Berita Nasional Terkini
6 Oknum Anggota Polrestabes Makassar Langgar Kode Etik, Buntut Kasus Pemuda Tewas Setelah Ditangkap
Enam oknum anggota polisi Satuan Narkoba Polrestabes Makassar terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
TRIBUNKALTIM.CO - Enam oknum anggota polisi Satuan Narkoba Polrestabes Makassar terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pelanggaran dilakukan saat menangkap seorang pemuda asal Makassar bernama Muh Arfandi Ardiansyah (18).
Kasus yang menimpa Muh Arfandi Ardiansyah menyorot perhatian karena dia meninggal setelah ditangkap atas kasus narkoba.
Arfandi, warga Jalan Kandea 2, Kelurahan Bunga Eja Beru, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, itu tewas pada Senin (15/5/2022) dinihari.
Sekujur tubuh Arfandi penuh luka memar lebam diduga penganiayaan dan penyiksaan.
Baca juga: Profil Daniel Patrick Schuld Hadi yang Lapor Wanda Hamidah ke Polisi, Ada Tuduhan Penistaan
Baca juga: Soal DugaanTambang Illegal di Lahan PT. Bramasta Sakti di Kukar, Polisi Amankan 2 Unit Exavator
Baca juga: AKHIRNYA TERKUAK Fakta Baru Laka Maut di Tol Surabaya-Mojokerto, Polisi Tak Temukan Bekas Pengereman
Orangtuanya tak terima setelah melihat jenazah putranya dalam kondisi babak belur seperti korban penganiayaan.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Komang Suartana membenarkan enam anggota Satuan Narkoba Polrestabes Makassar terbukti melakukan pelanggaran kode etik saat menangkap Arfandi.
Dikutip dari TribunJogja.com, pelanggaran kode etik yang dimaksud yakni para anggota tersebut lalai dalam mengamankan tersangka.
Menurutnya, perihal dugaan penganiayaan terhadap Arfandi masih dalam proses propam.
Namun terkait hal itu, katanya, enam anggota Polrestabes Makassar lalai dalam melaksanakan tugas.
Reaksi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Menanggapi kejadian yang menimpa Arfandi, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu memandang, praktik petugas yang mengakibatkan kematian seseorang mustahil dihilangkan jika tidak ada perubahan mendasar melalui revisi KUHAP.
Revisi ini, menurutnya, sebagai usaha untuk mengakhiri akar penyebab masalah tersebut, karena kewenangan kepolisian yang begitu besar untuk melakukan penahanan tanpa ada mekanisme pengawasan yang ketat.
“Terlebih ketika kantor kepolisian juga digunakan sebagai tempat penahanan,” kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).

Baca juga: Lagi Santai di Halaman Rumah, Pelaku Ditangkap Polisi, Diduga Jual Barang Haram