Ibu Kota Negara
Sidang Gugatan UU IKN di MK, Saksi Bongkar Kejanggalan saat Rapat di DPR, Rapat Diskors lalu Selesai
Gugatan terhadap Undang-undang IKN masih terus berjalan di Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang pekan lalu, saksi bongkar kejanggalan rapat di DPR.
TRIBUNKALTIM.CO - Sidang gugatan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara masih terus berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara ini ada dua gugatan terhadap UU IKN yang tengah berproses di Mahkamah Konstitusi, yakni gugatan dengan nomor perkara 25 dan 34.
Gugatan UU IKN nomor perkara 25 dan 34 ini disidangkan bersama dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Sidang lanjutan gugatan uji formil UU IKN ini digelar di MK pekan lalu, Kamis 12 Mei 2022.
Salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang Kamis 12 Mei 2022 adalah Fadhil Hasan, ekonom INDEF dan mantan staf ahli Wakil Presiden.
Saksi dari ekonom INDEF ini memaparkan kejanggalan saat rapat dengar pendapat di DPR yang membahas RUU IKN.
Untuk diketahui, UU IKN ini menjadi landasan pemindahan Ibu Kota Negara ( IKN ) dari Jakarta ke Kalimantan Timur ( Kaltim ).
Pemerintah telah menetapkan lokasi dan nama untuk IKN di Kaltim yakni Ibu Kota Nusantara ( IKN ).
Baca juga: Penyangga IKN Nusantara, Penajam Paser Utara Miliki Banyak Potensi Ekonomi
Lokasi IKN Nusantara telah ditetapkan di Kaltim dengan kawasan IKN meliputi sejumlah desa dan kelurahan yang berada di dua kabupaten yakni Penajam Paser Utara ( PPU ) dan Kutai Kartanegara ( Kukar ).
Gugatan UU IKN nomor perkara 25 diajukan oleh Abdullah Hehamua dan Marwan Batubara dkk.
Sedangkan gugatan UU IKN dengan nomor perkara 34 dilayangkan oleh Azyumardi Azra dan Din Syamsudin dkk.
Dalam sidang lanjutan gugatan UU IKN di MK ini, Fadhil Hasan mengungkap kejanggalan saat rapat dengar pendapat di DPR.
Fadhil Hasan menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja Ibu Kota Nusantara Dewan Perwakilan Rakyat (Panja IKN DPR), 9 Desember 2021 dalam kapasitasnya sebagai narasumber yang diundang.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK, Anwar Usman, Fadhil Hasan mengatakan dirinya menyampaikan pandangan bersama beberapa narasumber lain soal RUU IKN saat RDPU Panja IKN DPR tersebut.
"Dan kami menyampaikan pendapat dan pandangan kami, saya terutama menyatakan bahwa pemindahan IKN tidak visibel, tidak urgen dan governance dan kemudian menyampaikan alasan-alasan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif," ujar Fadhil Hasan seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Ia berujar, setelah ia dan beberapa narasumber selesai menyampaikan pandangan di dalam RDPU, sejumlah anggota DPR menanggapi mereka.
Baca juga: Rencana Pembangunan KSN di IKN, Jalan Tol, Kereta hingga Pelabuhan, dari Samboja hingga Sanga-sanga
Kemudian, pimpinan sidang memutuskan bahwa rapat diskors dan dilanjutkan pukul 19.00.
Para narasumber berharap bisa menanggapi tanggapan-tanggapan barusan, sehingga hendak mengikuti sidang usai diskors.
Namun, ternyata sidang sudah selesai.
"Jadi saya berasumsi bahwa akan ada lanjutan RDP tersebut yang kemudian akan memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan respons terhadap komentar pertanyaan ataupun tanggapan dari anggota Panja IKN DPR tersebut," ujar Fadhil.
"Tetapi setelah jam 19.00 itu, memasuki Zoom Meeting yang tadi disediakan tidak berhasil sampai kira-kira 30 hingga 40 menit berusaha masuk dan menunggu tetapi tidak berhasil.
Kemudian saya mengontak salah satu panitia disampaikan bahwa sidang RDPU telah selesai," jelasnya.
Bantah Pemerataan Ekonomi
Fadhil Hasan juga membantah anggapan yang menyebut IKN akan membawa pemerataan ekonomi.
Baca juga: Mengenal Ornamen Mastogok, Bentuk Indentitas Masyarakat Adat Paser Yang Diusulkan di Bangunan IKN
Menurut Ekonom INDEF ini, argumen yang kerap disampaikan pemerintah bahwa IKN akan memeratakan pertumbuhan ekonomi masih bisa diperdebatkan.
"Kami kemudian mengutip hasil studi yang kami lakukan yang menggunakan suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa tidak ada bukti dan fakta yang kuat, berdasarkan simulasi, yang kuat pembangunan Ibu kota baru itu akan membawa kepada pemerataan dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru seperti itu," ujar Fadhil Hasan dalam siaran daring sidang tersebut via akun resmi YouTube MK, Jumat (13/5/2022) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Fadhil Hasan menjelaskan, dampak ekonomi yang dihasilkan oleh IKN, entah mendorong pembangunan atau pemerataan antarwilayah dan provinsi, sangat kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tadi.
Hal ini dianggap tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang bakal timbul dengan adanya megaproyek IKN, berdasarkan sejumlah kajian lembaga swadaya masyarakat.
Fadhil Hasan pun menerangkan, pemindahan ibu kota bukan merupakan proyek yang visibel untuk jangka panjang.
Pasalnya, kapasitas fiskal terbatas, terlebih Indonesia dihadapkan pada pandemi Covid-19 bertahun-tahun.
Pengeluaran negara disebut bertambah besar dan akhirnya memerlukan skema pembiayaan dari utang luar negeri.
"Sehingga dari sisi kapasitas keuangan negara, itu tidak memungkinkan saat ini untuk membangun sebuah proyek besar dalam skala besar seperti IKN tersebut," ujar Fadhil.
Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan tidak hanya uji formil melainkan juga uji materil. Dari segi uji formil, UU IKN dianggap dibentuk tanpa partisipasi bermakna dari warga negara, padahal Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan.
Jika dikurangi dengan masa reses DPR terhitung 16 Desember sampai dengan 10 Januari 2022, praktis RUU Ibu Kota Negara hanya dibahas 17 hari saja di parlemen.
Baca juga: Daftar Pajak Khusus IKN yang termasuk Salah Satu Skema Pendanaan Ibu Kota Nusantara, Penjelasan KSP
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.