Wawancara Eksklusif

EKSKLUSIF - Polemik Pelantikan Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK tak Berpaling, ‘Saya Masih Kuning’

Selama proses pergantian Ketua DPRPD Kaltim, Makmur HAPK mengaku tak ada komunikasi dengan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim, Rudi Masud.

Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Adhinata Kusuma
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE TRIBUN KALTIM OFFICIAL
TALKSHOW - Makmur HAPK (kanan) saat berbincang soal polemik pelantikan Ketua DPRD Provinsi Kaltim dalam talkshow daring Tribun Kaltim Series, 20 September 2022. 

TRIBUNKALTIM.CO - Hari Minggu (15 Maret 2020) dini hari, Musda X Partai Golkar Kaltim masih berlangsung di Hotel Swiss Bell, Samarinda.

Melalui aklamasi, Rudi Masud terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kaltim 2020-2025.

Pesaingnya, Makmur HAPK, kembali pada jabatannya sebagai Ketua Harian Golkar Kaltim.

Makmur HAPK kala itu sudah menjabat sebagai Ketua DPRD Kaltim. Hingga 12 September 2022 lalu, posisinya digantikan oleh Hasanuddin Masud.

Selama proses pergantian Ketua DPRPD Kaltim, Makmur HAPK mengaku tak ada komunikasi dengan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim, Rudi Masud.

“Pak Rudi kan sibuk di DPR RI , tidak pernah ketemu, saya aja kemarin ada musda di Berau, tidak hadir pada saat itu. Dia membuat jadwal bertepatan dengan saya menjadi pembaca teks proklamasi, tidak mungkin saya tinggalkan,” kata Makmur HAPK dalam talkshow daring Tribun Kaltim Series, bertema 'Makmur Belum Mundur' pada 20 September 2022 lalu.

Baca juga: EKSKLUSIF - Makmur HAPK Buka-bukaan saat Diminta jadi Ketua DPRD Kaltim oleh DPP Partai Golkar

Baca juga: EKSKLUSIF - Soal Pelantikan Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK: Bukan Saya Selalu Ingin jadi Ketua

Lalu bagaimana keberadaan Makmur HAPK di Golkar Kaltim usai polemik pelantikan Ketua DPRD Kaltim, berikut petikan wawancara eksklusifnya bersama Tribun Kaltim .

Secara pribadi, bagaimana hubungan bapak dengan Ketua DPD. Apakah ada komunikasi selama pergantian, mengingat prosesnya kan lumayan panjang?

Tidak pernah, tidak pernah tau selama ini, apa, kapan. Saya hanya tahu dari media saja.

Tidak pernah ditegur, kalau saya salah tidak pernah diperingati.

(Padahal) itu semua dalam organisasi diatur, kalau dipatuhi aturan anggaran tumah tangga, aturan- aturan yang ada, yang terjadi pasti tidak akan seperti ini, merebutkan kursi Ketua DPRD Kaltim.

Inikan kalau menerima jabatan, terutama kita yang beragama, saya ucapkan innalillahi wainnailahi raji’un.

Tugasnya berat, sangat berat tugas-tugas seperti ini, saya gambarkan kepada kader-kader kita, partai kita ini betul-betul menjadi tempat yang dipercaya oleh rakyat.

Tapi dalam acara kepartaian sering saja bertemu pak?

Pak Rudi kan sibuk di DPR RI , tidak pernah ketemu, saya aja kemarin ada musda di Berau, tidak hadir pada saat itu.

Dia membuat jadwal bertepatan dengan saya menjadi pembaca teks proklamasi, tidak mungkin saya tinggalkan.

Hal ini harus kita susun dengan sebaik-baiknya bagaimana peran anggota organisasi yang kita percaya, kita tidak bisa mengendalikan orgainisasi sendiri, tapi ada yang kita percaya.

Bagaimana kita mengembangkan organisasi ini dengan baik , apalagi di kepengurusan itu ada pengurus sekertariat, ada korwil-korwil, banyak itu sebenarnya yang berperan.

Bapak sebagai Ketua Harian, sementara Pak Rudi Ketua DPD. Harusnya terjadi sebuah komunikasi, begitu pak?

Saya dulu zamannya bu Rita (Rita Widyasari Ketua DPD Partai Golkar Kaltim 2016-2020), saya mulai jadi Ketua Harian.

Jadi kalau ada sesuatu yang beliau berhalangan hadir, saya diberikan penugasan khusus, memang seperti itu.

Kalau kita bicara pembagian tugas itu tidak ada , pembagian tugas ketua harian tidak ada.

Ada penugasan khusus, karena kita menjaga, kita tidak boleh juga inisiatif tanpa sepengetahuan Ketua DPD, karena nanti dianggap kelajuan dan sebagainya.

Kalau saya sudah dididik seperti itu, saya jaga dan hargai itu.

Maka saya waktu jadi kepala daerah (Wabup dan Bupati Berau), kepala daerah yang paling kompak di Kaltim, bukan yang lain saya abaikan, saya kompak, ciptakan bahwa kita ini masih saudara gitu, kakak adik.

Ada diberi ruangan khusus ga pak sebagai Ketua Harian Golkar?

Ga ada, ruangan khusus tidak ada.

Jadi bapak tidak ada ruangan di kantor DPD?

Saya tidak persoalkan itu, karena tidak perlu seperti itu juga. Tapi jangan juga selama ini kita kehilangan tempat, itu nda boleh juga.

Kalaupun kita menyadari ini keterbatasan tempat dan sebagainya, tidak ada masalah itu, tidak harus kita bekerja di kantor semata bekerja juga bisa di rumah.

Bahwa satu hal kita dihargai karena kita punya peran sebagai ketua, itu yang penting.

Walaupun kita diberi ruangan khusus kalau kita tidak ada pernah, ya tidak ada gunanya juga.

Sebenarnya bukan suatu hal yang mutlak juga, tapi saya menyatakan seperti itu karena dikatakan tidak pernah di ruangan.

Apakah Ketua Harian hanya sebagai formalitas saja?

Sebenarnya ketua harian itu komponen sekuritis, faksi. Kalau sesuatu terjadi, maka sebenarnya ketua harian itu ditetapkan di formatur, bukan di musda.

Tapi sebenarnya kita awal-awal aman -aman saja. Tapi saya tak tahu siapa yang menciptakan (polemik) , bersama-sama dan sebagainya, mungkin ada orang tertentu.

Ini penilaian diri saya, saya dinyatakan merusak Golkar. Tidak salahkah pernyataan itu?

Apa saya pernah merusak partai Golkar, apa saya pernah merugikan partai Golkar.

Tapi ya sudah mungkin ada orang yang belum tahu, saya anggap begitu saja. Tapi kan kader- kader yang tahu dengan kami tidak seperti itu.

Sebagian fraksi kan menolak pergantian Ketua DPRD Kaltim sekarang, bagaimana sikap bapak dengan kondisi seperti itu?

Saya menganggap diri saya masih di DPRD, karena ada putusan hukum. Sudah saya sampaikan tadi kan.

Kalau untuk fraksi kan kita tidak bisa campur tangan, silakan saja masing-masing fraksi memberi penilaian kepada kami.

Karena selama ini kita sebagai Ketua DPRD itu harus mengakomodir, tidak ada satupun keputusan yang keluar tidak diketahui (anggota), begitu kita tetapkan, ketetapan bersama.

Pesan dari bapak terkait pergantian Ketua DPRD Kaltim?

Tentunya harapan kita, jangan sampai hukum kita belakangkan, itu yang penting.

Nanti padangan orang terjadi hukum rimba, siapa yang kuat, siapa yang besar itu yang menang, ga boleh seperti itu.

Saya betul-betul menempatkan hukum sebagai panglima tertinggi di negara kita.

Yang kedua, dalam organisasi, karena kita cerminan dari organisasi ini siapa yang menang, siapa yang dipilih oleh rakyat akan mengelola negara ini, itu dalam berorganisasi betul-betul kita patuhi aturan rumah tangga dan aturan aturan lain.

Itu dalam kaderisasi, jangan sampai nanti terjadi dikit-dikit (salah lalu diganti), saya kira hal-hal yang begitu sudah jelas.

Kejadian-kejadian seperti itu kita belajar, kalau kita saja tidak kompak apalagi rakyat.

Begitu juga kalau kita sudah di depan hukum, ini rakyat akan melihat kita. Apakah harapan rayat ke depan untuk kita, kalau hukum kita mainkan, aturan kita abaikan.


Setelah kondisi yang bapak alami, apakah bapak berpikir untuk pindah dari Partai Golkar?

Kalau yang menawarkan sih banyak, tapi saya tidak akan pindah partai.

Saya itu menjaga marwah partai, sampai detik ini belum menentukan apa-apa. Kita tunggu hasil akhir dari pada apa yang saya lakukan ini, yang jelas saya pandang diri saya ini dibuang orang ke sampah.

Artinya sampai saat ini 'darah' bapak masih kuning?

Saya masih kuning. (Tribun Kaltim/Fatimah Annazwa-Bagian 3-Selesai)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved