM Kantongi Identitas Pelaku Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat

Komnas HAM akhirnya mendapatkan gambaran utuh yang terjadi di kerangkeng manusia yang terdapat di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.

Bahkan, Komnas HAM mendapati adanya kode khusus para pelaku untuk melakukan tindak kekerasan terhadap tahanan di kerangkeng manusia tersebut.

Komnas HAM juga mengaku sudah mengantongi identitas pelaku kekerasan di kerangkeng manusia.

Sebelumnya, kerangkeng manusia ini terungkap saat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menggeledah rumah Terbit Rencana Peranginangin yang terjerat kasus rasuah.

Polisi menyebut kerangkeng tersebut merupakan tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba yang dibuat Bupati Langkat.

Namun, BNN menyebut tempat rehabilitasi tersebut tak berizin.

Baca juga: Akhirnya Komnas HAM Bongkar Fakta Baru Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Korban Meninggal Bertambah

Dilaporkan pula terjadi tindak kekerasan yang memakan korban jiwa di lokasi tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, Komnas HAM melaporkan penggunaan alat dalam tindak kekerasan yang terjadi di kerangkeng rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, saat ini pihaknya telah menemukan pola kekerasan, pelaku, hingga cara yang digunakan.

Temuan tersebut didapatkan dari beberapa keterangan saksi yang mengetahui tindak kekerasan pada kerangkeng yang disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi tersebut.

"Kami menemukan pola bagaimana kekerasan berlangsung.

Siapa pelakunya.

Bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak.

Itu juga kami temukan terkadang menggunakan alat," kata Anam dalam keterangan videonya seperti dikutip Senin, (31/1/2022).

Ia pun mengatakan, pelaku menggunakan istilah-istilah sebagai kode untuk melakukan tindak kekerasan kepada penghuni kerangkeng.

Penjara manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.
Penjara manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin. (HO via TribunMedan)

Istilah tersebut misalnya seperti 'mos-das' dan 'dua setengah kancing'.

"Ada istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, misalnya kaya 'mos-das' atau 'dua setengah kancing'.

Jadi istilah-istilah kaya gitu yang digunakan dalam konteks kekerasan," jelas Choirul.

Untuk diketahui, dua setengah kancing adalah kode sasaran pukulan pada titik tubuh seseorang.

Istilah ini kerap digunakan pada tradisi perploncoan.

Choirul pun mengungkapkan, berdasarkan keterangan yang didapatkan Komnas HAM oleh lebih dari dua orang saksi, juga ditemukan lebih dari satu kasus kematian akibat kekerasan tersebut.

Namun ia tak mengungkapkan berapa jumlah pasti dari korban kekerasan yang terjadi di kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat itu.

"Memang kematian tersebut ditimbulkan oleh tindak kekerasan.

Bagaimana kondisi jenazah?

Kami sudah mendapat keterangan dari lebih dari dua saksi.

Jadi jelas, kekerasan terjadi di sana, korbannya banyak, termasuk di dalamnya kekerasan yang menimbulkan hilangnya nyawa dan jumlah lebih dari satu yang hilang nyawa," kata Anam.

Adapun ia menjelaskan, kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah Bupati Langkat itu merupakan tempat rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkoba.

Hal itu merupakan hasil penyelidikan dan keterangan saksi serta korban.

Baca juga: TERUNGKAP Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Ternyata Makan Korban, Lebih dari 1 Penghuni Meninggal

Namun demikian, tepat tersebut hingga kini tidak mendapatkan izin dari Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Termasuk juga BNK (Badan Narkotika Kabupaten) di sana, pada 2016, BNK sudah melakukan pengecekan di sana dan meminta supaya tempat tersebut diurus izinnya.

Karena waktu itu tidak ada izin, namun sampai sekarang tidak di follow up urusan izinnya sehingga bisa dikatakan tidak memiliki izin resmi atau ilegal," kata Anam.

Temuan Tindak Kekerasan

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menyebut pihaknya menerima laporan adanya korban meninggal di dalam sel pribadi milik Bupati Langkat.

Laporan tersebut berdasarkan aduan warga Langkat yang salah seorang keluarganya meninggal di kerangkeng ilegal tersebut.

"Jadi dari informasi yang kita dapat dari keluarga ada keluargnya meninggal yang disampaikan kepada kami setelah satu bulan menjalani rehabilitasi di sel tahanan Bupati Langkat," kata Edwin yang dikutip dari Tribun-Medan.com.

Peristiwa itu, kata Togi, terjadi pada tahun 2019 lalu.

Dari laporan keluarga, korban ditemukan meninggal dunia usai sebulan di dalam sel.

Bahkan, keluarga melaporkan telah menemukan tanda tanda luka luka akibat kekerasan.

"Jadi dari pengakuan keluarga korban meninggal karena alasan sakit asam lambung."

"Setelah satu bulan berada di dalam pihak pengelola rutan menelpon jika keluarganya meninggal dengan alasan sakit."

"Namun pihak keluarganya mencurigai ada kejangalan kematian keluarganya," ungkap Togi.

Baca juga: PENGAKUAN Keluarga Korban Tahanan yang Meninggal di Kerangkeng Manusia Milik Eks Bupati Langkat

Saat itu, ketika keluarga menjemput jenazah korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan.

Keluarga menduga, hal tersebut dilakukan untuk menutupi dugaan penyiksaan yang dialami korban.

Kendati demikian, demi mencari kebenarannya, pihak penegak hukum perlu melakukan pendalaman terhadap adanya laporan tersebut.

"Meski itu baru sebatas pengakuan keluarga dan perlu pendalaman lebih jauh terkait hal itu."

"Namun dari pernyataan itu kita bisa mengetahui bagaimana situasi sebenarnya di dalam sel tahanan pribadi tersebut," jelas Togi. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved