Lipsus Masyarakat Adat di IKN
Warga Sepaku masih Kebingungan Soal Adanya Plang ‘Batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan’
Tak jauh dari rumah Suhardi di Sepaku, berdiri patok sebuah plang kuning bertuliskan Batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUNKALTIM.CO - Deru truk-truk pembawa Tandan Buah Segar (TBS) Sawit terdengar silih berganti di jalan Desa Sabut, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU, Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (27/4/2022).
Di tepi jalan, salah satu warga bernama Suhardi yang sudah turun temurun meninggali sebidang tanah bersama seluruh keluarganya.
Tak jauh dari rumah Suhardi, berdiri patok sebuah plang kuning bertuliskan ‘Batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan, kalimat tegas tersebut entah ditujukan pada siapa, dengan imbuhan kata DILARANG MERUSAK berkelir merah menyala.
Suhardi juga tak tahu siapa yang memasang, bahkan seakan "tak permisi" padanya. Atau sekadar menyapa bahwa ingin dipasang patok tersebut.
Maksud Suhardi, jika ada pemberitahuan, dia tentu akan menjaga patok tersebut agar tidak ada yang merusak.
Sekira tiga kilometer jaraknya, rumah Suhardi dari kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang saat ini sering dikunjungi Presiden Joko Widodo, pejabat maupun masyarakat yang ingin tahu lokasi tempat pemerintahan Republik Indonesia yang baru.
"Kita tidak tahu. Patok-patok ini sudah ada ketika sekembali ke rumah. Di sepanjang jalan arah Sepaku ada 30 sampai 40 rumah, masyarakat juga tidak tahu-menahu," katanya.
Baca juga: Suara Masyarakat Paser Balik Sepaku yang Khawatir Tergusur IKN, ‘Kami Ingin Perhatian Pemerintah’
Baca juga: Pemindahan IKN ke Sepaku, Belum Terlalu Berdampak pada Pariwisata di Penajam Paser Utara
Baca juga: Pemerintah Fokus Pengembangkan Ekonomi di Wilayah IKN
Kebingungan masyarakat asli (lokal) yang turun-temurun mendiami batas calon kawasan inti pusat pemerintahan ini turut dirasakan Suhardi yang sudah 5 generasi mendiami kawasan ini.
Pria yang kesehariannya bertani sawit dan memanennya 2-3 bulan sekali ini, bercerita belum mempunyai sertifikat sah atas kepemilikan tanah yang didiaminya selama turun temurun.
Namun begitu, Suhardi bukan tidak melakukan usaha, dari nenek moyang hingga saat ini dia sudah mencoba ke pemerintahan setempat guna mengurus sebidang tanah yang ditempatinya ini.
"Pernah coba berkali-kali tapi belum bisa,” ungkapnya saat ditemui TribunKaltim.co.
Ada enam RT di desa ini dan ratusan Kepala Keluarga dari sub suku berbeda serta warga asli Paser Balik yang dulunya masuk dalam pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara.
Suhardi sendiri merupakan asli keturunan Dayak Kenyah yang mana meski di balik rimbun hijaunya hutan masih bisa menghidupi seluruh keluarganya dari bertani dan menanam buah-buahan untuk mereka makan.
Kebingungan Suhardi sendiri terkait legalitas lahan yang menjadi tempatnya bernaung semakin menjadi ketika adanya patok kuning di balik pohon pisang yang berdiri di depan halaman rumahnya.
Tak ingin mencari tahu tujuannya apa, Suhardi hanya mau pemerintah pusat dan daerah menjelaskan apa maksud patok tersebut terpasang agar pihaknya mendapat kejelasan terkait tempat tinggal mereka.
"Pengennya ada komunikasi, kumpulkan warga dan berbicara. Sebagian masyarakat merasa terabaikan dengan pembangunan IKN ini. Kami setuju saja tapi jangan melupakan kami asli pribumi ini," ungkapnya.

Hak masyarakat lokal asli juga ingin didapatkan oleh seorang wanita bernama Dahlia yang bermukim di kawasan Sepaku.
Undang-Undang IKN yang sudah terbentuk diketahuinya tidak mengganggu masyarakat adat, meski nyatanya dia merasa tersudut dengan lahan yang ada saat ini.
Ibaratnya, lahan yang ada saat ini telah ‘dikuasai' oleh pemerintah. Kekhawatiran lahan tempat tinggalnya bakal digusur juga dirasakan.
"Kita tidak neko-neko, mintanya hak masyarakat adat saja. Kenapa harus ke bawah (tempat kami tinggal), sementara di atas (kawasan hutan HGU) masih luas, saya tahu karena pernah jalan ke hutan sana, biar pun saya perempuan, sendirian pun saya pernah ke sana," terang Dahlia.
Dahlia meyampaikan, masyarakat adat di kawasan yang kini ditetapkan sebagai pusat pemerintahan bermukim sebelum adanya transmigrasi.
Meski kekhawatiran ini belum terjadi, Dahlia merasakan kehadiran mereka perlahan semakin tidak diperhatikan.
Sebenarnya, ada beberapa warga setuju, dan berpandangan bahwa adanya IKN, kampung yang sepi akan ramai dengan berbagai fasilitas penunjangnya.
Universitas akan dekat, pelayanan kesehatan juga aksesnya semakin dekat.
Dahlia tidak memungkiri hal itu, tetapi dampak negatifnya yang lebih dia pikirkan karena anak cucu dari warga yang bakal perlahan hilang serta akan kehilangan nilai sejarah adat istiadat.
Baca juga: Pemindahan IKN di PPU Jadi Momen Evaluasi Kondisi Jakarta
Baca juga: Kemendagri Sebut Alasan IKN Pindah ke PPU Karena Jakarta Banjir
"Biar dikatakan tidak digusur, mau tidak digusur gimana, ini saja di ring dua. Sementara banyak situs sejarah, dan akan hilang juga digusur," kata Dahlia.
Sampai saat ini, juga belum ada kejelasan terkait lahan masyarakat asli yang turun temurun bermukim di sekitaran kawasan IKN Nusantara.
Beberapa tahun semenjak mendapat informasi IKN pindah, masyarakat termasuk Dahlia selalu meminta kejelasan terkait hak tempat tinggal mereka, namun tak ada jawaban maupun tanggapan dari pemangku kepentingan.
"Mungkin ada tanggapan, kami tidak disampaikan, kami tidak tahu. Karena di daerah terpencil seperti ini kan, tidak ada penyampaian. Sementara kepala adat kami pun tidak tahu juga," tukasnya.
Sosialisasi 3 Bulan
Sementara itu, ditemui usai dinas, Sekretaris kecamatan (Sekcam) Sepaku, Adi Kustaman mengatakan sosilasisasi soal patok ini telah dilakukan pihaknya dalam kurun waktu tiga bulan terkahir ini.
Hanya saja kondisi pandemi covid-19 tak memungkinkan untuk mengundang semua warga untuk mendapatkan sosialiasi tersebut.
Adi mengatakan, pihaknya hanya melibatkan para ketua RT, dan Lurah dari Kelurahan Pemaluan dan Desa Bumi Harapan, sebab dua desa itulah yang terpasangi patok, karena masuk delienasi, dan selanjutnya merekalah yang akan meneruskan informasi ke warganya, terutama yang rumahnya dipasangi patok.

Namun, informasi itu masih memunculkan tanda tanya besar di kalangan warga. Namun Adi memastikan, pemasangan patok itu hanya penanda kawasan, dan memastikan tidak akan menganggu tanam tumbuh masyarakat serta tempat tinggal mereka.
"Memang kami dalam tiga bulan terkahir ada informasi tentang kekhawatiran warga berkaitan dengan patok, karena menyangkut delienasi IKN dan khususnya yang berada di KIPP itu memang warga resah, dan itu sampai ke kami, patok itu maksudnya hanya menyampaikan untuk memohon izin menitipkan patok dan tidak akan menggaggu tanam tunbuh dan tempat tinggal mereka," sebutnya, Rabu (27/4/2022).
Adi Kustaman juga berani menjamin, bahwa jika tanah warga digunakan dalam kepentingan pembangunan IKN, maka tentu akan melalui mekanisme ganti untung.
Meski, pembahasan tersebut nyatanya belum pernah ada dengan pihak pemerintah pusat.
Sejauh ini, ia mengaku telah menyampaikan kegelisahan warga itu ke badan Otorita IKN, sebab merekalah yang punya wewenang terkait IKN.
Namun, Adi juga memastikan jika ada warga yang bingung atau perlu informasi maka bisa langsung mendatangi kecamatan.
Pihaknya siap dan akan terus mendampingi warga Sepaku hingga mendapatkan konpensasi apabila memang ada.
Hanya pemberitahuan
Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim juga berkali-kali menyampaikan agar masyarakat tidak khawatir adanya plang berwarna kuning dan merah yang terpasang di sekitar Kecamatan Sepaku.
"Itu (sifatnya) hanya pemberitahuan saja, karena mungkin, itu dulu datanya beda dengan sekarang," sebut Isran Noor saat ditemui.
Bahkan Peraturan Gubernur Nomor 6 tahun 2020 yang dikeluarkannya menjelaskan agar masyarakat tidak salah mengartikan dalam pelarangan jual-beli tanah di wilayah IKN.
"Iya memang (melarang), itu justru malah jangan sampai orang-orang melakukan spekulasi hanya untuk kepentingan-kepentingan pribadi dengan adanya rencana IKN. Makanya dibuat aturan, itu juga harus dipahami," tegasnya.
Plang yang terpasang hanya untuk mengidentifikasi lahan. Isran Noor mengakui bahwa sosialisasi terkait pemasangan tersebut tidak tersampaikan komperhensif sehingga masyarakat disana malah tidak bisa menangkap maksud pemasangan plang tersebut.
"Itu hanya untuk mengidentifikasi, hanya persoalannya sekarang waktu itu tidak dilakukan sosialisasi yang lebih luas pada saat pemasangan itu, sehingga itu menimbulkan miss komunikasi," pungkasnya.
Wagub Hadi Mulyadi turut menambahkan bahwa lahan milik warga di sekitar KIPP tidak akan diambil atau tergusur dengan adanya rencana pembangunan IKN.
"Kalau di sekitar KIPP tidak ada (yang diambil), itu bisa diatasi. Semua akan diinventasir, cuman yang namanya ada pendataan, ya belum lengkap," tegasnya.
Pergub nomor 6 tahun 2020 tentang Pengendalian peralihan, penggunaan tanah dan perizinan pada kawasan calon Ibu Kota Negara dan kawasan penyangga, hal tersebut dilakukan pihaknya agar tidak bersamaan dengan rencana yang digagas pemerintah pusat.

Di mana aturan yang dibuat juga diperkuat dengan Surat edaran bernomor HP.01.03/205-64/II/2022 dari Kanwil ATR/BPN Kaltim agar dua wilayah kawasan IKN, Kabupaten PPU dan Kukar ditekankan tidak melayani pencatatan jual beli atau peralihan hak dan perjanjian perikatan jual beli (PPJB) tanah di IKN.
Surat edaran juga ditujukan untuk Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta notaris di Kabupaten PPU dan Kukar, untuk tidak melakukan kegiatan pembuatan akta jual beli (AJB) dan PPJB untuk lahan di wilayah delinasi IKN.
"Ya karena terkait perencanaan nasional, kan kita tidak boleh bertabrakan dengan rencana itu, ya kita harus menunggu supaya jual beli ini tidak mengganggu rencana KIPP. Iya ada juga kami berkomunikasi dengan Kanwil ATR/BPN Kaltim, harus ada jalan keluar dan teratasi," pungkas Hadi Mulyadi. (Mohammad Fairoussaniy, Nita Rahayu)