Amalan dan Doa
Amalan Nisfu Syaban, Segera Lunasi Utang Puasa Ramadhan Sebelumnya hingga Perbanyak Membaca Al Quran
Jadwal puasa Nisfu Syaban dan bacaan niat puasa Syaban, perbanyak ibadah dan amalan sunnah.
Keutamaan Nisfu Syaban
Berbagai keutamaan malam Nisfu Syaban akan diuraikan dalam beberapa hadits berikut.
Adapun keistimewaan malam Nisfu Syaban yang berisi pengampunan Allah Swt dianggap hadits shahih (benar). Berikut bunyinya:
"Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Syaban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (dari Abu Musa Al-Asy’ari).
Beberapa hadist yang selama ini sering didengar ternyata keliru, karena pada dasarnya hadist-hadist tersebut adalah hadits maudhu’ (palsu). Salah satunya sebagai berikut:
Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman,
‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya.
Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Demikian hadits ini maudhu’ (palsu). Sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib, perawi hadits ini yakni Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib atau tertuduh berdusta.
Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.” (Silsilah Dha’ifah, no. 2132)
Hadits palsu lainnya yakni melaksanakan shalat seratus rakaat pada malam Nisfu Syaban.
Berikut bunyi hadistnya:
“Wahai ‘Ali, barangsiapa shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Syaban dengan membaca surah Al-Fatihah sepuluh kali pada setiap raka’at, maka Allah akan memenuhi seluruh kebutuhannya.”
Hadits ini maudhu’ (palsu). Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini maudhu’ (palsu).”
(Lihat Al-Maudhuu’aat (II/129), cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah)