Berita Internasional Terkini

Perang Rusia vs Ukraina Kian Panas, Putin Siap Luncurkan Senjata Nuklir, 2 Maret Target Kemenangan

Serangan demi serangan membuat perang antara Rusia dengan Ukraina, makin memanas

Handout / Russian Defence Ministry / AFP
Kementerian Pertahanan Rusia pada 4 Oktober 2021 menunjukkan peluncuran rudal jelajah hipersonik Zirkon dari kapal selam nuklir Severodvinsk di laut Barents. Rusia mengatakan pada 1 Oktober 2021 bahwa mereka telah meluncurkan rudal jelajah hipersonik baru dari kapal selam, tes terbaru dari senjata baru yang oleh Presiden Vladimir Putin dijuluki "tak terkalahkan". 

TRIBUNKALTIM.CO - Serangan demi serangan membuat perang antara Rusia dengan Ukraina, makin memanas.

Bahkan, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah menyiagakan pasukan nuklir, yang siap untuk dikerahkan pada invasi ke Ukraina.

Tidak hanya itu saja, Vladimir Putin dikabarkan menargetkan kemenangan pada 2 Maret 2022 mendatang.

Sementara itu, disiagakannya pasukan nuklir Rusia, menurut para ahli Barat kepada AFP, adalah bagian dari pola peningkatan ketegangan, tetapi langkah itu kemungkinan adalah gertakan baru yang berbahaya.

Lantas, apa tujuan Vladimir Putin menempatkan nuklir Rusia dalam siaga tinggi?

Berikut penjelasan pakar, dilansir dari Kompas.com:

Baca juga: Fakta Sebenarnya Terkuak! Ternyata Ini Alasan Negara Barat Enggan Usik Invasi Rusia ke Ukraina

Baca juga: Menilik Antonov-225, Pesawat Terbesar di Dunia Milik Ukraina Hancur dalam Invasi Rusia

Baca juga: NEWS VIDEO Google Nonaktifkan Data Lalu Lintas Maps di Ukraina untuk Sementara Waktu

1. Apa yang dimaksud dengan pasukan nuklir?

Kekuatan Barat termasuk AS dan NATO memprotes keras setelah Vladimir Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi, pasukan nuklir Rusia ditempatkan ke dalam mode tempur khusus.

PBB menyebut ide penggunaan senjata nuklir tidak terbayangkan, sementara Pemerintah Ukraina mengatakan bahwa mereka melihat langkah itu sebagai upaya intimidasi, karena delegasi dari kedua negara bersiap untuk bertemu dalam pembicaraan eksplorasi.

Sama seperti di NATO, sebagian dari senjata nuklir Rusia berada dalam kesiapan konstan dan dapat diluncurkan dalam 10 menit, kata Marc Finaud ahli proliferasi nuklir di Geneva Centre for Security Policy.

"Entah hulu ledaknya sudah terpasang di rudal, atau bomnya sudah ada di atas (pesawat pengebom dan kapal selam)," jelasnya.

Dalam artikel pada Jumat (25/2/2022) untuk Buletin Ilmuwan Atom, pakar Hans Kristensen dan Matt Korda menulis bahwa Rusia menyimpan hampir 1.600 hulu ledak yang dikerahkan.

“Karena pasukan strategis Rusia selalu waspada, pertanyaan sebenarnya adalah apakah (Putin) telah mengerahkan lebih banyak kapal selam atau mempersenjatai para pembom,” tulis Kristensen di Twitter pada Minggu (27/2/2022).

Baca juga: Babak Baru Perang Rusia dengan Ukraina, Perundingan Dimulai, Putin Batalkan Serangan Nuklir?

2. Mengapa nuklir Rusia siaga?

Sebagian besar analis menduga bahwa opsi nuklir adalah langkah putus asa akibat kemunduran militer Rusia sejak menyerang Ukraina pada Kamis (24/2/2022).

"Rusia frustrasi menghadapi perlawanan Ukraina," kata David Khalfa dari Jean Jaures Foundation yang berbasis di Paris, think-tank berhaluan kiri.

Alih-alih kemenangan cepat dengan serangan lapis baja yang mengeklaim sebagian besar wilayah, Moskwa sekarang menghadapi perang gerilya perkotaan, dengan kemungkinan besar korban tentara Rusia", tambahnya.

Eliot A Cohen dari Center for Strategic International Studies (CSIS) di Washington mengatakan, para pemimpin Rusia mengharapkan kampanye yang lebih mudah.

"Fakta bahwa mereka tidak memiliki superioritas udara sekarang empat hari setelah ini, itu cukup mengungkap," katanya kepada AFP.

"Anda mulai melihat kelemahan di medan perang... fakta bahwa mereka belum bisa menduduki kota dan mempertahankannya, itu memberitahumu sesuatu."

Baca juga: Apa Bom Termobarik? Jadi Kekhawatiran Sekutu Barat, Setelah Rusia Invasi ke Ukraina, Ini Bahayanya

3. Mengapa nuklir Rusia siaga diumumkan secara terbuka?

Dengan bantuan Barat yang mengalir ke Ukraina dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia serta para elitenya, deklarasi publik Putin dapat menjadi upaya untuk memecah belah musuh-musuhnya.

Pemimpin Rusia itu berani bertaruh pengambil risiko, kata Cohen.

"Apa yang dia coba lakukan adalah menyerang kita semua secara psikologis".

Khalfa setuju bahwa sisi psikologis sangat penting, dan Putin "berkeinginan mencegah Barat melangkah lebih jauh dengan sanksi ekonomi".

"Semua orang berkumpul di belakang bendera Ukraina, dan dia memiliki keinginan untuk membuat perpecahan antara pemerintah aliansi (NATO) dan opini publik di negara-negara Barat," terangnya.

Namun, Khalfa juga ingat bahwa "menurut pendapat semua orang yang telah bertemu Putin, dia mengisolasi dirinya sendiri, terkunci dalam logika paranoid... strateginya tidak mungkin untuk dibaca."

Baca juga: NEWS VIDEO Ukraina Bentuk Tentara IT, untuk Menyerang Dunia Maya Rusia

4. Mengabaikan doktrin Rusia?

Ancaman nuklir Putin semakin membingungkan karena berangkat dari doktrin pencegahan nuklir Rusia yang sudah mapan.

Pada 2020, Vladimir Putin menyetujui prinsip-prinsip dasar dengan empat kasus ketika Moskwa dapat menggunakan senjata nuklir.

Prinsip-prinsip itu adalah ketika rudal balistik ditembakkan ke wilayah Rusia atau sekutu saat musuh menggunakan senjata nuklir, serangan terhadap situs senjata nuklir Rusia, atau serangan yang mengancam keberadaan negara Rusia.

Tak satu pun dari kriteria tersebut terpenuhi dalam konflik Rusia Ukraina saat ini.

Terlebih lagi, Rusia bergabung dengan empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB pada Januari dalam menandatangani dokumen yang menegaskan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangi dan tidak boleh diperangi.

Ancaman verbal terbaru Putin menunjukkan ambiguitas, bahkan mungkin kemunafikan, dari jenis deklarasi ini, kata Finaud.

"Jika kita menerapkan doktrin (pernyataan bersama) akan ada upaya pelucutan senjata besar-besaran. Padahal kita melihat relatif sedikit yang dilakukan ke arah itu."

Untuk saat ini, "masih ada risiko kesalahan yang sangat tinggi atau salah tafsir" atau bahkan manipulasi disengaja yang dapat memicu serangan nuklir, tambahnya.

Baca juga: NEWS VIDEO Ukraina Klaim Menang di Kharkiv, Berhasil Usir Pasukan Rusia Lewat Operasi Pembersihan

2 Maret, Target Kemenangan Rusia

Seorang mantan pejabat tinggi Rusia mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin menargetkan pasukan Moskwa menyelesaikan operasi militer di Ukraina dengan kemenangan pada 2 Maret.

Hal itu disampaikan oleh mantan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Fedorov kepada Al Jazeera pada Mingu (27/2/2022).

Fedorov mengatakan, karena target itulah, beberapa hari ke depan merupakn momen-momen kunci dalam invasi Rusia ke Ukraina.

Kini dia berharap pada rencana pembicaraan antara kedua negara ketika Moskwa masih terus melanjutkan serangan skala penuh kepada Ukraina, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

“Seharusnya ada pembicaraan yang berlangsung tanpa prasyarat. Saya tahu posisi teman-teman saya di Kiev dan kepemimpinan Ukraina. Mereka siap untuk duduk dan berbicara, tetapi tanpa prasyarat,” ujar Fedorov.

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia telah sepakat untuk mengadakan pembicaraan di sebuah tempat dekat perbatasan Belarus.

Baca juga: NEWS VIDEO Buntut Invasi Rusia ke Ukraina, 11 Negara Blokir Penerbangan Rusia

Fedorov menambahkan, perlawanan di Ukraina dan sanksi yang diberlakukan oleh Barat ternyata lebih kuat dari yang diperkirakan Rusia sebelum invasi dimulai.

“Seperti yang telah saya katakan, tolong, karena saya tahu Ukraina, tidak ada yang akan bertemu pasukan Rusia dengan bunga. Ini adalah kenyataan,” katanya kepada Al Jazeera.

Fedorov menambahkan, Rusia awalnya telah menyiapkan diri apabila disanksi Barat.

Namun, rupanya sanksi tersebut memberikan efek yang sangat signifikan.

“Mereka (Rusia) selalu berpikir bahwa, oke kami adalah negara besar, kami adalah negara yang hebat. Kami memberi Anda gas dan minyak. Anda tidak akan pernah menggunakan sanksi. Ini adalah kenyataan untuk hari ini dan itu menyebabkan banyak masalah di sini sekarang,” sambung Fedorov.

Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi yang sangat keras kepada Rusia sebagai tanggapan atas invasi Moskwa ke Ukraina.

“Untuk pertama kalinya, Uni Eropa (UE) akan membiayai pembelian dan pengiriman senjata dan peralatan lainnya ke negara yang sedang diserang," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Minggu.

Dia mengatakan, UE akan menutup wilayah udaranya untuk pesawat-pesawat Rusia, termasuk jet pribadi orang-orang kaya Rusia.

UE juga akan melarang jaringan televisi milik negara Rusia, Russia Today, dan kantor berita Sputnik.

Von der Leyen mengatakan, langkah itu diambil agar Rusia tidak dapat “menyebarkan kebohongan” untuk membenarkan perang Putin dan menabur perpecahan di UE. (*)

Berita Internasional Terkini

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved